dinginnya keadaan hanya dikuasai oleh gelora keheningan. duka yang dirasakan semua orang, menjadi beban tersendiri yang mampu Hyungseok rasakan. si pria pirang kini kehilangan pendengaran. anggota keluarga yang tak mampu menerima, dengan keras mempertaruhkan segalanya demi sang Tuan Muda.
Hyungseok jelas merasa bersalah. namun tak banyak yang bisa ia lakukan selain hanya mengandalkan Tuhan yang mereka puja.
"Bagaimana kabarmu?" Hyungseok bertanya dengan bahasa isyarat. dengan lembut memperhatikan bagaimana Jay yang belakangan ini terlihat begitu giat mempelajari bahasa isyarat.
"Hari ini makanannya enak."
akhir Agustus sudah dekat, dan Jay masih harus mendekam dalam dinginnya ruang kamar rawat. padahal fisiknya sudah kembali prima, namun Ayahnya yang keras kepala, nampak enggan membiarian Jay keluar dengan dalih bahwa ia sendirilah yang akan memastikan kesembuhan putranya.
Jay tentu mengerti tentang kekecewaan sang Ayah. karena putranya dulu terlahir sempurna. namun kini telah pulang membawa luka yang tak bisa disembuhkan dengan mudah.
sedangkan Hyungseok sendiri khawatir jika nantinya Jay akan kesulitan untuk menerima pelajaran disekolah. selain itu reaksi dari warga sekolah juga cukup mengkhawatirkan. Hyungseok takut mereka tak bisa menerima kondisi Jay yang kekurangan.
"Kau terlihat cantik saat memakai jas." Jay menunjuk pada Jas hitam yang membalut tubuh indah Hyungseok-nya. Hyungseok tersipu, begitu manis dengan senyuman yang ia ukir di situ. lantas Jay kembali menunjuk dirinya sendiri, "Aku suka."
Hyungseok dengan senang membungkukkan tubuhnya, begitu anggun di mata sang Tuan Muda. "Terimakasih." katanya.
Jay sendiri sebenarnya masih bisa bicara, namun ia memilih untuk menggunakan bahasa isyarat hanya agar ia bisa lebih fasih saat membaca gerak tubuh lawan bicaranya.
"Hari ini Hyungseok kemana saja?"
"Be-ker-ja, ma-kam pak chair-man." Hyungseok membalas seadanya, gerakannya nampak kaku karena belum sepenuhnya menguasai bahasa baru.
Hyungseok mendengar segalanya dari Jonggun yang sampai detik ini masih menjaga ikatan mereka. Choi Dongsoo mati dalam ledakkan, lalu hancur tertimpa puing-puing bangunan. mayatnya tak pernah ditemukan, karena misi penggalian dipersulit oleh medan. maka keputusan berakhir dengan kuburan yang ditinggalkan diatas puing-puing bangunan yang sudah sedikit dibersihkan.
Hyungseok juga sempat hadir menyaksikan.
"Kenapa bekerja? Hyungseok butuh uang? kenapa tidak bicara?" Jay dengan cepat menyodorkan sekian banyak kartu ATM miliknya, diantaranya ada tiga buah back card dan sisanya hanyalah ATM biasa. namun jelas memiliki nilai fantastis didalamnya.
bukan sombong atau apa, Jay hanya membiarkan Hyungseok sendiri yang memilih dan mengambilnya.
"Tidak-tidak. aku tak mau merepotkanmu."
tepat setelah kematian si pria tua, perusahaan yang selama ini ia kelola telah dibagi rata. namun untuk beberapa tahun kedepan DG adalah pengurusnya. itu karena Jungoo, Jonggun dan Soojung sang ahli waris dari kekayaan ketua, masih terbilang terlalu muda untuk bisa mengelola perusahaan berskala besar seperti milik mantan CEO mereka.
"Seok, mau jalan-jalan sebentar?"
"Bukankah sudah terlalu malam?"
Jay mengerti. keadaan di luar tak lagi terasa hangat karena sang purnama kini telah melebarkan sayapnya. namun terjebak dalam sebuah ruang hampa tanpa adanya sesosok teman, membuat Jay tak mampu merasakan apapun selain sedih dan kesepian. begitu menyedihkan hingga takkan berlebihan jika Jay bilang ia tertekan.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] " Hiraeth " [ JAYSEOK LOOKISM ] [ BL ]
Fanfiction"Jaeyeol, aku.. menyerah saja ya?" keterkejutan menjadi hal pertama yang Hyungseok tangkap dari raut wajah Jaeyeol. bayangan akan ketidak percayaan terhadap kalimat yang baru saja melayang dari sosok tangguh, Park Hyungseok, membuat Jay bahkan tak l...