Hari-Hari Menyenangkan 1

1 1 0
                                    


Aku dan papa bergegas pergi menuju tempat yang bahkan aku tidak tau dimana. Namun aku benar-benar tidak peduli, yang aku inginkan adalah Megan selamat dan kembali pada kami.

Singkat cerita kami tiba di sebuah perkampungan, papa menelepon nomor tak dikenal tadi dan memberi kabar bahwa kami sudah di depan gerbang. Aku sedikit terkejut karena di perkampungan itu dipenuhi lelaki dan perempuan yang memakai pakaian mini. Aku mencoba untuk tidak memikirkan apapun lagi selain membawa Megan pergi dari tempat ini. 

Tak lama kemudian 2 orang wanita dengan rok mini dan tangtop keluar dari sebuah rumah  itu menuju mobil kami. Tidak kusangka salah satu wanita itu adalah Megan. Papa langsung memberikan isyarat untuk membukakan pintu. Megan dan wanita itu masuk tanpa basa-basi papa tancap gas.

"Megan...", ucapku melihat nya. Namun ia enggan melihat kearahku. Aku hanya memberikan jaket ku padanya. 

o iya posisi duduk ku ada di depan.

"Megan, are you okay?", tanya papa sambil terus melaju kendaraan.

Megan tidak menjawab.

"Suryo, kita harus pergi jauh dulu dari sini, ini masih wilayah mereka",ucap wanita itu.

"Ok. Aku akan  membawa kalian ke luar kota malam ini.", jawab papa.

Aku sesekali melihat ke belakang, melihat Megan yang hanya tertunduk tidak berkata sedikitpun menggandeng tangan wanita di sebelahnya. Aku sedikit melihat butiran air mata nya karena pantulan lampu mobil dari depan dan lampu jalan yang kami lewati. Aku ingin memeluknya. Aku ingin menyeka air matanya. 

"Kamu aman Megan. Ada aku disini. Aku akan bersama mu.", batinku dalam hati sesaat kembali menatap ke arahnya. Entah apa dia mendengar isi hatiku, ia ikut menoleh ke arahku walau hanya sebentar.

Sekitar pukul 7 pagi kami sampai di sebuah hotel. Papa memesan 2 kamar hotel untukku dan papa serta untuk Megan dan wanita itu yang lambat laun ku ketahui bernama Lucky. Aku berdiam diri di kamar,sedangkan papa berada di kamar Megan. Aku hendak menyusul, namun sepertinya ada hal yang tidak seharusnya ku ketahui dari mereka. Jadi aku hanya menunggu sambil melihat pemandangan  kota yang ramai dari balkon kamarku.

Tiba-tiba seseorang mengetuk kamar ku. Aku berjalan membuka pintu. Ternyata Megan.

"Megan??",tanyaku saat melihatnya hanya berdiri dan menunduk.

Aku mempersilahkannya untuk  masuk. Di kamar itu kami hanya berdua. Dia masih membelakangi ku dan tidak  berucap satu katapun sampai akhirnya...

"Dia bukan mama",ucapnya lirih seolah menahan tangis.

"Hah?",tanyaku kebingungan.

"Mamaku sudah meninggal, dan..dan g..gw benar-benar menyesal dan merasa bersalah sama lo dan mama,Dit.",ucapnya sesenggukan kemudian ia menangis dan masih membelakangiku.

Aku langsung berjalan ke arahnya dan memeluknya dari belakang. Ia masih menangis, ku balikkan tubuhnya agar menghadap ku, dan ku peluk dia erat membiarkan bajuku basah oleh air matanya yang mungkin sejak kemarin ia tahan. Mengelus kepalanya  dan memeluknya erat seakan tak ingin membiarkan dia pergi lagi.

"Megan... gw sayang sama lo.",ucapku dan tanpa sadar air mata ku mulai menetes entah karena momen itu atau karena kenyataan bahwa aku tidak akan bisa mencintainya lebih dari cinta seorang adik ke kakaknya. Dia terus menangis.

Kami duduk di balkon memandang kota dengan kepala Megan bersandar di bahuku. Aku meraih dan menggenggam tangannya. Kami hanya menghabiskan hari itu sembari duduk di balkon berdua. Aku sangat senang saat itu, bisa bertemu Megan kembali. Aku menengok ke arahnya merapikan helaian rambutnya yang berantakan saat ku lihat wajahnya ternyata ia sedang tertidur. Aku hanya tersenyum melihat wajahnya yang teduh. Hari mulai gelap, aku menggendongnya masuk ke kamar ternyata papa juga masuk ke dalam kamar melihat aku meletakan dan menyelimuti Megan yang tertidur di kasur.

"Radit.",panggil papa.

Aku terkejut dan langsung menoleh.

"Papa mau bicara.", ucap papa mengajakku ke balkon.

"Papa tidak tahu apa yang kamu rasakan saat ini, tapi kamu, Megan sama sama anak papa. Dan mama kamu adalah istri papa. Papa akan selalu menjaga kalian.",ucap papa sambil mengelus kepalaku.

"Pa. Aku tahu itu. Walaupun aku bukan..."

"Jaga Megan dan mama ya akalau papa tidak ada.",ucap papa lagi.

Aku hanya mengangguk, kemudian papa menghampiri Megan yang tertidur dan mengecup keningnya. Ia lalu meninggalkan kamar. Aku juga kembali menghampiri Megan, duduk di atas kasur di sebelahnya, menatapnya dan lagi-lagi tersenyum ke arahnya. Aku mengelus ujung kepalanya perlahan memainkan hidungnya dengan jariku. Mengecup keningnya.




Find youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang