34.

85 30 205
                                    

Happ reading.

Minggu yang ceria, matahari bersinar cerah, memberi kehangatan pada bumi yang dihuni oleh manusia, memberi secerca harapan untuk mereka yang hampir menyerah.

Minggu ini, Oca merencanakan sesuatu. Sesuatu besar dalam hidupnya, sesuatu yang menyangkut ia dan janinnya. Meski ini terdengar bodoh, namun Oca sudah membulatkan keputusannya, dan itu mutlak baginya.

Oca turun dari mobil hitam miliknya dengan mengenakan dress selutut berwarna hijau mint, dipadukan dengan sneakers putih yang menjadi alas kakinya.

Oca turun dari mobil hitam miliknya dengan mengenakan dress selutut berwarna hijau mint, dipadukan dengan sneakers putih yang menjadi alas kakinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Kaki jenjangnya mulai melangkah memasuki sebuah gedung yang terdiri dari lima lantai, caffe sunrise. Seseorang sudah duduk manis di pojok sana, menunggu dirinya. Izar.

"Udah lama?" tanya Oca sembari menarik kursi yang akan ia duduki.

Yang ditanya mendengus sebal, "Lo ngaret."

Oca kembali berdiri, lalu memperketat dressnya, sehingga kandungannya yang berusia lima bulan terlihat jelas. Senyum manis ia tampilkan saat Izar menatapnya dengan raut bingung.

"M-maksudnya?" Terbata. Izar bertanya dengan terbata.

Oca terkekeh pelan. "Ini anak lo," tuturnya sembari menunjuk perut buncitnya.

Raut Izar berubah panik. "Katanya aman?"

"Kenapa? Lo nggak mau mengakui dia sebagai anak lo?"

Izar terdiam. Beberapa macam hidangan dihadapannya tidak lagi menggiurkan, nafasnya tercekat di tenggorokan, jantungnya terasa berpacu melebihi batas normal. Jadi ini maksud dari pertanyaan Sahna beberapa hari yang lalu?

"Ini ... beneran anak gue?" tanyanya lirih.

Oca tidak menghiraukan pertanyaan yang terlontar dari mulut Izar. Ia kembali duduk di kursinya, hidangan di depannya banyak dan menggiurkan, tidak ada salahnya kan ia makan?

Oca memanyuapkan dua tusuk sate sekaligus kedalam mulutnya, Ia menusuk potongan lontong lalu melumurinya dengan bumbu sate. Jus jeruk menjadi teman makannya, membuat ia berkali-kali lipat menikmati makan kali ini.

Sedangkan Izar bingung harus berbuat apa. Apa yang harus ia lakukan? Perut Oca sudah sebesar itu. Melihat Oca makan dengan lahap sembari terus mengelus perutnya membuat hati Izar terenyuh.

Apakah ia benar-benar akan menjadi seorang bapak diusia muda? Rasanya Izar ingin menangis.

Suara Oca bersendawa menyadarkan Izar dari lamunannya.

"Kenapa? Lo takut gue mintain pertanggung jawaban?" tanya Oca sembari mengelap mulutnya dengan beberapa lembar tisu.

Izar membisu.

Setelah beberapa saat akhirnya mulutnya melontarkan sebuah kalimat. "Gue bakal tanggung ja--

Tawa Oca meledak seketika. Renyah sekali. Membuat Izar mengerutkan keninggnya, apakah Oca tertawa bahagia karena ia akan bertanggung jawab? Padahal ia belum menyelesaikan ucapannya.

Sahna ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang