Terlihat lengan atas Seokjin yang terus menerus mengeluarkan darah,membuat para pasukan disekitarnya khawatir akan keadaannya.
"Apakah kita harus menghentikan perjalanan ini? Kau masih sanggup?" Kini Yohan bertanya, dan ia terlihat paling cemas diantara para pasukannya.
Seokjinpun juga terlihat menahan rasa sakit yang ia alami, sembari memberikan jawaban kepada Yohan. "Tidak, lanjutkan saja, kita tidak ada waktu, tidak ada jaminan untuk tidak mendapat bahaya susulan jika tetap berdiam di hutan seperti ini".
"Tetapi lukamu terus mengeluarkan darah, Sehzade" kata Juma sembari lekat memperhatikan Seokjin.
"T-tuan, tidak, maksudku sehzade, aku akan berusaha menghentikan pendarahanmu, apakah kau bersedia aku bantu ?" Pemuda dengan wajah polos bak anak kecil namun bertubuh kekar kini berjalan mendekati Seokjin.
Seokjin memperhatikan pria muda tersebut dari atas hingga bawah, dan jangan lupakan seragam tentara Dinasti kebanggaan yang terpasang ditubuhnya tak luput dari pindaian Seokjin.
"Siapa namamu? Aku berhutang budi padamu karena telah menyelamatkan wanita tadi"
"Namaku Jega, sehzade" Kini wajah polos tersebut menunduk sembari menunggu jawaban akan tawaran yang ia berikan kepada sang Putra mahkota itu.
"Baiklah, aku percayakan lukaku padamu"
"Sebentar, aku akan menghampiri para Sultana dan wanita Venesia itu terlebih dahulu, memberi tahu bahwa keadaan sudah aman"
Seokjinpun berjalan menghampiri kereta kuda yang berjarak beberapa meter dari tempat sebelumnya ia berdiri. Dengan segera Seokjin membuka pintunya.
Para wanita tersebut dibuat terkejut dan spontan berteriak; mengira para bandit yang membuka pintu. Dan sedetik kemudian mereka mengeluarkan hembusan nafas lega, karena sehzade mereka yang nampak dari balik pintu.
Nilufer segera memeluk anak laki-laki semata wayangnya tersebut.
"Kau baik-baik saja?" Tanya Nilufer yang seketika menyadari bahwa lengan Seokjin robek akibat sayatan pedang. "Astaga, apakah sangat sakit, nak?"
"Aku baik-baik saja. Kini suasana sudah aman. Kalian semua tolong turun sekarang juga"
Bukan tanpa alasan Seokjin meminta mereka turun. Pasalnya Seokjin sedari tadi tidak tenang, karena ternyata, akibat menyelamatkan nyawanya, Gritti kini tak sadarkan diri dengan luka tusuk pada dada kirinya.
Menuruti ucapan Seokjin, ketiga wanita itu kini turun dari kereta. Seokjin segera mendekati Irene yang turun belakangan. Dapat ia lihat mata Irene memerah sembab karena menangis. ya, sebenci apapun Irene dengan rencana Gritti, Gritti tetaplah kakak satu-satunya Irene, walaupun saudara tiri. Masa kecil merekapun dihabiskan bersama pula.
Sembari berjalan, Seokjin memberanikan diri untuk merangkul pundak Irene guna menenangkannya. Mereka berjalan mendekati tubuh Gritti yang tergeletak terkapar bersimbah darah. Irene segera berlutut sembari menepuk pipi sang kakak.
Dan bak sebuah keajaiban, Gritti membuka sedikit matanya. Namun kondisinya terlihat sekarat.
"I-irene"Suara Gritti terdengar sendu, lirih, lemah, dan penuh penyesalan.
"M-ma-aaf kan a-ku"
Irene hanya menangis tanpa suara. Apakah ia sekarang akan menjadi sebatang kara?
Kini suasana hening dan sendu. Mereka semua sedih dan prihatin sembari memperhatikan Gritti dengan sisa tenaga yang dimilikinya. Bagaimanapun Gritti sudah berjasa menyelamatkan nyawa Seokjin.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Golden Era [Jinrene & Bangtanvelvet] ✔️
FanfictionHarta. Tahta. Wanita. 3 Kata yang menggambarkan kisah Seokjin bersama ke enam pengawalnya. Selamat datang di kehidupan Dinasti Savatan, tempat dimana Sultan dan Sultana memimpin generasi ini pada masanya. Tolong jangan terbutakan oleh kilauan berlia...