Racun musim semi

361 37 4
                                    

Cantik dan menawan, dua kata itu menggambarkan sosok yang terbaring menutup mata di hadapan dua laki-laki. Perempuan yang belum sadar itu, tampak seperti peri dengan kain putih berlapis-lapis melilit tubuh kecil rampingnya, kulitnya seumpama porselen mahal yang dipoles halus. Benar-benar tak terlukiskan kata lain.

Naruto mengamati lebih detail, dia yakin orang yang belum siuman ini merupakan perempuan, meski tidak ada ciri-ciri yang menonjol, kecuali leher jenjang yang cuma sedikit terekspos, menunjukkan tidak ada jakun di sana. Selebihnya flat.

Kemudian si pirang menoleh pada Sasuke. "Kau menemukannya pingsan di perbatasan desa?"

"Hn."

Pria dengan mata rinegan di sebelah kiri itu sudah menjelaskan ke Naruto, soal di mana dan kenapa dia membawa orang asing ke desa. Menurut si pemimpin desa, orang seperti Sasuke tidak akan bertindak ceroboh, dengan menyelundupkan orang yang berkemungkinan mengancam desa. Walau ini belum jelas kasusnya.

Namun, apa-apaan ini? Bukan hanya membawanya tanpa izin, dari sikapnya Sasuke sangat ingin menyelamatkan perempuan ini. Aneh bin ajaib sekali.

Tergeletak tak bergerak, tapi tidak ditemukan luka fatal selain racun--- yang masih belum diketahui namanya-- bersarang dan melumpuhkan persendian gadis itu sementara, serta menyerap perlahan kekuatannya.

Dalam situasi hening, pintu dibuka dari luar. Gadis berambut panjang berwarna pink terang masuk, membawa nampan berisi suntikkan juga botol cairan kuning kecoklatan.

"Sakura apa penawarnya sudah jadi?" Sasuke menyerobot cepat.

Menarik keingintahuan Hokage pirang, tidak biasanya Sasuke tampak cemas.

Mengangguk. "Aku akan menyuntikkannya ...." Untuk sesaat Sakura meneliti pakaian pasiennya, kemudian mendesah. "Sebelumnya aku sudah menghitung lapisan kainnya, ada sekitar empat lapis."

Hanya Naruto yang terkejut mendengarnya, orang macam apa yang tahan dengan memakai kain sebanyak itu? Pikirnya. Satu lapis saja kadang sudah terasa panas, ini malah empat. 

"Kalian bisa keluar, aku akan mencoba melepaskan pakaiannya."

Mendengar kata 'melepas' dan 'pakaian', sontak saja pipi dua laki-laki yang ada di ruangan bersemu dan hal itu tertangkap oleh Sakura.

Siku-siku merah muncul dalam iner si perempuan medis. "Kalian ini tidak tahu tempat untuk berpikir kotor, ya?" semprotnya.

Sakura bisa memaklumi Naruto, tapi Sasuke? Bagaimana bisa pria itu juga ikut malu mendengar kata-katanya?

Pria berambut hitam berdehem. "Kalau begitu aku bergantung padamu Sakura." Lantas keluar disusul Naruto yang masih belum bisa menetralisir merah di wajahnya.

Proses memasukkan penawar ke tubuh tidak memakan waktu lama, hanya saja Sakura kesulitan membuka pakaian si pasien. Selain lapisan yang banyak, lilitan di bagian perutnya ternyata tidak mudah diurai. Alhasil, Sakura menghabiskan beberapa menit untuk menanggalkannya. Dia sangat bersyukur bahwa racun yang menjangkit pasien bukan sesuatu yang mematikan, Sakura tidak bisa membayangkan seandainya dia dituntut agar bergerak cepat, untuk memberi penawar guna menetralkan racunnya.

Begitu selesai, Sakura menemui dua teman yang dulu setim dengannya.

"Bagaimana, Sakura?" Lagi-lagi Sasuke yang lebih dulu bertanya.

Gadis dengan tanda hitam di dahi menghela napas lelah. "Sudah selesai, tapi sangat merepotkan."

"Apa dia akan segera sadar?" Kali ini Naruto.

"Aku akan memantau efeknya dulu." 

Beberapa jam seterusnya, Sakura sendiri yang akan menangani pasien tersebut. Sementara Sasuke juga Naruto akan membicarakan ini dengan petinggi desa, termasuk memanggil Kakashi.

Antidote {REVISI}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang