Happy reading and be happyFemila menikmati segelas susu hangat, ditemani beberapa novel yang berserakan di meja. Duduk di teras rumah sambil menikmatinya embusan angin segar yang menerpa wajah. Rona jingga tanpa membentang di angkasa, bersama kicauan burung yang terdengar saling bersahutan.
Deru mesin mobil terdengar memasuki pekarangan. Seulas senyum terpatri, saat tahu jika sang pemilik mobil adalah Om kesayangannya. Gadis itu beranjak, melangkah berderap menghampiri sosok berkemeja yang baru keluar dari mobil.
"Om Rio!" pekik Femila senang.
Rio tersenyum, memeluk sang keponakan yang sudah semakin besar. Di sampingnya ada sang istri, Sintia yang telah dinikahinya sepuluh tahun lalu. Lalu ada Naya---putri tunggalnya yang baru berusia delapan tahun.
"Halo, Tante." Beralih pada Sintia, Femila ikut memeluk wanita yang berprofesi sebagai perawat itu. Siapa sangka jika hubungan Rio dan Sintia sampai di pelaminan. Sintia yang gencar mendekati Rio, akhirnya mampu meluluhkan sikap dingin pria itu.
"Aunty Mila enggak peluk aku." Bocah itu memasang wajah kesal. Tangan terlipat di bawah dada dengan lucu.
Femila tersenyum lebar. Memeluk dan mencubit gemas pipi Naya. Rio dan Sintia yang melihat itu saling melempar senyum. Anak dan keponakannya begitu akrab dan saling menyayangi.
"Bunda kamu ada?"
"Ada, Tante. Sama Ayah di dalam."
Rio dan Sintia mengangguk, melangkah masuk meninggalkan keduanya.
"Kita main, yuk!" ajak Naya diangguki Femila yang langsung mengajak keponakannya untuk ke kamar.
Sementara itu, Rio segera menuju ruangan khusus Abi berada. Tanpa mengetuk, dia menemukan sang adik yang sedang membaca di atas kursi roda.
"Apa kabar?" tanya Rio. Pria itu memang jarang menemui Abi semenjak menikah dan memiliki anak. Terlebih kesibukannya sebagai dokter spesialis jantung di salah satu rumah sakit swasta di Jakarta.
Abi menutup bukunya, lalu tersenyum tipis. "Seperti yang kamu lihat, Bang. Aku akan tetap seperti ini jika tak bertemu dia."
Rio menghela napas gusar. Tahu ke mana arah pembicaraan yang dimaksud adiknya. Tahu jika pembicaraan ini tak akan ada habisnya, dan hanya membuat Felly sakit hati pria itu bermaksud membawa Abi keluar.
"Kita bicara di luar saja!"
"Ke mana? Kenapa tidak sini saja?"
"Bersiaplah! Sesekali kita harus nongkrong untuk bercerita."
Tak ada pilihan untuk menolak. Lagi pula Abi juga merasa bosan, mengurung diri di kamar. Rio mendorong kursi roda Abi keluar, berpapasan dengan Femila yang hendak menuju dapur. Sementara Felly dan Sintia sudah berkutat di dapur.
"Ayah sama Om mau pergi?"
Abi tak menjawab, segera memalingkan muka enggan menatap Felly. Gadis itu hanya tersenyum dan memahami. Sudah terbiasa dengan sikap tak acuh ayahnya.
"Iya, Mila. Nanti mau dibelikan apa?" tanya Rio lembut.
"Enggak usah, Om. Cukup Ayah sama Om Rio pergi dan pulang dengan selamat aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Is Pain (Sekuel Hopeless)
ChickLitSTORY 7 ~Kita dipertemukan untuk saling jatuh cinta, tetapi takdir menggariskan masa lalu yang ada tak bisa membuat kita menyatu~ 'Love Is Pain' Cover : pinterest Maumere, 30 Agustus 2021