Seokjin menghela nafas lega, kala mendengar dari sang tabib dihadapannya, bahwa untungnya Namu pasha tadi mendapat penanganan secara cepat, sehingga nyawa pasha tersebut masih bisa diselamatkan.
Grand vizier tersebut memang masih dalam keadaan lemah dan belum sepenuhnya pulih, namun ternyata Namu kini sudah kembali sadar.
"Y-yang M-mulia" Itulah kalimat pertama seorang Namu setelah membuka matanya.
Seokjin segera duduk disamping Namu dengan hati-hati.
"Tenanglah pasha, kau belum sepenuhnya pulih. Kau istirahat dulu" Kalimat Sultan Seokjin dibalas oleh anggukkan lemah sang Grand vizier. "Terimakasih Namu pasha, aku berhutang budi padamu"
"S-sudah m-menjadi tugasku, Y-yang Mulia" Kata Namu sembari sedikit menahan sakit karena anesthesi yang perlahan berkurang efeknya.
"Y-yang M-mulia, a-ku ingin bicara empat mata"
Kalimat yang terlontar dari mulut Namu membuat Seokjin mengernyit penasaran. Pria itu kini menoleh kepada kelima teman-temannya yang lain, memberi aba-aba agar meninggalkan ruangan ini.
Setelah Jega, sebagai orang terakhir di ruangan itu menutup pintu, Seokjin segera angkat bicara.
"Apakah ada hal penting yang ingin kau bicarakan, pasha?"
"Yang Mulia, aku t-tidak yakin, dengan kondisiku sekarang ini" Namu menjeda untuk kembali menahan nafas akibat rasa sakit yang menajalar.
"Aku tidak yakin bisa fokus menjalankan tugasku"
"Maksudmu, kau mau menyerahkan jabatanmu sekarang, Namu pasha?" Tanya Seokjin dengan tatapan tegas dan kurang suka.
Pasalnya, Seokjin masih sangat menyukai kinerja pasha tersebut dan belum ingin dirinya digantikan siapapun.
"Tentu tidak, Yang Mulia. Aku hanya ingin meminta b-bantuan"
"Maksudmu?" Seokjin kembali dibuat bingung oleh perkataan Namu.
"Sepertinya aku butuh seorang wakil" Kata Namu dengan nada suara ragu-ragu.
"Tapi pasha, belum pernah ada sebelumnya wakil Grand Vizier di Dinasti kita. Kau sadar apa yang baru saja kau minta kepadaku?"
"T-tentu, Yang Mulia. Aku minta maaf sebelumnya. T-tapi sepertinya, aku membutuhkannya saat ini"
Namun sejujurnya, ide mengenai wakil grand vizier, atau yang biasa dikenal dengan wakil perdana menteri, itu tidak begitu buruk. Asalkan Namu dan orang itu nantinya akur dalam bekerja, tidak akan ada masalah. Itulah yang tiba-tiba ada di pikiran Seokjin saat ini.
"Baiklah. Nanti aku akan mengabarimu jika sudah kuputuskan"
Namu mengangguk paham, bersamaan dengan Seokjin yang kini beranjak untuk meninggalkan ruangan.
Karena Seokjin memiliki urusan penting dengan seseorang yang sedari tadi mengusik pikirannya.
.
.
.
Yohan merasa agak merinding karena Seokjin saat ini sedang memberikan tatapan tertajamnya, layaknya singa yang ingin menerkam mangsa.
tapi tentu semua itu tersembunyi dengan baik dibalik wajah datar pria berkulit putih pucat itu.
"Kau tahu kan, kalau kau adalah orang yang paling aku percayai?"
Yohan menegakkan kepalanya. Berusaha membalas tatapan dingin sahabatnya, yang merangkap sebagai pemimpinnya itu.
"Aku sangat tahu, Yang Mulia. Jadi tolong dengar dulu penejelasanku" Kata Yohan dengan tatapan yakin.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Golden Era [Jinrene & Bangtanvelvet] ✔️
FanficHarta. Tahta. Wanita. 3 Kata yang menggambarkan kisah Seokjin bersama ke enam pengawalnya. Selamat datang di kehidupan Dinasti Savatan, tempat dimana Sultan dan Sultana memimpin generasi ini pada masanya. Tolong jangan terbutakan oleh kilauan berlia...