Vol 3 Ch 7 - Cucu dan Kakek

24 7 6
                                    

Kalau ada yang mengganjal atau ada kesalahan ketik, silakan langsung comment. Kalau bagian mengganjal, selama tidak spoiler dengan story, akan Author jawab.


==============================


"Kakek? Kenapa kamu mau menemui kakek?"

"... sekali lagi." Ubara menggeleng. "Git, aku tidak bisa mengatakan alasannya padamu."

Gita menggertakkan gigi. "Tidak bisa cerita ini! Tidak bisa cerita itu! Terus apa yang bisa kamu ceritakan? Jangan-jangan bukannya ga mau hidup kami terganggu! Jangan-jangan sebenarnya kamu ga percaya kami!"

Tanpa disadari, Gita meninggikan suara, kesal.

"Tidak! Itu tidak benar! Aku mempercayai kalian, tapi–"

"Tapi apa? Kamu–"

"Git!" Geral memotong. Tanpa menoleh ke belakang, Geral menghentikan Gita yang protes. "Git, coba kamu diam dan lihat wajah Ubara baik-baik."

"Tapi–"

"Dah! Lihat saja!"

"...."

Geral bukanlah orang yang mudah termakan emosi. Mirip seperti Ubara, normalnya, Geral adalah orang yang tenang dan santai. Jadi, amat sangat jarang bagi Geral untuk meninggikan suara.

Gita, sebagai pihak yang mengenal Geral, ciut ketika mendengar laki-laki gemuk itu meninggikan suara. Dia pun menurut, melihat Ubara baik-baik. Yang pertama dijangkau mata Gita adalah kantung mata Ubara, tebal dan hitam.

Gita berusaha mengingat tanggal Ubara ditahan dan tanggal angkatan Udara masuk berita. Saat itu juga, dada Gita merasa sesak. Dia sangat ingin menangis, lagi, ketika mengingat ulang tahun Ubara, kematian Ibu Arida, dan kematian Erna terjadi pada hari yang sama. Hari yang seharusnya dipenuhi kebahagiaan justru penuh dengan tragedi.

Gita melanjutkan pengamatan. Kali ini Gita melihat kulit Ubara, yang seharusnya kencang dan muda, telah memiliki garis dan lipatan, seperti keriput. Sebagai atlet Over, Ubara selalu melakukan olah raga secara teratur. Tidak selayaknya garis keriput muncul di wajah Ubara. Ditambah dengan rambut putih, orang bisa mengira Ubara adalah orang tua yang tampak lebih muda.

Gita akhirnya mengalihkan pandangan, tidak mampu melihat Ubara lebih lama. Gita hanya mendengar dan membayangkan semua momen yang dilalui Ubara, tapi dia sudah merasa sesak. Muncul rasa sakit di dada yang membuatnya ingin menangis.

Lalu, bagaimana dengan Ubara yang mengalami semua itu secara langsung?

Gita tidak bisa membayangkan kesedihan dan stres yang dilalui oleh Ubara. Belum lagi fakta kalau Erna tewas karena berusaha menyelamatkan Ubara. Gita hanya bisa memegang dada, menahan isak tangis yang ingin keluar. Gita merasa bersalah karena, sementara Ubara begitu kesakitan, dia malah ngambek dan merengek karena tidak diberi tahu apa-apa. Perasaan bersalah Gita menumpuk.

"Sudah selesai?"

Gita tidak menjawab Geral. Karena sesak dan rasa sakit yang dia alami, Gita kesulitan untuk mengeluarkan kata-kata. Tenggelam dalam rasa bersalah, tanpa disadari, Gita sudah membungkuk, tidak mampu duduk tegak lagi.

"... maaf, Ubara. Maaf ...."

"Tidak, tidak, kamu tidak salah, Git. Kamu tidak perlu meminta maaf. Kamu tidak salah."

Meski Ubara berusaha mengembangkan senyum, Gita tetap tidak bisa menghilangkan perasaan bersalahnya.

"Aku memang sedih, tapi, aku yakin Om Arjuna dan Tante Mawar pasti lebih sedih."

OversystemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang