XiaoRen (2)

61 5 0
                                    

"Habisi dia."

Setelah perintah itu keluar dari mulut JinRen, ledakan kuat melonjak dari sosok yang baru saja datang. Dia dengan beringas melawan Sasuke.

"Kau!" Naruto menggeram cakar-cakar tajam mencuat dari kukunya, sekali lagi jubah cakra oranye menyelimuti dirinya. 

Ia memunculkan beberapa klon dan serentak bergerak melawan. Sama halnya Naruto, pria bermarga Xu itu juga memunculkan sosok lain, tetapi bukan bayangan dirinya melainkan mayat hidup pemakan daging yang lebih lincah dari makhluk-makhluk sebelumnya.

Tidak hanya menyerang Naruto, mereka juga merangsek pada Gaara dan Shikamaru. Pertarungan tak terkendali pecah. Kendati mereka bukan lawan kuat bagi Naruto, jumlahnya yang tak kunjung habis, cukup merepotkannya.

Kini tersisa Xiaoshen, Neji serta Kakashi yang terluka. Perempuan itu beranjak untuk menghampiri Kakashi, cahaya putih muncul di telapak tangannya lantas sebuah tabir turun melingkupi tubuh Kakashi.

"Tetap di sini sampai lukamu membaik," tuturnya.

"Kau menggunakan energi yang terbatas untuk orang lain? Ha Ha, Shizun, kau sangat baik."

"Aku tidak memiliki murid sepertimu." Kata-kata itu tajam dan beracun, telak membungkam omong besar JinRen.

Xiaoshen membuka kipasnya. Namun, sebelum ia bersiap untuk maju, sosok tinggi menghadang jalannya.

Neji berdiri dengan kunai di tangan, memunggungi perempuan yang sudah lama tinggal seatap dengannya. "Fokus untuk menyembuhkannya dulu, aku yang akan mengulur waktu."

Jelas Neji tidak mungkin diam saja, memakai kekuatan untuk menolong orang lain, lalu bergerak pula melawan musuh. Dia sudah melihat sendiri ketika Xiaoshen memaksakan diri. Tidak tahu bagaimana dirinya harus peduli, tetapi melihat Xiaoshen terluka itu membuat dia teringat kenalan lama.

"Istilah 'kemana pun Jiang Xiaoshen pergi, seperti kumbang dan lebah selalu mengikuti bunga' benar-benar pantas untukmu, A-Shen."  JinRen membuang pedangnya dan beralih pada sabit hitam.

Ujung sabit itu runcing, bagian tajamnya memancarkan kilau perak yang nyaris tranparan. Bilahnya memantulkan wajah-wajah buruk rupa yang seolah berteriak. Mulut-mulut itu terbuka lebar seakan-akan siap melahap siapa pun.

Sabit Jiwa, senjata terlarang yang banyak memakan jiwa-jiwa manusia.

"Aku akan memberimu waktu, jika kau tidak segera datang ke sisiku. Aku pastikan orang-orang di desa ini akan bernasib sama seperti desa-desa yang kau tolong dulu."

Mendengarnya, Xiaoshen tidak bisa berbuat apa pun selain membatu. Ia menjelma menjadi patung dan tanpa sadar menahan napas. Telinganya tidak berani mempercayai sesumbar itu.

"Terutama Sasuke, hidupnya tidak akan aku biarkan aman dan matinya takkan kubuat mudah."

"Cukup omong kosongnya." Sambar Neji tidak lagi bersabar.

Kali ini JinRen menghadapi dengan serius. Merasa kesal karena terus menerus di halangi. Dia juga terlalu banyak meminum cuka oleh sikap-sikap sok pahlawan orang-orang ini, yang berlaga ingin melindungi Xiaoshen.

Tangan Xiaoshen terkepal kuat, di satu sisi dia marah, di lainnya ia merasa bersalah dan gagal. Sebagai guru, dia tidak berhasil mendidik muridnya hingga jatuh kejalan hitam.

"Xiaoshen." Kakashi memanggil.

Dia tidak menyahut, hanya berkata seperlunya. "Aku akan menyembuhkanmu."

"Aku sudah lebih baik, ini bukan luka serius."

Diam, Xiaoshen tidak beranggapan. Enggan berdebat atau banyak bicara. Dia hanya menyalurkan sedikit demi sedikit energinya.

"Dia muridku, setelah semua ini selesai, aku harap kalian mau mengabaikannya. Aku sendiri yang akan bertanggung jawab."

Untuk beberapa alasan Kakashi memilih diam, retina kelabu itu menatap dalam sosok di depannya. Ini seperti de javu, bagaimana pun Kakashi pernah merasakan kegagalan sebagai seorang guru. Ia melirik Sasuke, muridnya itu masih melawan sosok merah yang tidak gentar oleh pukulan-pukulan agresif.

Kakashi, dulu dia juga pernah gagal menghentikan Sasuke dalam ke tersesatan. Selama itu, dalam ketenangan yang palsu, dia menguatkan dua muridnya yang lain.

Bagaimana dia bisa begitu santai, sementara harusnya bertanggung jawab akan Sasuke?

Kakashi hanya pandai menutupi emosinya, sebagai mantan anbu dan shinobi dengan gelar berdarah dingin. Hal-hal seperti menutupi perasaan adalah keahliannya.

Ia kemudian menggeser mata pada Xiaoshen lagi. Perempuan itu menggigit bibir bawahnya, entah mencoba meredam kesakitan yang kini menggerogoti setiap inci sel atau untuk menyembunyikan isak tangisnya. Pertahanan terakhir, karena air matanya tidak akan terlihat.

"Jangan menyalahkan dirimu."

Kata-kata itu membuat Xiaoshen menengadah, penglihatannya seolah bisa menembus kain putih di mata. Menerobos dan menatap langsung mata Kakashi yang tampak sungguh-sungguh mengutarakan. Xiaoshen merasakan ketulusan, kesedihan, kepedihan dan keputusasaan yang sama.

"AAARGGHH!!!!"

Sepasang guru itu terkesiap dan reflek menoleh pada asal teriakan.

Di sana, tangan serta kaki Sasuke dan Naruto dibelenggu oleh rantai hitam kemerahan pada sebuah pasak, keduanya melayang puluhan kaki di udara. Tulisan-tulisan yang terbuat dari darah melumuri seluruh badan mereka. Baik Susano'o maupun jubah cakra juga disegel kuat.

"Naruto! Sasuke!"

Yang melihat bukan hanya mereka yang masih di pelataran kantor Hokage, tetapi hampir seluruh orang yang masih bertahan menghadapi serangan mayat hidup pun melihatnya. Termasuk Sakura dan Hinata yang bergetar karena tangis, melihat orang yang dicintainya dalam bahaya. Tanpa pikir panjang keduanya berlari ke tempat semua itu terjadi.

"Apa yang terjadi?" Xiaoshen bertanya panik. "Sasuke, dia kenapa?"

Dentang pedang dan suara tubuh terbanting lagi-lagi membuat Xiaoshen menggigil.

Neji mengerang tertahan, dia yakin ada tulangnya yang patah.

"Neji?!" Xiaoshen menoleh ke arah bunyi tersebut. "Xu JinRen adalah aku yang kau cari, tidak perlu menyakiti orang lain."

Tawa menggelegar seperti gong perang itu membelah cakrawala. "A-Shen, aku tidak menyakiti siapa pun. Mereka yang menyerangku lebih dulu. Aku hanya membela diri."

Kemudian dia mengulurkan tangan. "Ayo, ikut aku. Setelah itu, semuanya akan lebih baik, setidaknya mereka akan mati tanpa menderita lebih lama."

Xiaoshen tidak menggubris, dia membuka telapak tangannya dan bergumam. Pedang yang masih berada dalam sarungnya muncul digenggaman. Xiaoshen menarik senjata, seketika gelombang putih hijau terpancar. Itu sangat cepat yang bahkan sulit dihindari oleh JinRen.

Laki-laki itu terdorong mundur, sabetan diagonal terukir di dadanya. Cairan kental yang tersamarkan oleh pakaian hitamnya, merembes dari cela menganga di bagian yang terluka.

"Xu JinRen, kau memalukan."
.
.
.
.

Tempat tersembunyi, 20 Februari 2022

Antidote {REVISI}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang