Empat

5.4K 471 4
                                    


Jaemin hanya diam menatap langit-langit berwarna putih diruangan itu. Dimana dia tengah berbaring lemah dengan tancapan infus ditangannya.

Matanya menatap kosong, pikirannya selalu berkelana kemana-mana. Hatinya sedih, ketakutan tidak pernah absen dalam dirinya.

Apakah akhirnya dia benar-benar akan pergi meninggalkan semuanya disini?

Jaemin masih punya mimpi yang harus diwujudkannya. Dia masih punya banyak rencana yang masih belum bisa dia selesaikan. Berapa lama lagi dia akan bertahan disini?

Apa dia akan lenyap begitu saja. Apa orang-orang akan masih mengingatnya suatu hari nanti. Entahlah terlalu banyak hal yang dipikirkan oleh jaemin saat ini

"Kamu lagi mikirin apaan na?" Suara itu membuyarkan lamunan jaemin

Jaemin menengok ke arah sumber suara, dimana seorang laki-laki yang tak jauh berbeda umurnya dengan sang ayah dan memiliki wajah yang hampir mirip sepenuhnya. Itu pamannya Na Hansol yang menjadi dokter yang menanganinya

Jaemin menggeleng "nggak ada paman. Cuma lagi mikirin apa aja yang pengen Nana lakuin" jawabnya

Hansol menghela nafas lalu mengusap lembut kepala sang keponakan manisnya itu

"apa yang pengen Nana lakuin?" Tanyanya lembut

"Hmm bersenang-senang? Nana mau lakuin semuanya selagi Nana masih bisa paman. Nana ingin bebas sebelum akhirnya Nana beneran menghilang suatu saat nanti" jawabannya membuat Hansol menatap kepadanya sendu.

Hatinya sakit mendengar keinginan sederhana keponakan kesayangannya yang sudah dia anggap sebagai anaknya sendiri itu.

"Siapa yang bilang kalau Nana akan pergi hm? Nana akan selalu disini, bersama paman dan semuanya. Nana tidak akan pergi kemanapun" ucap Hansol memegang erat tangan jaemin meyakinkan

Jaemin tersenyum ke arah sang paman "kenapa paman harus berbohong untuk menghibur Nana. Nana sudah tau semuanya kok paman, Nana sudah menerima semuanya" ucapnya

Hansol menggeleng "apa Nana sudah menyerah begitu aja? Nana nggak mau berjuang hm?" Tanyanya lembut

"Nana sudah melakukan semuanya selama dua tahun terakhir ini paman dan hasilnya kondisi Nana semakin memburuk kan. Nana bakalan nerima takdir Nana aja mulai sekarang paman" jawabnya lirih membuat Hansol semakin tercekat mendengar kalimat itu. Sudah pertahanannya hancur, air mata berhasil lolos diwajahnya menatap sang keponakan

Jaemin tertawa lalu bangun untuk menghapus jejak air mata dipipi sang pamannya itu

"kenapa paman nangis? Paman cengeng banget ya, Nana biasa aja kok" ujarnya santai

Hansol menggeleng "Nana ayo berjuang lagi ya. Kamu jalani semua prosedur nya, ayo lakukan terapi seperti sebelumnya. Kamu dirawat disini ya, paman yang akan merawat mu" ucap Hansol

Jaemin kembali tersenyum lembut tidak seperti dirinya didepan teman-temannya yang menjadi anak bandel dan nakal itu

"Lalu perlahan rambut Nana akan rontok? Tubuh Nana dipenuhi oleh bahan kimia yang mengerikan itu? Apa jaminannya Nana bakalan sembuh abis itu paman?" Tanyanya

"Kita nggak tau hasilnya jika tidak mencobanya bukan? Ayolah sayang kita jalani semua ini. Kami semua akan selalu ada menemani Nana" ujar Hansol mengusap lembut pipi jaemin

Jaemin menggeleng "Nana udah nyerahin semuanya sama Tuhan paman. Kalau emang waktunya Nana pergi maka dengan cara apapun semuanya tetap akan terjadi kan. Kalaupun Nana beruntung masih bisa hidup, walaupun merasakan kesakitan Nana akan tetap hidup. Nana udah berserah diri aja paman. Sungguh Nana baik-baik aja kok" ucapnya

Last Time    |Nomin| (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang