Hai, ini cerita pertamaku, jadi mohon dimaklumin ya kalau ada alur yang nggak jelas, atau typo yang sudah pasti bertebaran.
Buat yang udah mampir, terimakasih ya. Enjoy bacanya, semoga kalian suka!🤗
Happy reading!
Suara gemercik air yang turun dari langit menjadi alunan merdu bagi seorang gadis yang tengah duduk sendiri di halte. Hujan yang lebat membuat matanya terpejam dan menghirup nafas dengan perlahan, meresapi rasa kesal yang ia tahan sebab jemputan yang ia tunggu tak kunjung datang.
Dalam radius lima puluh meter dari tempat ia berteduh sekarang, alis Sahna mengkerut dalam kala indra penglihatannya lagi-lagi menangkap seorang wanita tua yang terus memperhatikannya, kali ini keadaannya lusuh dan basah, wanita itu memegang sisi pohon besar yang ia gunakan untuk menutupi sebagian tubuhnya.
Meski ini bukan kali yang pertama ia diperhatikan oleh wanita itu dengan sangat lekat dari kejauhan, namun rasa penasaran selalu membuat Sahna menerka-nerka, siapakah wanita itu?
Saat manik mata Sahna bertubrukan dengan manik mata wanita tua itu, dengan cepat wanita itu spontan berlari menjauh, hingga indra penglihatan Sahna tak lagi dapat menjangkau keberadannya.
Sahna bingung, ia tak mengerti maksudnya, namun ia ingin sekali tahu apa maksud wanita tua tadi. Dengan lesu Sahna mengela nafasnya, Sejujurnya Sahna ingin mencari tahu, tetapi niat itu selalu ia urungkan, sebab, banyak orang yang mengatakan bahwa wanita tua itu adalah orang gila yang suka mengejar.
Setelah setengah jam ia menunggu dan hampir mati karena kebosanan, akhirnya supir pribadinya sampai.
"Maaf Non, tadi ban mobilnya bocor makanya lama," ujar mang Supri dengan aksen sundanya yang kental.
*****
Sampai di rumah, Sahna melangkah memasuki rumah tanpa melepas sepatu, padahal sepatunya basah. Ia yakin, sebentar lagi pasti ada yang mengeluh melihat tingkahnya. Sahna tersenyum jahil.
"Yaampun, sepatunya dilepas dulu, cantik. Basah loh itu, nanti nenek marah gimana hayo," ujar bi Jumi dengan logat Jawa yang khas.
Sahna cengengesan menatap Jumi. "Hehe, sebenernya nggak apa-apa, sih. Kan Bibi yang dimarahin, bukan Sahna."
Jumi menghela nafas, lalu mengulas senyum simpul.
"Nenek di taman tuh, lagi misuh-misuh karena hujan campur angin tadi, kebun bunganya pada rusak," ujar bi Jumi memberi tahu saat melihat Sahna clingak-clinguk.
Nenek Ani yang merupakan pecinta bunga tingkat akut, tentu akan sangat uring-uringan saat tamannya rusak.
"Oke, aku meluncur ke taman." Sahna langsung lari menuju taman yang letaknya ada di bagian belakang rumahnya.
"Sepatunya, Non!" Tegur Jumi sekali lagi, sembari menodongkan sapu yang ada di tangannya, dengan wajah masam yang dibuat-buat.
Sahna terbirit sembari terkikik lucu.
Sahna sudah sampai di taman belakang, matanya mulai menelisik dimana keberadaan nenek kesayangannya itu.
Nah! Itu dia. Nenek Ani sedang mencuci tangan rupanya.
"Udah selesai, Nek?" tanya Sahna menghampiri neneknya.
"Eh!" Nenek Ani menatapnya horor. Setelahnya ia mencubit lengan Sahna gemas.
"Ngagetin aja!"
Oknum yang menjadi tersangka langsung menyengir lebar bagai kuda.
"Yah, Nenek udah selesai, padahal Sahna mau bantu." Bantu doa, lanjutnya dalam hati.
"His! Nggak usah ngangkatin batu," larangnya, matanya menatap Sahna tajam.
Sahna hanya mengangguk sembari tersenyum, setelahnya ia memeluk sang nenek dengan erat. Pendengaran Nenek Ani sudah tidak setajam saat ia masih muda, semua dapat terjadi tentu karena faktor usia.
