Vol 6 Ch 7 - Serangan Balik

6 2 1
                                    

"Terima kasih, Pak Lukas."

"Sama-sama, Dek Gita."

Sementara Gita melambaikan tangan ke mobil yang pergi, Sina melihat gerbang setinggi 5 meter di depannya. Di kanan dan kiri gerbang terlihat tembok setinggi 4 meter yang memanjang hingga ratusan meter. Pada jarak tertentu, terlihat lampu menerangi malam.

"Aku sudah melihat gambar dan desain panti asuhan ini, tapi tetap saja aku terkejut ketika melihatnya secara langsung. Mengingatkanku pada sebuah pondok besar yang pernah muncul di novel remaja."

"Ya, konsepnya memang mirip seperti itu, pondok alam. Secara luas tanah, Panti Asuhan Kasih Anak jauh lebih besar. Tapi untuk bangunan, masih lebih kecil karena penduduknya relatif sedikit."

"Masih? Apa kalian berencana menerima anak-anak yatim piatu lain di masa depan."

"Bu Adele berencana panti asuhan ini akan menjadi tempat rehabilitasi bagi mereka korban politik kambing hitam sebelum kembali ke masyarakat. Jadi, ya, kami akan menerima anak-anak yatim piatu lain."

Gita berjalan ke kiri. Di samping gerbang, terlihat sebuah pos satpam tapi tidak ada seorang pun yang berjaga. Gita membuka pintu pos dan masuk.

"Kamu masuk dulu,"

Gita menahan pintu sementara Sina masuk. Di dalam pos, terlihat kursi dan beberapa layar yang mati. Gita pergi ke belakang, ke pintu lain, dan melambaikan tangan ke kamera di atas.

"Dan, sekarang, kita masuk."

Gita membuka pintu belakang dan mempersilakan Sina keluar.

"Gagang pintu tadi dilengkapi dengan pemindai sidik jari. Jadi, hanya pengurus panti asuhan yang bisa membukanya. Selain mencegah orang asing masuk, ini juga demi mencegah anak-anak keluar tanpa izin."

Sina mengangguk.

Gita melanjutkan, "dan, karena sistem keamanan panti asuhan ini tidak terhubung ke internet, kamu dan Ubara tidak akan bisa memaksa masuk ke sistem. Karena itulah, tadi aku harus menahan pintu sementara kamu masuk."

"Ah ... maaf."

Berbeda dengan Ubara, Sina tidak pernah memberi tahu Gita kalau dia sudah meretas gelang komunikator dan adoren.

Di lain pihak, meski tidak diberi tahu secara langsung, Gita bisa mengetahui apa yang ada di pikiran Sina. Karena itu, Gita tahu kalau Sina akan melakukan hal yang sama dengan Ubara.

Gita dan Sina melewati taman besar yang remang-remang. Selama perjalanan, Sina melihat ke sekitar. Dia melihat ke kanan dimana pepohonan berjajar, menjadi batas antara taman dan lapangan olah raga. Di samping kiri taman, terlihat tempat parkir dengan beberapa mobil dan minibus.

Sementara Sina memperhatikan sekitar, Gita mengambil handphone lipat kecil yang bergetar dari saku celana. Sebelum membuka handphone, Gita melihat nama peneleponnya—Harya.

Gita membuka handphone dan menempelkannya di telinga. "Ya Pak Harya, Gimana? Ah, sebagai info, ini aku dan Sina baru lewat gerbang."

[Beberapa saat lalu aku mendeteksi pergerakan over dari beberapa tempat.]

"Pemerintah?"

[Aku masih bisa menyadap saluran komunikasi mereka, jadi kelihatannya bukan. Untuk identifikasi, urusan belakang. Tolong kamu dan Sina pergi ke ruang kelas. Beberapa pengurus yang baru dan anak-anak berlindung di sana. Jaga-jaga saja kalau ada yang lolos.]

"Siap!" Ucap Gita sambil menutup telepon. "Sina, kita ada masalah."

Gita mempercepat jalan.

"Masalah apa?"

OversystemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang