Cough cough cough
Jonggun tau ia terusik dengan nyaringnya suara batuk itu. ia yang seharusnya fokus bertarung kini terus saja mencari kesempatan untuk memandang kebelakang seolah tengah mencari sesuatu. sedangkan Jungoo justru terkekeh kala melihat darah ditangannya. kesal sebenarnya, karena jika benar Hyungseok adalah pelakunya, maka ia takkan bisa melakukan apa-apa.
perasaan yang terus mengganggunya, membisikkan serangkai kata yang menyatakan bahwa meski ia mati sekarang juga, ia pantas mendapatkannya.
itu karena selama beberapa menit terakhir, ia terlalu memaksakan diri untuk berlari. padahal digunakan untuk berjalan saja rasanya sakit sekali. dan kini ia bahkan tak lagi bisa menggerakkan barang seujung jari.
Jonggun khawatir. namun Hyungseok juga sedang melawannya dengan tanpa mentolerir.
BAM
Jonggun jatuh dengan posisi dimana Hyungseok kini duduk diatas tubuhnya. kaki? tangan? untuk melawan Seok Park yang luar biasa, rasanya tetap saja sia-sia.
Jonggun hanya bisa diam menerima saat lengan Hyungseok kini bergerak mencekiknya. pada titik ini Jonggun-pun sadar, bahwa pria yang dua tahun lebih muda darinya ini sedang melakukan trik yang dulu pernah memembuat Hyungseok tak sadarkan diri.
jika pelakunya bukan Jonggun sendiri, lantas siapa lagi?
kalaupun ada alasan kenapa Jonggun harus berhenti melawan, itu karena sorotnya menangkap bagaimana sosok sang adik kini tengah bersusah payah mencekiknya dengan air mata yang diam-diam menghiasi wajahnya.
'S-sejak kapan dia.. menangis?' Jonggun bersumpah, dari sekian banyak emosi yang pernah Hyungseok tunjukkan padanya, inilah kali pertama air mata itu hadir menyapa netranya.
"Kenapa?" kecewa, sedih dan marah. persatuan dari segala jenis emosi yang dengan jelas terpampang diwajah Hyungseok menyambut Jonggun yang ingin sekali menyerah.
"Apa salahku? kenapa kakak dengan keras memukulku?" cekikan yang kian mengerat, dengan cepat mampu membuat sirkulasi udara yang masuk ke paru-paru Jonggun kini terhambat. sedangkan Hyungseok yang hampir gila, seolah tak lagi sadar akan apa yang tengah dilakukannya.
"Kakak tidak pernah benar-benar berniat untuk jadi keluargaku 'kan? lalu apa kakak mengadopsiku hanya agar aku bisa menjadi budak pria itu?" Hyungseok terus saja bertanya, sedangkan Jonggun tak lagi mampu bersuara akibat kuku jari Hyungseok kini telah menancap pada kulit lehernya.
sakit, sesak, serta paru-paru yang seolah terbakar. Hyungseok benar-benar menyalurkan kekecewaannya dengan hampir membuat Jonggun percaya bahwa ia sedang berada di neraka.
"Lalu bagaimana.. bagaimana caraku bisa mempercayai Jay yang sekuat itu jika kau saja mampu melakukan ini padaku?"
air mata itu dengan deras menetes keatas pahatan wajah pria yang kini berbaring tak berdaya dibawah kuasanya, "Apa kakak benar-benar tak akan melakukan sesuatu? apa kakak.. benar-benar.. akan.. membuangku?"
Jonggun meronta. ingin sekali ia menampar wajah Hyungseok dan mengatakan segalanya. mengatakan fakta bahwa ia tak pernah mau adiknya jadi seperti ini, serta fakta bahwa ia sebenarnya juga tak tahu jika sang adik ternyata terkurung ditempat ini.
jika saja Jonggun punya pilihan.. jika saja Jonggun berpendidikan, jika saja ia tak menggantungkan dirinya pada ketua untuk bisa menghasilkan banyak uang, Jonggun ingin sekali memberikan Hyungseok kehidupan yang selama ini begitu ia dambakan.
"Jawab aku, keparat."
"H-hyungseok.." panas. organ dalam tubuh Jonggun rasanya hampir meledak akibat kurangnya oksigen yang masuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] " Hiraeth " [ JAYSEOK LOOKISM ] [ BL ]
Fanfiction"Jaeyeol, aku.. menyerah saja ya?" keterkejutan menjadi hal pertama yang Hyungseok tangkap dari raut wajah Jaeyeol. bayangan akan ketidak percayaan terhadap kalimat yang baru saja melayang dari sosok tangguh, Park Hyungseok, membuat Jay bahkan tak l...