[13]

105 91 44
                                    

Happy reading

"Obsesi dapat mengambil alih segala fikiran sehatmu."

Usi mendengar dengan jelas apa yang diucapkan Oca saat dikelas. Oleh karena itu, disinilah Usi berada, di bawah pohon besar yang ada di pojok sekolah. Bersama Dino tentunya, Usi tidak akan pernah berani berdiri di bawah pohon besar ini sendirian.

"Kamu yakin Yang, kita mau nguping pembicaraan mereka?" tanya Dino ragu dengan suara berbisik.

"Ih kamu mah, nanya itu mulu. Udah sana balik kekelas aja ah!" balas Usi kesal, Dino banyak sekali bertanya. Usi jadi tidak bisa fokus mendengarkan apa yang mereka bicarakan.

"Yaudah deh aku kekelas, ya. Aku yakin kok di sini nggak ada apa-apanya. Palingan cuman ada--"

"Ih, Dino!" Usi memukul lengan Dino kuat.

Akhirnya mereka benar-benar mendengarkan apa yang sedang Sahna dan Oca bicarakan. Dengan jarak yang sedekat itu tentu Dino dan Usi dapat mendengar dengan jelas semua pembicaraan mereka.

"Ca.. ini apa?" tanya Sahna dengan raut kecewanya.

"Gue harap lo percaya sama gue. Gue nggak mungkin ngerebut Izar dari lo. Beberapa minggu ini gue deketin Izar buat cari tau lebih jauh. Dan seperti yang ada difoto, dia deket sama cewe lain dan udah sampai ditahap itu mereka deket selama ini," jelas Oca dengan wajah prihatin menatap ke Sahna.

Usi dan Dino semakin dibuat penasaran dengan foto yang ada ditangan Sahna.

Sedangkan Sahna, mau tak mau ia meneteskan air matanya. Foto itu berisi Izar dan perempuan lain yang tidak terlihat wajahnya. Sahna dapat melihat Foto pertama yang menunjukkan mereka sedang bercumbu dengan posisi Izar memojokkan perempuan itu ditembok dan badan mereka saling bertubrukan, dan ada beberapa foto lagi.

Sahna menatap foto itu lamat-lamat. "Gue... capek."

Oca memeluk Sahna dengan sangat erat. Mengusap bahu sahabatnya itu dengan halus, seolah menyalurkan kekuatan lewat sana. Dino mengrenyitkan dahi, ia dapat melihat dengan jelas bahwa Oca memeluk Sahna dengan erat sembari memejamkan mata seraya mengendus cekuruk leher Sahna.

Setelah itu Sahna melepaskan pelukan mereka, ia mengusap air matanya. Lalu tak lama, sebuah benda kenyal menempel pada pelipisnya. Mata Sahna membola, Oca mencium pelipisnya.

"Sorry, Na," ucap Oca buru-buru.

Sahna mengangguk, lalu meninggalkan tempat itu. Tidak ambil pusing dengan perlakuan Oca barusan, karena masalahnya dengan Izar telah merenggut segala fokusnya.

Usi dan Dino tentu saja terkejut melihat tingkah Oca yang tidak pernah mereka lihat sebelumnya. Mereka akan segera pergi, tetapi, atensi mereka teralihkan saat melihat senyum smirk Oca sebelum meninggalkan tempat itu.

*****

Hari jumat yang kelabu. Tadi, tak lama Sahna  masuk kekelas tiba-tiba saja turun hujan sangat deras, ditambah tidak ada guru yang mengajar membuat kondosi kelas benar-benar bebas.

Entah apa yang Dhea, Usi, Zahra dan Oca obrolkan, Sahna dapat mendengar mereka tertawa cekikikan dimeja belakang.

Sahna sedang berada dalam mood yang buruk, dan sangat tidak minat untuk bergabung bersama para sahabatnya. Biarlah hari ini mereka bercanda ria tanpa Sahna. Sahna pun tak akan memberitahukan kepada yang lain tentang masalah perselingkuhan Izar. Cukup Oca yang tau.

Dengan posisi duduk di samping jendela lantai dua, Sahna dapat melihat aktivitas para siswa di bawah sana. Ada yang berjalan di koridor, ada yang saling melempar air, ada pula yang mandi hujan di tengah lapangan.

Sahna memperhatikan sekelilingnya. Ada yang bercanda ria, ada yang bernyanyi diringi dengan pukulan meja, ada yang tidur dengan sangat nyaman.

Apakah hidup mereka tidak ada beban? Mengapa Sahna merasa seluruh beban ada di pundaknya? Ayahnya tidak memperdulikannya, ibunya hilang entah kemana, nenek Ani pergi meninggalkannya, diselingkuhi oleh kekasihnya, logikanya berkata sahabatnya menghianatinya, tapi hatinya terus menentang.

Tanpa sadar, air itu menggenang lagi, lalu tak lama tumpah ruah membasahi pipinya. Sahna kesal dengan semuanya. Rencana yang sudah ia mantapkan tadi pagi untuk memperbaiki hubungannya dengan Izar telah hilang. Tidak mungkin Sahna memperbaiki apa yang tidak bisa diperbaiki.

Larut dalam tangisnya, Sahna tidak menyadari kedatangan Izar. Sahna tersentak kaget saat pundak nya disentuh. Sahna menepis kasar saat sadar siapa yang menyentuhnya.

Senyum manis yang terukir dibibir Izar tak lagi manis bagi Sahna. "Hei, kamu kenapa?" tanya Izar melihat perubahan raut wajah Sahna.

"Nggak," jawab Sahna dingin.

"Udah lama loh kita kayak gini, kamu nggak pingin perbaiki hubungan kita?"

Menyakitkan. Sahna sangat ingin itu terjadi, bahkan ucapan Izar barusan yang menjadi alasan Sahna kini berada di sekolah.

Tidak ada respon dari Sahna, Izar menghela nafas. "Kamu kenapa, Sayang? Oke-oke aku minta maaf kalau aku salah."

Sahna diam, namun tangannya bergerak aktif untuk mengusap cairan bening yang selalu menetes. Beberapa menit berlalu, keduanya membisu.

Tidak ada kalimat apapun yang terlontar dari mulut Sahna, membuat Izar sedikit tersulut emosi. "Kamu nggak mau nyelesain masalah ini? Terus kamu maunya apa?" tanya Izar, tanpa sadar suaranya sedikit meninggi.

Atensi seisi kelas kini mulai beralih pada Sahna dan Izar, bisik-bisik mulai terdengar, mereka mencoba menerka-nerka apa yang sedang terjadi pada pasangan yang biasanya selalu manis itu. Izar yang menyadari dirinya menjadi pusat perhatian menggeram kesal, ia menatap seisi kelas satu persatu dengan tatapan tajamnya, lalu menggebarak meja dengan kuat sebelum pergi dari kelas itu.

BRAK!

*****

"Pak, ada berkas yang harus ditanda tangani." Rima menyerahkan beberapa map kepada Andri.

Andri mencibir kelakuan Rima barusan. "Formal amat."

Rima memajukan bibirnya, memprotes cibiran Andri barusan. "Ih Mas, aku kan lagi akting jadi sekertaris yang baik."

"Udah 18 tahun kamu jadi sekertarisku. Dan kamu benar-benar udah menjadi sekertaris yang terbaik,  dan yang paling utama, kamu selalu oke saat di ranjang." Keduanya terbahak mendengar penuturan Andri.

Satu jam berlalu sejak percakapan mereka berdua. Dan kini kedua nya sedang mengatur nafas yang terengah-engah.

Ketokan pintu dari luar membuat keduanya mengumpat. "Woi, udah mau meeting, nih." Suara siapa lagi kalau bukan suara Indra. Sahabat Andri. Walau sudah bersahabat lama, Indra sama sekali tidak mengetahui tentang hubungan terlarang yang dijalani oleh Andri dan Rima.

"Oke, duluan entar gue nyusul." Dengan cepat mereka mengenakan Pakaiannya.

Siang berganti malam. Seseorang dengan rambut acak-acakannya mengamuk sejadi-jadinya. Melampiaskan kekesalannya pada benda-benda tak bersalah, sehingga menimbulkan luka pada pergelangan tangannya.

"Bangsat! Dari sikapnya tadi aja udah nunjukin dia nolak gue!" Ia menendang lemari kayu dengan keras. Kini, kakinya ikut terluka.

"Lo milik gue.. cuma gue yang selalu ada disaat lo sedih." Monolognya dengan nada cemas sembari meremas rambutnya.

Fikirannya kalut. ia memukul kepala nya dengan kuat, diambilnya sebuah foto menunjukkan dua orang sedang berada di caffe, dengan seragam putih abu-abunya, sembari memegang ice cream ditangan mereka.

Setelahnya ia membanting foto tersebut hingga kaca dan bingkainya hancur.

Prang!


                                TBC.♡

Sahna ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang