Happy reading and be happy
Semoga suka
Femila meneguk ludah susah payah. Di tangannya, sebuah nampan berisi makan siang serta obat yang dibawakan untuk Abi. Ini bukan kali pertama gadis itu membawakan makanan untuk sang ayah, melainkan sudah berulang kali. Namun, tetap saja dia masih dirundung kegugupannya. Terlebih sikap tak acuh Abi masih menjadi misteri yang belum sepenuhnya terungkap.
Menarik handel pintu, gadis dengan baju rumahan itu perlahan masuk. Menemukan Abi sedang menatap kosong ke arah jendela yang berhadapan langsung ke kolam. Kakinya berderap ke arah nakas dan meletakkan makanan pria itu.
"Ayah, sudah saatnya makan siang." Femila berujar lembut. Walaupun suaranya terdengar gemetar. Ketakutan lebih mendominasi, tetapi tak membuatnya mundur untuk tetap menaruh rasa sayang kepada ayahnya itu.
"Di mana Bunda kamu?"
Seperti biasa, hanya akan mendapat jawaban berubah pertanyaan dengan suara datar.
"Bunda sedang ke bengkel, Ayah."
Tak ada sahutan, dan Femila hanya mengembuskan napas kasar. Ditatapnya punggung tetap Abi di kursi roda, yang ingin dipeluknya erat. Namun, gadis itu tak punya keberanian. Hanya bisa memendam rasa hormat dan sayang untuk sang ayah tercinta yang masih bersikap dingin kepadanya.
"Keluar!"
Femila mengangguk, meski Abi tak melihatnya. Gadis itu tersenyum getir, melangkah dengan lesu keluar kamar pria itu. Sebulir air mata jatuh membasahi pipi, diusapnya kasar. Segera Femila memutuskan pergi mencari angin sesaat. Untuk menghilangkan rasa sakit hati dan kecewa yang mendera dalam dada.
Tujuan Femila adalah taman yang tak jauh dari gereja. Kebetulan, rumah gadis itu letaknya pun tak jauh dari tempat suci itu. Duduk di ayunan, Femila memandang kosong arah jalanan. Sebagai anak luka hatinya begitu berat selama tujuh belas tahun terlahir ke dunia. Harusnya mendapat kasih sayang dari orang tua lengkap, tetapi dirinya sama sekali tak mendapatkannya. Hanya dari Fely serta Rio. Untuk kakek dan neneknya pun jarang, lantaran mereka pindah ke Jogja dan menetap di sana. Lalu untuk saudara dari mamanya, Fely hanya tahu dari sebuah foto yang ditunjukan bundanya. Namun, untuk bertemu langsung belum sama sekali.
"Hai."
Femila terperanjat. Gadis itu menoleh, sedikit bingung menemukan seorang pemuda berkemeja berdiri di sampingnya.
"Kita ketemu lagi."
Gadis itu berdiri, tersenyum kikuk. Sosok yang sekarang berhadapan dengannya, sama dengan pemuda di lampu merah.
"Ya. Ada yang bisa dibantu?"
Daniel tersenyum. Dia lesung pipi terbit, membuat Femila terpana sesaat. Sebelum menggeleng kecil.
"Kebetulan aku lewat sini, dan tak sengaja melihatmu di sini. Beberapa hari yang lalu juga, aku sempat ke sini untuk mengantarkan sumbangan," ungkap Daniel panjang lebar.
Femila bingung harus bereaksi seperti apa. Cara pemuda itu berbicara, seolah keduanya sudah saling mengenal. Padahal mereka tak ayal adalah orang asing.
"Ya."
"Kita belum berkenalan. Namaku, Daniel. Kalau kamu?" Uluran tangan Daniel disambut kaku oleh Femila.
"Femila."
"Nama yang bagus," ucap Daniel melepas genggaman tangan keduanya.
"Aku dengar kamu termasuk anggota kelompok kaum muda gereja di sini." Tanpa sungkan, Daniel mengambil posisi ayunan di sebelahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Is Pain (Sekuel Hopeless)
ЧиклитSTORY 7 ~Kita dipertemukan untuk saling jatuh cinta, tetapi takdir menggariskan masa lalu yang ada tak bisa membuat kita menyatu~ 'Love Is Pain' Cover : pinterest Maumere, 30 Agustus 2021