.
.
2 Bulan Kemudian
"Yang Mulia.. Kau menerima sebuah hadiah dari Pemimpin Rhodes"
Seokjin mengernyit. Hadiah apa yang akan diberikan seorang musuh untuk lawannya?
"Bawa masuk"
Sebuah kotak berlapiskan berlian dan emas, kini segera digotong ke dalam ruangan rapat parlemen.
Cukup dengan satu gerakan tangan Seokjin, para aga yang membawa kotak tersebut segera mengerti untuk kemudian membuka isi kotaknya.
Seiring dengan terbukanya kotak megah tersebut, bau anyir dan busuk tiba-tiba menyeruak ke indra penciuman semua orang yang ada di sana.
Mata dua orang aga yang membuka kotak, segera terbelalak melihat isinya.
Dengan takut-takut, laki-laki tersebut mengangkat isi dari dalam kotak tersebut.
"Rhodes bejat! Berani-beraninya ia membunuh utusan ku dan mengirim kepala nya di hadapnku?!"
Mata tajam Seokjin yang melotot dengan gerakan dada naik turun menahan amarah, mampu membuat semua pejabat disana bergidik ngeri.
"Theo Aga! Sudah berapa persen kesiapan persenjataan kita jika kita segera mengadakan perang dalam waktu dekat?"
Seokjin kini menatap pria itu lekat.
"Persiapan kita sudah sempurna, Yang Mulia" Jawab Theo dengan mantap.
"Hoba aga! Bagaimana persiapan kuda-kuda yang telah aku minta padamu sebelumnya?"
"Jangan khawatir yang mulia. Semua telah saya persiapkan dengan matang"
"Kau, Juma?"
"Semua pemanah baik dari kalangan militer maupun non militer sudah terkumpul di suatu tempat, yang mulia"
Seokjin bahkan kini memberikan tatapan penuh arti kepada Namu dan Yohan.
Yang hanya dengan itu, mereka sudah memahami bahwa Namu dan Yohan harus memastikan bahwa persiapan semua ini harus berakhir dengan sempurna.
.
.
Waktu menunjukkan pukul 10 malam. Namun Irene tak mendapati Seokjin memasuki kamar ini.
Irene yang sudah bosan menunggu pria itu dengan hanya duduk di sofa sembari membaca buku kesukaannya, kini beranjak untuk melihat pantulan perut agak buncitnya di depan cermin.
Dengan balutan gaun berwarna peach, ia tersenyum hangat sembari mengelus perutnya.
"Dimana ayahmu? Mengapa belum datang juga?" Dengan perasaan sedikit tidak tenang, Irene terus menerus memantau jam dinding.
*ceklek
"Irene.."
Suara pria yang terdengar sangat manis dan ditemani senyuman hangatnya, mampu mebuat Irene tersenyum lebar dan segera merentangkan kedua tangannya ingin memeluk pria berbahu lebar itu.
Mungkin faktor bawaan kehamilan, Irene yang sekarang selalu nempel dan sangat manja setiap ia bersama Seokjin.
"Dari mana saja? Mengapa lama sekali?"
Seokjin mengecup bibir wanita itu singkat.
"Aku perlu membicarakan sesuatu denganmu" Dan kini tangan pria tersebut telah menunutun wanitanya ke arah sofa.
"apa sesuatu hal terjadi?"
Melihat pandangan Seokjin yang terlihat sangat serius, Irene jadi khawatir sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Golden Era [Jinrene & Bangtanvelvet] ✔️
FanfictionHarta. Tahta. Wanita. 3 Kata yang menggambarkan kisah Seokjin bersama ke enam pengawalnya. Selamat datang di kehidupan Dinasti Savatan, tempat dimana Sultan dan Sultana memimpin generasi ini pada masanya. Tolong jangan terbutakan oleh kilauan berlia...