Irene pasrah menerima takdir. Matanya masih setia memejam, sangat takut menyaksikan salah satu pria dihadapannya yang kini sedang menghunuskan pedang ke arah perutnya.
Bruuuk
Irene terbelalak kaget. Mendapati suara ambrukan yang berada tepat didepannya.
Ternyata suara tersebut tercipta akibat orang yang sedetik lalu akan membunuh dirinya, kini telah tewas dengan kepala terpenggal.
Tidak perlu waktu lama untuk Irene mempelajari situasi saat ini. Karena sekarang ia sedang melihat seorang pria muda sedang beradu pedang dengan satu laki-laki lainnya.
Sembari menahan rasa sakit perut yang sangat hebat, yang bahkan dirinya kini telah dipenuhi keringat dingin akibat menahan rasa sakit tersebut, ia tertatih untuk mengesot mundur, menghindari perkelahian tersebut.
Rasanya sangat gila. Irene ingit menjerit sekeras-kerasnya. Sakit sekali. Tapi bahkan kini nyawanya masih terancam bahaya,
"Arghhhh"
Ketika pedang seorang pria muda bernama Jega berhasil menembus dada, mungkin jantung, lawannya, pria yang akan membunuh Irene tersebut tumbang seketika.
Keahlian Jega memang tidak perlu diragukan lagi.
"Selir Irene!"
Jega dengan cepat menghampiri Irene yang sangat amat terlihat pucat.
"Kau tidak apa, nyonya?"
"K-kau siapa?"
"Aku Jega. Aku tentaranya Sultan Seokjin.
Tenanglah, nyonya, kau aman bersamaku"
Irene terdiam. Ia tampak berpikir.
Dalam situasi sulit seperti ini, setidaknya Irene pikir Irene dapat mempercayai Jega. Bahkan Jega telah menolongnya dari serangan tadi.
Terlebih lagi, Irene tidak memiliki pilihan lain.
"Jega aga, t-tolong, s-sepertinya, anakku akan lahir"
Irene yang merasa sudah tidak kuat lagi, segera ingin menjerit karenanya.
Namun ia masih sadar akan situasi, sehingga ia hanya bisa menahan semua ini. Bahkan kesakitannya kini tercurahkan melalui air mata yang sudah menggenang di pelupuknya.
"Nyonya, tahanlah sebentar, aku akan carikan tabib.
Seharusnya mereka tidak membunuh tabib juga, tunggu sebentar"
"Oh iya nyonya, aku titip mereka, jika mereka berada di luar kamarmu, mereka akan menghampirimu disini"
Dengan cekatan, Jega menyeret mayat dua pria yang baru saja tadi ia bunuh, untuk ia taruh didekat pintu kamar Irene, di dalam ruangan.
Lalu secepat kilat, Jega pergi mencari Tabib.
Jangan bayangkan tekanan yang dialami Irene malam ini. Apa-apaan keadaan ini.
Seperti tidak cukup ia menahan rasa sakit akan kontraksinya, kini ia harus memalingkan pandangan karena di dekat pintu terdapat dua mayat bersimbah darah. Dan jangan lupakan Sana, yang Irene bahkan tidak tahu wanita itu masih hidup atau tidak.
.
.
.
Wina baru saja keluar dari ruang bawah tanah yang berada didalam kamarnya dengan hati-hati dan mengendap-endap.
Kini tugas nya yang tersisa dua, yaitu mencari Irene, si selir yang tengah mengandung anaknya Seokjin, dan juga mencari Sana, untuk ia amankan disini.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Golden Era [Jinrene & Bangtanvelvet] ✔️
FanfictionHarta. Tahta. Wanita. 3 Kata yang menggambarkan kisah Seokjin bersama ke enam pengawalnya. Selamat datang di kehidupan Dinasti Savatan, tempat dimana Sultan dan Sultana memimpin generasi ini pada masanya. Tolong jangan terbutakan oleh kilauan berlia...