******
Ponsel Sahna berdering. Di layar tersebut tertera dengan jelas sebuah nama yaitu 'Ayang♡' setelah panggilan yang tak terjawab itu berakhir, mucul sebuah notifikasi bahwa orang tersebut telah menelpon sebanyak empat kali. Sayang sekali, meski sang ayang menelpon hingga sepuluh kali pun, tak akan mungkin direspon oleh pemiliknya, sebab Sahna sedang konser dadakan di kamar mandi.
Oke, mari kita hapus opini tadi. Sebab itu tak berlaku bila ada orang lain di kamar Sahna.
Ponselnya berdering, lagi.
"By, maaf ya aku tadi nggak jadi jemput. Kamu tau, kan, aku lagi ngegym bareng Dino," cerocos panjang di seberang sana saat panggilan telpon telah terhubung.
Tidak ada jawaban yang terlontar, membuat yang diseberang sana ketar-ketir.
"By, jangan ngambek, dong. Ini semua demi kamu loh, supaya kamu bangga punya pacar yang perutnya kotak-kotak kayak aku." Nadanya kini terdengar setengah merengek.
Cih! Bangga apanya, memangnya setelah nikah cukup dikasih makan dengan perut kotak-kotaknya itu? Sahut dalam hati seseorang yang menjawab telpon tersebut.
"Sahna yang cantik, imut, nan jelita, meski kamu ngambek, malem ini aku tetep dapet jatah kan?" Wah! Tidak beres. Masih sekolah sudah main jatah-jatahan.
"Jatah apa? Ini saya, Andri. Kalau mau jatah dari saya, langsung kerumah aja," ucapnya dingin, setelahnya Andri langsung mengakhiri panggilan tersebut tanpa menunggu jawaban dari penelpon.
"Hah! Maksud saya jatah sleepcall, Om!" pekiknya kaget saat mendengar suara calon mertuanya.
"Aelah malah dimatiin."
*****
Sahna dan nenek Ani sedang asyik menikmati brownies yang baru saja mereka buat, ditemani dengan segelas teh hangat dan layar televisi menyuguhi tayangan si kembar berkepala botak.
Keduanya begitu enjoy.
Nenek Ani menyipitkan matanya, mencoba mengingat pembicaraan apa yang terlintas dalam benaknya barusan.
"Na, kamu kangen nggak sama ibumu?" Nenek Ani membahas sesuatu yang sensitif bagi Sahna.
Sahna tersenyum getir, jawaban apa yang harus ia lontarkan? Seketika brownies manis di hadapannya menjadi hambar.
"Kangen banget, Nek."
Nenek Ani menghela nafas, mengaduk-aduk pelan teh manisnya, rasa bersalah datang saat melihat perubahan raut wajah cucunya.
"Kalau ibumu masih ada di dunia ini, kamu bakal gimana?" tanya nenek Ani.
Senyum manis terbit di wajah Sahna, matanya menerawang penuh binar, seolah semua itu akan terjadi. Namun tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya.
Sedangkan dimalam yang sama, namun ditempat yang berbeda, seseorang gadis sedang mendengus sebal. Menunggu gebetannya yang menjauh sebentar,mau menelpon seseorang katanya.
"Udah belom nelponnya?" tanyanya mengerucutkan bibir saat melihat sosok itu mendekat kearahnya.
"Udah, let's go, mau kemana lagi?" Ia bertanya sembari mengusap halus pipi gadis yang kini bergelayut manja dilengannya.
Bukannya menjawab, gadis itu malah berceloteh lain. "Lo tuh, coba kalo hari ini nggak ujan, mana ada waktu lo buat gue!"
TBC♡
Jangan lupa pencet bintang di pojok bawah sebelah kiri☆
KAMU SEDANG MEMBACA
Sahna ✓
Teen Fiction[SELESAI] [SEDANG DALAM TAHAP REVISI] Kamu tau bagaina rasanya memiliki pacar yang di rebut oleh sahabat sendiri? Alih-alih dendam, Sahna lebih memilih untuk mengikhlaskan. Tidak semudah itu untuk rela, hanya saja Sahna tidak ingin tenggelam dalam...