10

583 118 25
                                    


"Apakah semuanya berjalan lancar?"

Yerim menghentikkan gerak jemari, yang sedang mengetikkan deretan kalimat di laptopnya. Ingatannya kembali terlempar akan kejadian kemarin sore.

"Kau sudah mengatakannya? Bagaimana reaksi lelaki itu?" Tanya saeron lagi, terdengar antusias.

Yerim menghela dalam. Menggeleng pelan dengan raut lesu. Membuat saeron mengerut heran melihatnya.

Di suasana lenggang perpustakaan pagi ini. Keduannya memang sepakat untuk menyelesaikan beberapa tugas bersama.

Duduk dibangku pojok ruangan. Sedikit memudahkan mereka untuk bebas mengobrol tanpa takut ditegur penjaga yang biasanya duduk disisi kanan dekat jendela.

"Aku menangis" lirih yerim, mengusap pelan wajahnya.

"Sumpah aku bodoh sekali, karena hanya membuat jungkook melihatku menangis, tanpa mengatakan apapun" rutuknya kemudian.

Kemarin sore, setelah jungkook menyetujui kesepakatan tersebut.

Alih-alih berlatih basket seperti rencana awal. Berada dalam jarak sedekat itu dengan jungkook, malah membuat yerim tak mampu menahan sisi emosionalnya dengan tak henti mengeluarkan air mata.

Rasanya sesak sekali. Merasa sedih mengingat kondisi saat ini sangat berbeda dengan dulu. Meski selipan rasa syukur tak henti ia rapalkan dalam hati mengingat jungkook telah kembali.

Namun melihat lelaki itu yang tak mengingat apapun seolah mereka adalah dua orang asing yang tak saling mengenal, menimbulkan rasa miris dalam hatinya.

Nyatanya waktu tiga tahun lamanya, membuat kepribadian lelaki itu jauh berbeda. Terasa Asing, dingin dan sangat jauh bagi yerim.

Rasa ingin memeluk teramat sangat menyalurkan kerinduan, harus urung dan puas hanya dengan dekat namun berlagak tak dekat.

Saeron menghela pelan, bergerak mengelus lembut punggung sempit yerim, menenangkan.

"Tidak apa rim, kau masih punya banyak waktu. Tidak perlu khawatir. kau juga bisa meminta bantuan ku kapan saja"

kim yerim mengangguk samar menanggapi, "hm, tentu. terima kasih sae"

:
:
:

Udara dingin yang menusuk kulit sebab hujan yang turun cukup deras sore ini, membuat yerim merutuki kecerobohannya yang melupakan payung yang ia siapkan sejak pagi.

Menjelang sore keadaan kampus memang sepi, menyisakan segelintir orang yang sama dengannya-- Menunggu reda hujan, untuk bisa segera beranjak pulang.

Hingga ketika waktu sudah menunjukkan pukul lima sore, rintikan hujan turun semakin jarang.

Menyisakan gerimis kecil, yang membuat yerim dengan sigap memanfaatkan map berbahan plastik miliknya, guna melindungi kepala.

Berlari kecil menerobos gerimis hujan menuju halte depan kampus dengan segera. Tidak ingin sampai ketinggalan bus terakhir.

Namun langkah kecil itu sejenak terhenti dipinggir jalan, tepat beberapa meter sebelum mencapai halte. Sebab, tak sengaja mendapati suara samar anak kucing yang bersahutan.

Wajahnya menoleh kearah sekitar, mencari sumber suara. Hingga akhirnya netra jernih itu menangkap sebuah kardus disisi tanaman liar.

Merasa bimbang untuk beranjak mendekat atau tidak. Menghabiskan sepersekian detik dengan keraguan, akhirnya gadis dua puluh satu tahun itu memutuskan berjalan mendekat.

Matanya dibuat membulat terkejut saat mendapati tiga anak kucing yang ia asumsikan masih berumur kurang dari dua bulan. Kecil sekali.

Mengedarkan pandangan ke arah sekitar. Hanya mendapati pemandangan 'jalanan yang diperuntukkan untuk pejalan kaki' cukup sepi, menyisakan beberapa pengendara yang berlalu lalang dijalanan utama-- sibuk akan urusannya masing-masing.

[5] remember me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang