Happy reading.
Setelah menunggu beberapa menit, Sahna menaiki sebuah angkot. Sialnya, angkut yang ia naiki penuh sehingga ia harus berdesakan dengan penumpang lain. Sahna mengabaikan suara riuh para penumpang, jantungnya berdegup kencang.
Hari ini Sahna akan kerumah Andri, ayahnya. Ini adalah kali pertama ia mendatangi rumah itu setelah beberapa bulan ia meninggalkan rumah bersama ibunya, diiringi dengan senyum sinis yang terpatri di wajah Rima tentunya.
Sahna turun dari angkot, ia meyakinkan hatinya untuk memasuki rumah itu. Kenangan yang melekat pada setiap inci rumah mulai menyapanya.
Sahna mengetuk pintu, menunggu penghuni rumah ini membukakan pintu untuknya. Tak menunggu lama, pintu terbuka, menampilkan seorang lelaki yang rambutnya sudah mulai memutih, ayahnya.
Kantung mata Sahna mulai bergetar tanpa meminta persetujuan dari pemiliknya. Sekuat tenaga ia menahan agar cairan bening itu tidak tampak. Rindu dan kecewa menjadi satu, namun rasa kecewanya tentu lebih dominan.
Dengan segera Sahna mengalihkan pandangan. "Aku mau ambil barang-barangku yang belum aku bawa," ujarnya. Berharap sang Ayah segera menyingkir dari pintu yang hanya terbuka setengah.
"Jangan Nak, yang di sini biarin aja, kalau kamu minep di sini nanti nggak usah bawa barang-barang," cegah Andri. Ia bingung bagaimana harus bersikap di hadapan putrinya. Sungguh, ia sangat ingin memeluk Sahna, namun apakah ia masih ada hak untuk itu?
"Aku nggak mau minep di sini."
"Kapan-kapan, sayang."
"Nggak akan," balas Sahna penuh penekanan.
Hati Andri berdenyut sakit melihat keasingan yang tercipta antara ia dan putrinya. Andri menyingkir pasrah.
Sahna memasuki kamarnya, mengambil koper besar berwarna salem yang ia simpan dalam lemari.
Tangannya dengan gesit memasukkan sisa bajunya, air matanya mengalir deras. Sejak beberapa menit yang lalu ia sudah bertahan, kini saatnya ia dilepaskan. Sahna harap, air mata ini mampu meringankan sesak di dadanya.
Setelah selesai dengan urusannya, Sahna keluar dari kamarnya.
"Eh, ada anak tiri." Suara dari ruang keluarga menghentikan langkah Sahna. Ia membalikkan badannya, menatap datar wanita yang kini sedang duduk santai di sofa. Itukan sofanya Sahna, dasar sialan! Perutnya yang membuncit membuat hati Sahna semakin sakit bak diremas sekuat tenaga, ayahnya keterlaluan.
Sahna melanjutkan langkahnya, ia muak melihat semua kenyataan di rumah ini. Setelah hari ini, ia tidak akan pernah lagi melangkahkan kakinya di sini.
Setelah kepergian Sahna, Andri datang dari arah dapur, di tangannya ada tiga gelas jus jeruk yang berdiri di atas nampan yang ia pegang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sahna ✓
Teen Fiction[SELESAI] [SEDANG DALAM TAHAP REVISI] Kamu tau bagaina rasanya memiliki pacar yang di rebut oleh sahabat sendiri? Alih-alih dendam, Sahna lebih memilih untuk mengikhlaskan. Tidak semudah itu untuk rela, hanya saja Sahna tidak ingin tenggelam dalam...