jealous 3

6 1 0
                                    

#Radit.

Semakin berusaha menghapus semua perasaan ini, semakin sulit rasanya. Bayangan Megan, perilaku nya, selalu terlintas di benak ku.
Aku yakin perasaan ini hanya sementara. Aku hanya perlu menekankan itu.

Esok hari nya, kami ke sekolah , berangkat seperti biasa. Aku ingin semua berjalan seperti sedia kala.

"Dit, tumben lo diem. Sariawan lo?",tanya Megan.

"Enggak, gw cuma males ngomong aja. Apalagi ngomong sama cewek bawel kaya lo!",jawabku sambil menoyor jidatnya.

"Ish,,, songong bet si.",kata Megan.

"Eh nanti gw mau ke Gramed. Temenin!",kata Megan.

"Ogah banget, lu minta pak Dio aja suruh anter nanti gw naik ojek.",jawabku.

Megan pun hanya cemberut dan menggerutu gak jelas.
Aku hanya tersenyum melihatnya. Ku pikir apakah cara ini akan berhasil? Maksudku cara dengan aku bersikap biasa, apakah aku bisa melupakan semua perasaan ini? Atau ini bisa saja memperdalam semuanya??

#skip.

Kami menjalani kegiatan di sekolah seperti biasa, dan ya Megan pergi ke Gramed dengan pak Dio. Sedangkan aku menunggu ojek di gerbang sekolah. Sesaat ojek datang aku langsung menaikinya. Di jalan tidak henti pak Ojek ngajak ngomong terus. Padahal sejujurnya aku lagi capek banget tapi ya yaudah lah.
Sampai di lampu merah pertama aku melihat sosok yang gak asing di mata ku.
Bima. Dengan seseorang wanita yaa sedikit tua mungkin , sedang berbicara. Aku tidak bisa melihat wajah wanita itu karena posisinya membelakangi ku, sesaat lampu hijau aku langsung pergi meninggalkan tempat.

"Tengteretengtengteng...", Ponselku berbunyi. Telpon dari papa.

"Hallo pa? Apa kabar?",tanya ku antusias, karena sudah lama aku tidak berbicara dengan papa dan mama.

"Baik nak, kamu gimana? Baik? Lagi sama Megan? Di rumah kan?", Tanya papa langsung.

"Kenapa si pa? Baik kok. Aku di rumah cuman Megan tadi pergi ke gramed sama Pak Dio.",kata ku.

"Radit, sekarang kamu jemput Megan, atau kalau gak suruh dia langsung pulang, telpon pak Dio juga!",kata Papa.

"Ehmm, pa. Kenapa si?",kata ku keheranan.

"Udah! Lakuin aja, malam ini Papa sampe indo. Ok. Kabarin papa/ mama kalau kalian udah di rumah. Papa tutup dulu.",seketika telepon ditutup oleh papa. Aku tidak tau, tapi papa terdengar panik. Aku baru saja sampai depan rumah, aku langsung mengeluarkan motor dari garasi ku dan tancap gas ke Gramed.

#Megan.

Aku sedang berjalan melihat lihat buku di Gramed. Pak Dio menunggu di mobil karena katanya mau sambil ngopi di luar. Tiba-tiba ada notifikasi masuk di ponselku. "Nomor tidak dikenal"

"Megi... Ini Bima. Lagi dimana?"

"Ehmm, gw lagi di luar. Ada apa?"

"Gapapa. Kamu udah makan belum? Mau makan di rumah aku?"

"Ehm,, boleh, boleh. Nanti abis ini gw langsung otw."

"Ok. Aku tunggu ya."

Pesan dari Bima. Aku seneng si bisa main. Tapi kejadian tempo hari bikin aku sedikit malu dan canggung. Karena bagaimana pun , aku tau apa yang terjadi hari itu. Aku pun langsung ke kasir membayar buku yang sudah ku bawa di keranjang. Saat aku keluar gramed aku melihat sesuatu yang menarik untuk ku beli di toko aksesoris pria. Aku masuk dan melihat-lihat beberapa barang.

#Radit.

Aku sampai di gramed, tapi aku mencari-cari tidak ada tanda keberadaan Megan disana, aku mengontak Megan tidak di angkat. Lanjut mengontak Pak Dio.

"Halo Pak Dio. Udah pulang?",tanya ku.

"Belum mas, mba Megan belum keluar.",jawab Pak Dio.

"Ok pak, nanti kalo Megan udah keluar kabarin saya lagi ",kata ku langsung dengan cepat menutup telepon. Aku tidak tau apa yang sedang terjadi, tapi mendengar papa panik di telepon membuatku ikutan panik.

Aku terus menelepon Megan. Sampai akhirnya ia mengangkat telepon ku.

"Heh, lo dimana si? Gw di depan mall. Cepetan keluar.",kata ku.

"Apaan si lo.",jawab Megan ketus.

"Lo dimana Megan?", tanya ku lagi sambil masuk kembali ke mall.

"Gw di dalem, udah mau keluar ini.",jawab Megan lagi.

Lalu aku melihat Megan turun dari eskalator, dia pun melihatku. Aku langsung menarik tangan nya dan membawanya keluar.

"Ihhh apaan si lo, Dit.",kata Megan mencoba melepas tanganku.

"Ayo balik, Megan.",kata ku sambil memasangkan helm nya.

"Apaan si? Gak! Lo kenapa si dateng tiba-tiba maksa kaya gini? Gw gasuka ya ditarik-tarik!",kata Megan marah.

"Ok sorry. Nanti gw jelasin di rumah, sekarang ay...",kalimatku dipotong oleh Megan.

"Gak. Gw mau ke rumah Bima.",kata Megan acuh langsung meninggalkan ku.

Aku yang mendengar nya langsung menyusul dan menarik tangan Megan.

"Please, papa yang nyuruh kita pulang sekarang.",kata ku pasrah berharap Megan mau pulang.

"Papa? Ngapain papa nyuruh pulang? Gw udah ada janji sama Bima. Lo kalo mau ikut ya ayok!",kata Megan.

"Megan, please. Balik sama gw. Papa nyuruh kita langsung pulang.",kata ku terus mengekor kemana pun Megan pergi.

"Kenapa?! Kenapa papa tiba-tiba kaya gitu?",tanya Megan sedikit berteriak ke arahku.

"Papa balik malam ini.",kata ku.

"Terus?", Lagi lagi Megan bertanya.

"Terus?!",kata ku mengulangi nya lagi dengan sedikit penekanan.

"Papa nyuruh kita balik, dan ya kita nurut aja.",kata ku.

"Papa balik nya malem kan, gw cuma mampir bentar di rumah Bima. Abis itu gw langsung pulang.", Kata Megan berjalan ke arah mobil.
Dia pun masuk, Pak Dio yang melihatnya juga segera menghampiri kami. Aku langsung memberi Pak Dio kunci motor ku.

"Bapak pake motor saya disana.",ucapku menunjuk motor ku.

"Oh iya mas.",kata Pak Dio.

"Makasih pak.",kata ku langsung masuk ke kemudi mobil. Megan yang terkejut langsung ingin keluar namun pintu sudah ku kunci. Aku langsung tancap gas menuju rumah.

Di jalan lagi-lagi Megan marah, bicara dengan keras dan menyuruhku berhenti. Aku kesal bukan karena ia sangat berisik. Aku kesal karena ia tidak menuruti perkataan ku, atau paling tidak menuruti perkataan papa. Dia justru memilih Bima kekasihnya itu.

Aku hanya diam dan terus membawa mobil ke rumah.













Find youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang