||4|| LIP

4.3K 276 19
                                    


Happy reading and be happy
Aku kembali hadir, guys
Stay healthy and stay happy, ya
Love you all

Pemuda itu baru saja selesai mandi dan beranjak keluar dari kamar. Rumah besar kakek dan neneknya begitu sepi. Rica sibuk dengan urusan restoran barunya sedangkan sang paman dan bibinya sedang keluar.

"Nenek!"

Daniel menuruni tangga, mencari keberadaan wanita tua itu. Suara keributan dari dapur, membuat langkahnya berderap ke sana. Benar saja, Anin berada di dapur terlihat sibuk melakukan sesuatu.

"Sedang apa?"

Anin terkejut. Wanita itu melempar senyum untuk cucu sulungnya.

"Ini sumbangan untuk korban banjir dari keluarga kita. Nenek mau mengantarnya ke gereja. Apa kamu mau temani nenek ke sana?"

Daniel mengangguk. Dia mengamati dos berisi mie instan serta beberapa bumbu dapur. Juga ada beberapa obat-obatan yang telah disediakan.

"Aku panasin mobil dulu, Nek."

*****

Perjalanan yang ditempuh ke gereja tidak terlalu jauh. Daniel membantu Anin menurunkan sumbangan dari bagasi. Setelahnya, Anin segera masuk untuk bertemu dengan pihak pengelola bantuan.

Sambil menunggu Anin, Daniel bersandar di pintu mobil. Memainkan ponsel sekadar bertukar pesan dengan Rica yang rencananya akan pulang menjelang malam.

Atensi pemuda itu terusik, melihat sekumpulan kaum muda di samping gereja. Mereka terlihat sibuk menata puluhan dos untuk dinaikkan ke sebuah pick up putih. Namun, fokus Daniel lebih tertuju kepada seorang gadis yang terlihat tak asing. Berdiri di bawah pohon mangga sambil bercengkrama dengan gadis lain. Dia gadis yang sama seperti ditemui saat di lampu merah kala itu.


Daniel memerhatikan cukup lama, sebelum gadis itu berlalu karena dipanggil seorang pemuda berkaus hitam.

"Kamu lihat apa?" Anin muncul mengejutkan cucunya.

Putra Rica itu melirik sekilas Anin sebelum menatap sosok gadis yang telah hilang dari pandangan.

"Nek, mereka itu kumpulan apa, ya?"

"Itu kelompok kaum muda gereja sekaligus relawan."

Daniel mengangguk. "Mau langsung pulang?"

"Tentu saja. Atau kita keliling Jakarta dulu?" Anin menaikkan alis, sedikit menggoda putra Rica itu.

"Boleh, Nek."

*****

Femila memerhatikan Serli yang berdiri di sampingnya. Gadis itu terlihat senyum-senyum sendiri, membuat kening Femila berkerut bingung.

"Ada apa?"

"Kamu ingat enggak pemuda di lampu merah saat itu?"

"Yang mana? Terlalu banyak orang kita temui di lampu merah," sahut Femila malas.

"Yg tampan itu. Di mobil mewah merah itu, Mila!" sungut Serli semangat.

Femila terdiam, mulai memikirkan orang yang dimaksud Serli.

"Yang sempat melamun itu?"

Serli mengangguk.

"Kenapa dengan dia?"

Love Is Pain (Sekuel Hopeless)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang