"Akhirnya datang juga." seorang pria paruh baya nampak berujar sarkas pada Jonggun dan Jungoo yang baru saja menampakkan batang hidung mereka kehadapannya.
"Hai, Ketua~" sapa Jungoo santai. sedangkan yang dipanggil ketua hanya melirik sebentar sebelum berakhir abai.
"Bagaimana keadaan Hyungseok?" tanyanya.
"Oh, hartamu itu? dia baik-baik saja. hanya sakau seperti biasa." Jungoo berujar mudah, sedangkan Jonggun sibuk menyulut nikotin dimulutnya.
"Kalian menambah dosisnya?"
"Tidak, Ketua. tapi setidaknya ada dua kemungkinan. Entah memang benar ada kesalahan dalam pengiriman, atau jika boleh diterka—" Jonggun memberi jeda untuk menghembuskan asap nokotin itu ke udara, seolah tak peduli akan berlabuh pada paru-paru siapa. "Vivi sengaja mengirim narkoba jenis baru yang hanya diproduksi oleh mereka supaya nantinya bisa merebut Hyungseok dari pihak kita."
Choi Dongsoo, pria paruh baya yang telah kehilangan salah satu lengannya itu mulai menatap serius kearah Jungoo yang menyodorkan plastik kecil berisi kristal narkoba dengan selembar kertas berisi hasil identifikasi uji coba.
"Ayahnya Vivi, ya?"
"Yah~ anda sendiri 'kan tau betapa tergila-gilanya si tua bangka itu dengan nominal uang yang mampu Hyungseok hasilkan setiap harinya." sahut Jungoo yang entah sudah sejak kapan duduk di kursi sembari memakan beberapa buah anggur. "Duduklah, Jonggun. apa tidak pegal? mau ku pangku?"
terlepas dari godaan Jungoo, keduanya mengangguk setuju mendengar penuturan pria tengil itu. pasalnya, setiap kali musim dingin tiba, Hyungseok mampu menghasilkan uang hingga milyaran rupiah dalam kurun waktu yang tak lama.
sayangnya Hyungseok tak lagi mau menerima perintah selain di pertengahan waktu musim dingin. dan entah pekerjaan macam apa yang saat itu dijalaninya, ia menolak keras saat diajak kerja sama. dan bersumpah akan membunuh siapa saja yang berniat mengikutinya.
melihat gaya bertarungnya yang bahkan pernah langsung mematahkan leher lawan tanpa sedikitpun berniat untuk bernegosiasi, membuatnya benar-benar dianggap sebagai monster yang paling ditakuti.
"Jika memang benar begitu, Jonggun tolong lebih diperhatikan ya? salah sedikit saja ia bisa benar-benar kenapa-napa."
"Siap, Tuan."
"Tapi kita juga harus punya cara untuk memaksanya supaya bisa berpihak padaku." Choi Dongsoo kembali bersuara, "Desember kali ini sepertinya aku bisa mengirimnya, dan aku ingin kalian untuk mengikutinya."
"Gila saja!" balasan tiba-tiba dari Jungoo, membuat seluruh atensi kini berpusat hanya kepadanya. "Resikonya terlalu besar. kau bisa saja menemukan kami berdua tewas terbunuh olehnya."
hening menguasai tatkala Jungoo memberi jeda untuk menegakkan tubuh dan menyentuh bahu Jonggun, "Lengan kami pernah dibuatnya patah, dan aku lolos karena menggunakan senjata. itu saja sekitar dua-tiga tahun lalu, untuk bagaimana kekuatannya sekarang kami sama sekali tak tahu."
Jonggun mengangguk setuju, namun karena kini keduanya tengah berhadapan dengan ketua mereka yang angkuh itu, untuk menimpali pernyataan Jungoo saja membuatnya ragu. namun Choi Dongsoo kembali berseru tatkala dilihatnya Jonggun yang setuju, "Apa yang sebenarnya sedang kalian bicarakan? aku 'kan hanya menyuruh kalian untuk mengikutinya saat ia turun ke lapangan."
"Tuan tolong jangan terlalu meremehkan bocah itu." Jonggun membalas, lantas segera memadamkan rokok yang semula bersandar hangat diantara belah bibirnya. "Jika terus memaksa, anda benar-benar bisa kehilangan segalanya."
.o0o.
"Hai Zin! Selamat pagi!" sapa Hyungseok tatkala netra mereka berjumpa dikeesokan harinya. sedangkan Zin yang nampak sudah lebih baik, menatap tak suka kearah Hyungseok, "Jangan sapa aku."
Ah, tentu Zin marah, ia menantang Hyungseok dan kalah. rasanya jelas seperti dipermalukan.
"Lain kali aku takkan kalah darimu." ujarnya.
"Baiklah-baiklah. Hai, Jay! bagaimana tidurmu? nyenyak?" Jay membalas lambaian Hyungseok sembari mengangguk. meski fakta bahwa kejadian semalam masih tak mampu ia percaya, tapi Hyungseok benar begitu mempesona. melihat bagaimana pria cantik itu bicara sembari duduk diatas meja, membuat Jay ingin sekali menarik Hyungseok untuk duduk dipangkuannya.
"Nah, selamat pagi anak-anak." Jay terbangun dari lamunannya tatkala suara seorang guru memenuhi rungunya "Tolong dengarkan sebentar, saya akan cepat."
"Ujian tengah semester sudah akan dilaksanakan dalam kurun waktu dua bulan, dan saya harap kalian mampu mempersiapkan segalanya dengan matang." jelas guru itu panjang lebar, "Pesan saya tolong jangan menyepelekan ujian-ujian seperti ini."
banyak dari reaksi anak didik yang guru itu temukan, beberapa nampak tak senang, adapula yang sibuk menyemangati diri mereka sendiri, sedangkan sisanya justru nampak tak begitu peduli.
'Wah ujian tengah semester ya? kira-kira seperti apa?' Hyungseok sendiri justru masuk kedalam golongan siswa aneh yang malah bersemangat tatkala mendengar akan diadakannya ujian. kebiasaan aneh milik orang-orang jenius yang Zin sendiri paham jelas akan menempati posisi puncak.
"Kau bersemangat?" tanya Zin. Hyungseok yang terkejut karena diperhatikan kini hanya mampu menggaruk ragu tengkuknya, "Tidak, aku hanya penasaran.."
"Tentang apa?"
"A-ah tidak!"
"Ayolah! apa yang membuatmu bersemangat tentang ujian?" Tanya Zin seolah benar-benar ingin tau.
'Padahal 'kan Ujian itu membosankan, juga penuh tekanan.' begitu pendapat Zin soal ujian.
"Sebenarnya aku cuma belum pernah merasakan bagaimana rasanya ujian bersama teman-teman. mempersiapkan ujian, dan lain sebagainya." hati Zin mencelos tatkala mendengar penuturan jujur dari Hyungseok, untuk sesaat perasaan ingin melindungi itu muncul.
padahal jelas dulu ia dikalahkan olehnya, yang mana artinya, Hyungseok tak butuh dilindungi oleh orang yang lebih lemah.
"Kau tak punya teman? atau dibully?"
'Tapi gila saja jika benar memang ada yang membully monster ini.' Zin membatin kala baru saja menyadari ucapannya.
"Ah, jangan salah paham. itu karena selama ini aku homeschooling." yah, setidaknya begitulah alasan yang Jonggun persiapkan untuknya. meski tak sekalipun Hyungseok pernah merasakan hangat jenjang pendidikan, setidaknya kini ia mampu mendapat pendidikan yang dulu pernah ia dambakan.
"Baiklah, akan kuberitahu, saat ujian tengah semester berakhir, biasanya sekolah akan diliburkan hingga awal bulan agustus." Zin menjelaskan, "Disaat seperti itu kau bisa lakukan apapun dengan bebas."
berbeda dari yang dibayangkan, Zin pikir Hyungseok akan senang, tapi pria yang duduk berdampingan dengannya ini justru bereaksi dengan anggukan lemah. tatapan Zin berubah jengkel, dalam hati melayangan sumpah serapah bagi pria manis disampingnya ini, 'Brengsek kenapa manis sekali!? ah sial jadi tak tega.'
"B-bagaimana jika kita pergi habiskan waktu dengan main ke pantai bersama?" Hyungseok dengan cepat menegakkan kepalanya, persis seperti anjing Golden Retriever yang mendengar tuannya mau mengajaknya jalan-jalan. "Ajak juga teman-teman, tapi jangan terlalu banyak. aku akan coba bujuk Mijin."
"Kau serius?" kerlip cantik dari bola mata milik Hyungseok mulai menunjukkan harapan murni, sedangkan Zin yang melihatnya dibuat gemas sendiri.
"Yasudah kalau tidak mau."
"Mau! Aku mau!" Hyungseok tersenyum senang, dan Zin diam sembari berusaha menyadarkan diri tatkala tau bahwa kini jantungnya berpacu dua kali lipat akibat pria cantik ini.
'Tidak- aku tak tertarik padanya 'kan? tidak-tidak! ayo Zin ingat Mijin! hanya Mijin.'
To be continued.
Tiba-tiba udah 87 pembaca aja ni, bgs bgs. Oh! and I really want to thank you guys for lots of vote you've been giving to this story. hope you guys like it
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] " Hiraeth " [ JAYSEOK LOOKISM ] [ BL ]
Fanfic"Jaeyeol, aku.. menyerah saja ya?" keterkejutan menjadi hal pertama yang Hyungseok tangkap dari raut wajah Jaeyeol. bayangan akan ketidak percayaan terhadap kalimat yang baru saja melayang dari sosok tangguh, Park Hyungseok, membuat Jay bahkan tak l...