[18]

98 51 49
                                    

´꒳'Happy reading∘˚˳°

✿Enjoy ya・▽・

Sahna berjalan dengan cepat, meninggalkan ketiga sahabatnya dan mantan kekasihnya. Saat tiba di rumah, ia mulai melampiaskan kekecewaan nya pada pintu rumah tak berdosa, dengan kekuatan penuh ia menutup pintu dengan kasar.

JDAR!

"Astaghfirullah kaget!" kompak Usi, Dhea, dan Zahra mengucap istighfar, yang berjalan jauh di belakang Sahna.

Saat mereka bertiga memasuki rumah, pemandangan yang mereka lihat adalah Sahna yang menenggelamkan wajahnya dengan tubuh yang terduduk dan bersandar di sofa.

"Na, pindah yuk. Nangis di kamar aja, biar kalau lo ketiduran kita nggak ribet mindahin badan lo," ucap Dhea dengan lembut.

Sontak Sahna mengangkat kepalanya seraya mendelik, membuat Dhea langsung gelagapan.

"Engga, becanda elah. Maksud gue biar ntar lo tidur nya bisa langsung nyaman, hehe."

Dengan tenaga yang tersisa 0,1% Sahna bangun dengan susah payah, dan berjalan dengan menghentakkan kakinya kuat. Sehingga gesekan antara lantai dan sandal menimbulkan suara yang cukup nyaring, kalau didengar-dengar suara antara lantai dan sandal, keduanya seperti sama-sama mengeluarkan suara menjerit. Seolah bertanya salah lantai dan sandal apa? mengapa merek diinjak dengan keras.

Melihat Sahna sudah menghilang di balik pintu kamar, ketiga nya bernafas lega. "Huh. Untung langsung nurut."

"Lagian lo goblok banget sih Dhe, tau Sahna lagi galau malah digituin." Protes Zahra melihat kelakuan Dhea.

"Santuy sist! Putus cinta itu soal biasa, nggak perlu sedih lama-lama," ucap Dhea dengan nada remeh.

"Oh ya? Emang lo pernah putus cinta?"

"Enggak sih. Hehe."

Setelah Sahna memasuki kamar, para sahabatnya bisa bernafas lega. Tetapi tak lama kemudian, bukannya tidur Sahna malah merancau dan mengumpat tak jelas, Usi, Dhea, dan Zahra pun mau tak mau menemani Sahna menangis hingga jam tiga dini hari.

*****

Usi keluar dari toilet wanita yang letaknya tidak terlalu jauh dari kelas nya. Sendiri saja, karena ketiga sahabatnya sedang presentasi pelajaran Matematika di kelas. Ia pun enggan mengajak Oca, karena Usi paham betul siapa yang salah dan siapa yang benar.

Saat hampir melewati ruangan kepala sekolah, ia melihat seorang murid lelaki keluar dari ruangan tersebut. Tidak terlihat wajahnya, Usi juga sepertinya tidak mengenalinya. Dengan pandangan lurus kedepan, ia melewati siswa tersebut, akan tetapi tiba-tiba pergelangan tangan nya dicekal.

Dengan perasaan bingung, Usi membalikkan badan nya. Melirik sang pelaku yang memegang pergelangan tangan nya tanpa izin.

"Ih!" Usi menyentak tangannya kuat.

"Lusianna," panggil siswa tersebut.

"Ha?"

"Lo Lusianna kan?"

Usi tak menjawab.

"Name tag lo. By the way gue Raffa," ujarnya sembari menyodorkan tangan.

"Oh, iya juga ya," jawab Usi polos sembari melihat name tag yang terpasang di baju seragamnya.

"Tolong anterin gue ke kelas XI IPA 4 dong,"

"Ayo, kebetulan gue juga kelas XI IPA 4."

"Ada yang ingin ditanyakan?" tanya Sahna kepada teman sekelasnya. Dhea dan Zahra sudah ketar-ketir, takut ada yang bertanya dan mereka lah yang bertugas menjawab, sedangkan tugas Sahna mempresentasikan. Dilihatnya satu persatu, tidak ada yang mengangkat tangan membuat keduanya bernafas lega.

Sahna ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang