nostalgia

19 4 3
                                    

Singkat cerita kami melewati hamparan sawah yang sangat luas. Benar-benar memanjakan mata. Persis seperti di ftv ftv itu. Hahaha.
Oh ya dulu saat kami mengantar Bima ke rumah, aku belum menceritakan rumah nya.

Sesampainya disana , terdapat rumah dengan ornamen bali dan terdapat kolam ikan di samping rumahnya. Rumahnya tidak beroagar dan langsung menghadap ke area sawah yang luas. Di belakang rumah sekitar 20 m ada kandang sapi. Aku diberi tahu itu oleh Pak Dio.

"Permisi.. Bima...",ucap Radit.
Aku masih sibuk selfie dan memotret pemandangan di sekeliling rumah Bima.

"Bima..",ucap Radit lagi.

Seorang wanita datang bersama Bima membawa ember susu. Penampilan mereka terlihat sangat kotor dugaan ku mungkin mereka baru saja memerah susu sapi.

"Eh mas, mba, Pak. Sudah datang. Maaf ya saya belum beres-beres. Mari masuk dulu.", ucap seorang wanita itu, yang ternyata adalah ibu Bima. Ratih namanya.

"Iya bu Ratih, tidak apa.",ucap Pak Dio lalu kami pun masuk ke rumah.
Rumahnya rapi, bersih dan sangat banyak barang-barang di dalamnya.
Selain itu banyak sekali rak buku beserta buku buku terpampang di ruang tamu. Ruang tamu itu cukup luas , bahkan terlihat seperti multifungsi sebagai ruang keluarga dll.

Setelah bersih-bersih diri, Bima dan ibunya datang membawa kue kukus buatan bu Ratih sendiri, kripik pisang, dan susu sapi yang sudah diolah.

"Makasih bu, ini kamu tadi juga beli martabak buat makan bareng.",ucap ku.

"Makasih banget ya. Maaf cuma ini yang bisa saya buatkan.",ucap Bu Ratih.

"Ibu tinggal dulu ya, ibu mau masak.",ucap bu Ratih.

"Ah iya bu.",ucap ku.

"Bim, Bli Turah mana?",tanya Pak Dio.

"Owh sebentar, lagi di dapur kayanya.",ucap Bima.

Saat Bima berdiri munculah seorang lelaki paruh baya seumuran Pak Dio.

"Eh, kebetulan. Aji dicari Pak Dio.",ucap Bima.

"Wahhh, Bli apa kabar?sehat?",tanya Pak Dio lalu mereka melanjutkan obrolan sambil keluar rumah.

Kami memakan martabak, dan makanan yang disuguhkan oleh Bu Ratih.

"Jalan-jalan yuk.",ajak Radit.

"Kemana ih?gw capek.", ucapku.

"Suasana di sini enak tau, ayo Bim.",ajak Radit.

"Ayo mas saya ajak keliling, ayo mba Megan.",ajak Bima.

"Eihhh, gausah panggil mas mba segala. Bahkan kamu lebih tua dari kita Bim.",ucap Radit.

"Hah? Apa iya?",tanya ku.

"Iya, mba saya lebih tua 2 tahun.",jawab Bima.

"Aishh, udah dibilang gausah pake mas mba. Keliatan tua banget gw. Panggil nama aja ya.",ucapku.

"Iya Bim, santai aja.",timpa Radit.

"Ok, Dit, Megan.",ucap Bima malu-malu.

"Hahaa, ya udah kuy jalan.",kata Radit.

"Gak lah,kalian berdua aja gw mau bantu Bu Ratih aja di dapur.",kata ku sambil menuju dapur.

"Hati-hati, jangan sampe ni rumah lo bakar.",ucap Radit mengejek.

Aku hanya memberikan wajah kesal lalu pergi ke dapur.
Kalau ingin ke dapur kami melewati ruang makan, sangat kecil namun sangan terlihat tertata dan enak dilihat dengan view langsung ke kolam ikan dan sawah. Di sana aku melihat sebuah foto, di atas buffett, ada 5 bingkai foto. Salah satu nya adalah foto anak laki-laki dengan beberapa jerami di tangannya. Memakan kaos putih kebesaran dan terlihat tersenyum, sedangkan di sudut foto ada sebuah tangan anak kecil juga yang tak terlihat lagi tubuhnya. Di pergelangan tangan anak itu terdapat gelang yang terbuat dari jerami.

Find youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang