Perasaan Mata Pedang Konoha

64 5 8
                                    

Awan kelabu meninggalkan bulan, membuka celah cahaya untuk kegelapan. Keranapan memeluk malam, membawa kenyamanan bagi mereka yang terlelap.

Neji menengadah, lurus menatap batu putih bercahaya di langit sana, hingga memantulkan riak gelombang di lavendernya. Mata jernih bak tetes air menggenang, Neji menutupnya perlahan. Membiarkan gemuruh di dadanya surut. Kepalan tangan menguat, meremas kasar secarik kertas di dalamnya.

"Xiaoshen."

Seminggu lalu Xiaoshen di antar Sasuke pulang. Pada hari itu dia tidak sengaja mendengar obrolan keduanya, mengenai Sasuke yang ingin menikahi Xiaoshen. Neji kini mengerti kenapa pria Uchiha itu menentang usulan Sakura. Namun, agaknya teman serumah Neji masih belum bisa memutuskan dan meminta Sasuke menunggu.

Selama Sasuke pergi dalam misi pelacakan JinRen, Xiaoshen sama sekali tidak tampak seperti dirinya. Neji mengamati diam-diam, kadang mendapati gadis itu tersedu sendiri. Tidak tahu apa yang memberatkan hati gadis rapuh tersebut, saat-saat seperti ini Neji bersyukur bahwa kehadirannya belum sepenuhnya dikenali Xiaoshen. Dia akan berdiri tidak jauh, memandangi punggung yang bergetar atau kadang dari ambang pintu Neji akan memperhatikan Mantan Tahanan Rumah itu yang tengah berdiri di bawah pohon tatebuya.

Sering melihatnya tampak linglung, kadang terbesit oleh Neji mengenai lamaran Sasuke. Neji tidak tahu apa jawaban Xiaoshen nanti, dia juga tidak ingin ikut campur.

Namun, sekarang dia mendapatkan jawabannya. Secarik kertas yang Xiaoshen tinggalkan di samping bantal tidurnya.

"Kesalahanku tidak memberitahu rencana pernikahan Rokudaime-sama padamu."

Neji berbalik hendak masuk, tetapi tertahan tiba-tiba ketika kelopak bunga tatebuya beterbangan di sekelilingnya. Lalu tidak tahu dari mana, suara Xiaoshen mengalun dalam embusan angin.

"Temui aku diperbatasan."

Tanpa keraguan berarti, Neji melesat lebih cepat dari pada angin. Melompati atap-atap rumah dengan ringan tanpa menimbulkan suara, kemudian melompat memasuki hutan.

Cahaya bulan menyusup melalui dedauan, sosok putih yang dihujani rintik rembulan memainkan guqin kaca lima senar yang dipanggil melalui energi spiritual. Daun-daun berguguran seolah-olah menari di sekitarnya, luruh juga terombang-ambing.

Menakjubkan seumpama dewi langit tengah turun untuk bermain melodi.

Di mata Neji juga terlihat demikian. Betapa wajar mereka mengira dia juga akan terpikat oleh sosok ini, sungguh pesona yang tak bisa dibantah oleh fakta apapun.

"Xiaoshen, bagaimana kau bisa begitu mirip dengannya?" Hati Neji mendesis lara.

Menemukan sosok yang menyerupai orang lain di masalalu, tidak membuatnya menjadi lebih baik selain merasa ditikam oleh ribuan jarum beracun. Menyiksanya untuk tetap terkubur dan berlinang darah oleh penyesalan.

"Neji? Kau kah itu?"

Pria yang baru datang bergumam. "Kau sudah bisa mengenaliku?"

Xiaoshen diam dengan bibir terkatup. Ada ekspresi rumit di wajahnya. Orang lain mungkin tidak akan sadar, tapi Neji sudah lumayan lama tinggal dengan gadis ini. Matanya tak bisa dibaca karena dihalangi kain, tetapi roman wajah Xiaoshen selalu jujur. Gadis itu, saat mulutnya tak bisa berkata, maka ekspresi akan mewakilinya. Agaknya, selain Sasuke, Neji adalah orang kedua yang dapat membaca pikirannya.

"Begitu, ya. Sejak kapan kau bisa mengenaliku?"

Xiaoshen memalingkan diri, lalu bergumam lembut. " Sudah lama, sejak kau mengizinkanku berlatih di arena latihan tiga."

Bulu mata Neji sedikit bergetar, dia terkejut bahwa itu sudah cukup lama. "Tak kusangka selama itu, padahal kau bilang butuh waktu untuk mengenali aura orang lain, tapi hari itu bahkan belum ada satu atau dua minggu."

Antidote {REVISI}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang