|| 18 || LIP

2.8K 254 13
                                    

Happy reading and be happy

Mengurung diri di kamar, gadis itu meringkuk dalam kesendirian. Femila belum juga pulang ke rumahnya, karena masih diselimuti kesedihan. Seharian penuh, Femila memutuskan untuk tidak keluar dari kamar. Bahkan, gadis itu pun belum memasukkan sesuap nasi ke perutnya.

Pikiran dan hatinya sedang tidak terarah. Ucapan Rio terngiang-ngiang dalam benaknya. Dia dan Daniel masih memiliki hubungan darah, karena mereka berasal dari satu bapak. Sebuah fakta baru yang sangat mengejutkan dirinya.

Awalnya, Femila menolak untuk percaya. Namun, Rio menjelaskan semua yang terjadi, termaksud masa lalu dari kedua orang tuanya. Tak terpikirkan sama sekali jika semua menjadi serumit ini.

Kembali, Femila menangis. Wajahnya sembab dan penampilannya berubah berantakan. Dia mengabaikan puluhan telepon dari Felly yang menanyakan keberadaannya. Lalu, bujukan dari Sintia pun tidak dipedulikannya. Gadis itu membutuhkan waktu untuk menenangkan diri dan mencerna semua yang baru saja terjadi. Walaupun sebenarnya dia bingung harus melakukan apa nantinya.

Jika di dalam Femila sedang dilanda kekalutan, di luar Sintia dan Rio sibuk berdebat. Wanita itu sungguh mencemaskan kondisi keponakannya. Sintia menyayangkan Rio yang langsung mengatakan rahasia terbesar kepada gadis itu. Dia bisa merasakan jika Femila pasti tertekan dan sulit menerima semua.

"Femila belum keluar sama sekali, Mas!" tegur Sintia.

Rio menghela napas lelah. Dia sungguh lelah berdebat dengan Sintia sejak malam itu. Bukan hanya istrinya yang cemas, tetapi dirinya juga. Hanya saja menurutnya, apa yang dilakukan itu sudah terbaik. Dia melakukan hal yang seharusnya sudah lama dilakukan sebelum kejadian tak diinginkan kian terjadi. Namun, sepertinya sudah terlambat dengan mengetahui fakta jika kedua keponakannya saling menjalin hubungan terlarang.

"Mas!"

"Lalu aku harus apa, Sintia? Aku sudah melakukan hal yang benar. Kamu mau jika Femila terluka?"

Sintia menggeleng lemah. "Aku enggak mau seperti itu, Mas. Hanya saja bukan sekarang saatnya."

"Lalu sampai kapan? Terlambat sedikit saja, hal yang tidak diinginkan sudah terjadi. Aku juga tahu, jika Daniel sendiri tidak pernah tahu jika Femila adalah saudaranya. Mengingat Rica yang tak pernah mau jujur."

"Femila dan Daniel pasti sangat terluka, Mas."

"Mau bagaimana lagi? Takdir begitu lucu sekarang." Rio tertawa hambar.

"Lalu kita harus bagaimana sekarang, Mas?"

"Kita harus terbuka sama Abi dan Felly," jawab Rio mantap.

"Akan lebih rumit, Mas," tolak Sintia halus.

"Itu lebih baik, Sayang. Kita harus menyelamatkan Femila dan Daniel. Keegoisan Rica sendiri yang akan membuat putranya ikut terluka."

*****

Felly memegang ponselnya dengan perasaan gundah. Putrinya sama sekali tidak mengangkat teleponnya sejak kemarin. Tidak biasanya Femila bersikap seperti ini.

"Kamu ngapain?" Abi keluar dari kamar sambil mendorong kursi roda.

"Femila enggak ada kabar, Mas. Aku udah coba telepon dia, tetapi Femila sama sekali enggak mengangkatnya."

Love Is Pain (Sekuel Hopeless)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang