||Part 27|| LIP

2.1K 191 30
                                    


Happy reading and be happy
Setelah sebulan tak update, hari ini aku update ya, guys.
Kuy, silahkan dibaca part 27 ini.
Gimana kesan kalian sama Femila sekarang?
Banyak komen, ya, mungkin aku bakalan double up 🤣😊




Daniel mengikuti langkah Fadli dan Rica yang berjalan di depannya. Pemuda itu memasang wajar datar ketika memasuki sebuah restoran yang menjadi tempat pertemuan dengan calon istrinya.
Dia sudah berusaha berlapang dada, menerima jika Femila bukan jodohnya melainkan gadis bernama Nelsya sesuai perintah dari sang paman.

Mereka masuk ke private room yang telah dipesan. Kedatangan ketiganya disambut Rehan, Ela serta Nelsya.

"Silahkan duduk," ucap Rehan ramah.

Fadli tersenyum. Dia sempat berbasa-basi terkait keterlambatan mereka karena terkendala macet. Daniel sendiri langsung duduk berhadapan dengan Nelsya yang malam ini tampil begitu cantik.

Setelah perkenalan singkat, keenamnya makan dalam diam. Daniel sesekali melirik gadis di depannya yang menggunakan gaun hitam sabrina dan rambutnya dibiarkan terurai. Pemuda itu bisa melihat jika Nelsya seperti sedang gugup dengan lebih banyak mengaduk makanannya tanpa selera. Namun, Daniel bersikap tak acuh karena perjodohan ini dianggapnya sebagai cara untuk melupakan Femila dan cinta mereka.

Soal Femila, gadis itu masih berusaha menghubungi dirinya. Namun, Daniel menahan untuk tak membalas pesan mantan kekasihnya itu. Dia hanya tak mau permasalahan semakin rumit dan menambah dosa, mengingat keinginan Femila yang tak pernah dirinya bayangkan sebelumnya.

"Jadi, bagaimana? Apa pertunangan mereka dipercepat saja?" Fadli membuka suara membuat Nelsya yang semula menunduk segera mendongak cepat.

"Saya rasa itu lebih baik. Mereka bisa melakukan pendekatan setelah pertunangan nanti," jawab Rehan bersemangat.

"Apa itu tidak terlalu cepat?"

Semua menoleh kepada Nelsya. Gadis itu menggigit bibir, merasa kesal dengan keputusan orangtuanya. Dia masih ingin kuliah dan bergerak bebas tanpa memikirkan apa itu sebuah ikatan pertunangan.

Rica mengembuskan napas kasar. Dia juga melihat ada keraguan di balik manik seorang Nelsya. Namun, dia tak bisa melakukan apa-apa saat ini lantaran Fadli sudah mewanti-wanti dari rumah agar Rica tak perlu berbicara selama di restoran. Rica tahu jika Fadli melakukan hal itu supaya mencegah dirinya yang akan berusaha menghambat proses perjodohan.

"Tentu itu waktu yang sangat pas, Sayang. Kamu masih bisa melanjutkan kuliah begitu juga dengan Daniel. Kalian masih bisa sibuk dengan urusan masing-masing. Namun, pastinya harus ingat jika kalian sudah memiliki ikatan," timpal Ela.

Nelsya diam. Dia sudah lelah melakukan segala cara agar perjodohan itu batal. Namun, semuanya percuma. Terlebih sosok yang akan menjadi calon suaminya itu hanya diam tanpa membantunya sama sekali. Sungguh, Nelsya tak kenal Daniel. Ini pertemuan pertama mereka dan dia akui sosok itu tampak. Di samping Daniel itu Rica, yang Nelsya tahu sebagai orang tua tunggal dari calon suaminya. Lalu, Fadli sebagai om dari Daniel.

"Oke baik. Jadi, pertunangan kalian akan dilaksanakan tiga Minggu dari sekarang. Untuk urusan acaranya, biar menjadi tanggung jawab kami dari pihak laki-laki," kata Fadli.

"Saya setuju. Lalu bagaimana dengan Mbak Rica?" tanya Rehan.

"Saya menurutinya saja terlebih untuk kebaikan Daniel dan Nelsya," jawab Rica yang langsung mendapat lirikan dari Daniel.

"Kalau kamu, Daniel?" Fadli beralih kepada keponakannya itu.

Daniel terdiam sesaat. Dia menatap Nelsya yang juga menatapnya. Seolah ada angin berembus mengangkat semua beban hidupnya, Daniel mengangguk. "Saya bersedia bertunangan dengan Nelsya secepatnya."

Saat itu, Nelsya hanya bisa pasrah. Semuanya akan berubah dalam tiga minggu ke depan. Gadis itu tersenyum miris, mengambil ponsel dalam tasnya dan mengetikkan sebuah pesan kepada seseorang.

[Aku enggak pulang lagi ke apartemen.]

*****

Rio menatap bingung kedatangan Abi ke rumahnya. Hari sudah malam, dan tiba-tiba saja adiknya itu datang diantar supir. Terlebih Abi datang dalam keadaan yang menurutnya sedang tidak baik-baik saja. Wajah adiknya itu terlihat lelah tak bersemangat membuatnya penasaran.

"Ada apa?" tanya Rio akhirnya.

"Aku bingung harus gimana lagi sekarang."

"Apa maksudmu? Jika, maksudmu untuk kembali dengan Rica itu sangat tidak mungkin."

Abi mengangguk lemah. "Aku tahu kesalahan yang kulakukan dulu sangat fatal. Rica memang punya hak untuk memilih agar tak kembali bersamaku. Namun, apa aku tak boleh berbahagia bersama putraku sendiri?" Nada bicara pria itu terdengar putus asa dan Rio bisa memahaminya.

"Daniel itu sudah dewasa, Abi. Dia sudah tahu mana yang baik dan tidak untuknya. Di sini, dia pasti butuh waktu untuk menerima semuanya. Jadi, kita jangan terlalu memaksanya."

"Lalu hubunganku dengan Felly bagaimana?"

Rio menatap Abi serius. "Apa hingga sekarang tak sedikit pun kamu mencintainya?"

Abi bungkam. Dia sendiri tidak tahu lagi menjabarkan bagaimana perasaannya kepada Felly. Hubungan mereka sudah bukan seperti suami istri pada umumnya. Namun, sekarang Abi jujur dia menyayangi putrinya itu. Dia bahkan belum bertemu lagi dengan Femila beberapa hari belakangan ini.

"Jika itu dulu mungkin aku mencintai, hingga menyebabkan rumah tanggaku hancur tak bersisa. Namun, sekarang aku sama sekali tak memiliki perasaan apa pun kepadanya kecuali benci."

"Hubungan rumah tangga kalian sudah sangat tidak sehat. Hanya saja, perjuangan Felly selama ini, apa kamu tak bisa mencintainya lagi?"

"Aku sudah tak tahu, Kak. Hanya terlintas dalam benakku sebaiknya hubungan kami diakhiri saja. Felly berhak berbahagia sendiri dan itu adalah tanpa aku."

Rio terkejut, tetapi dia tak bisa memaksa Abi lagi. Semakin lama hubungan rumah tangga Abi dan Felly berlanjut semakin terluka hati wanita itu. Dia juga ingin Felly mendapatkan yang terbaik untuk kehidupan selanjutnya daripada menyiksa hati untuk tetap bersama adiknya itu.

"Bantu aku, Kak. Aku ingin hubungan kami selesai secepatnya agar luka lama itu segera usai walaupun pada akhirnya aku sendiri pun tak akan pernah kembali bersama Rica."

*****

Daniel mengemudikan mobilnya dengan serius. Di samping pemuda itu, ada Nelsya yang duduk dengan fokus ke arah jendela. Keduanya terjebak dalam sebuah mobil yang sama karena permintaan Fadli agar Daniel mengantarkan Femila.

"Apa kamu tidak keberatan dengan perjodohan kita?" tanya Daniel akhirnya.

"Kamu bisa melihat jika sejak tadi aku sama sekali tak menikmati pembahasan di restoran."

"Aku tahu itu, karena aku pun demikian. Hanya saja aku tidak ingin menolaknya."

Gadis itu melirik Daniel. Dia akui pemuda itu tampan sekali, memakai kaus hitam yang dibalut kemeja kotak-kotak merah tak berkancing. "Kenapa? Kenapa kamu tak menolaknya?"

Daniel menoleh. Untuk sesaat keduanya bertatap sejenak sebelum Nelsya memutuskan pandangan singkat itu.

"Ada sebuah alasan yang membuatku tak bisa menolak dan alasan lainnya karena aku tidak ingin mengecewakan Paman dan Mom."

"Apa aku tidak boleh mengetahui alasan itu?"

Gelengan kecil Daniel berikan, lalu pemuda itu tersenyum kecil. "Jika kamu tahu, aku yakin kamu pasti merasa terluka meksipun belum ada cinta di antara kita."

Nelsya tampak bingung. Gadis itu menaikkan alis bingung. "Sepertinya alasan itu kuat sekali."

Daniel tak menanggapi hanya bergumam pelan saja. Selanjutnya tak ada pembicaraan di antara keduanya itu. Hanya keheningan yang meliputi dengan pikiran masing-masing. Hingga ponsel Nelsya berdering beberapa kali membuat atensi sepasang insan itu terganggu.

Dengan cepat Nelsya membuka ponselnya. Wajah gadis itu berubah pucat, saat membaca sebuah pesan dari Femila.

[Terima kasih untuk bantuannya selama ini. Aku minta maaf telah merepotkan kamu. Sekarang aku harus pergi untuk memperjuangkan cintaku walaupun dosa yang harus kutanggung]

Love Is Pain (Sekuel Hopeless)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang