20

475 69 19
                                    

Perempuan dengan sehelai kain dikepalanya kini berhadapan dengan Jega.

"Jega aga, apa yang kau lakukan disini?"

"B-bukan karena suatu alasan, Sultana"

Wina menyelidik. Terlihat sekali jika pemuda dihadapannya kini menyimpan suatu rahasia.

"Aku tidak punya banyak waktu. Aku telah mengamankan para Sultana.

Hanya tinggal Irene dan Sana yang belum." 

Dengan berbisik, Wina membocorkan misi nya kepada Jega. Karena ia tahu, Jega adalah salah satu orang kepercayaannya Seokjin.

Dengan memberanikan diri, Jega menatap Wina untuk menelisik ekspresi wajah Sultana tersebut.

Mencari-cari apakah ini hanya tipu muslihat semata.

Atau memang Sultana Wina tidak jahat seperti ibunya.

Namun, ia tidak dapat menemukan tanda kebohongan disana.

Bahkan Wina berkata dengan ekspresi yang sangat amat meyakinkan baginya.

"B-baik, Sultana. Selir Irene dan Sana berada didalam, namun kondisi mereka tidak baik-baik saja"

Setelah mendengar penutuan Jega, Tanpa basa-basi, Wina langsung segera membuka pintu perlahan--sembari memantau keadaan sekitar--agar tidak ada yang curiga.

Baru satu langkah WIna masuk kedalam kamar ini, ia mendadak bingung dengan situasi yang terjadi.

Sana yang sudah terbujur kaku di lantai, dan Irene yang dengan lemahnya sedang menggendong bayinya.

Dengan tatapan tak percaya, Wina berjalan menuju tempat Sana terkapar,

mengecek nafas dan nadi wanita yang baru tadi pagi masih menyapanya.

Dua jari Wina terjulur pada leher dan hidung Sana. 

Dan ternyata, hasilnya nihil.

Tidak ada nafas dan denyut. Sepertinya benturan dan pendarahan yang terjadi dikepalanya cukup hebat.

Dengan gemetar, Wina menutup tubuh Sana dengan tikar tipis yang berada di kamar Irene.

"Selamat jalan, sepupuku"

Dengan perasaannya yang masih kacau, ia mengelus lembut surai mendiang Sana.

Kini tatapannya beralih kepada Irene dan bayinya.

Tak perlu ditanyakan situasinya, hanya dengan melihat dua pria yang telah mati dalam kondisi mengenaskan, dan Jega yang dengan setia menunggu didepan,

sepertinya telah terjadi penyerangan sebelum ini,

dan Sana menjadi korban perbuatan itu. Mungkin Jega datang tepat waktu, sebelum Irene turut menjadi korbannya.

Itu yang dipikirkan Wina.

kini Sultana tersebut terduduk di hadapan Irene.

"Dinasti kehilangan salah seorang anggotanya hari ini, namun dihari yang sama, Tuhan menghadirkan anggota yang baru"

Dengan tersenyum lembut dan menahan air mata--air mata kesedihan akibat meninggalnya Sana, dan air mata haru karena kehadiran bayi mungil dihadapannya--Wina mengelus kepala bayi tersebut lembut.

"Selamat datang, sehzade" Kata Wina dengan suara kecilnya.

Yang membuat Irene tersenyum hangat dengan sisa tenaganya.

Pandangan tersebut kini berganti untuk menatap Irene lekat dan serius.

"Irene, aku tahu kau masih sangat lelah, namun kau harus bergegas sekarang.

The Golden Era [Jinrene & Bangtanvelvet] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang