[15]

105 77 60
                                    

Happy reading!

"Semoga nasibmu tidak seperti hari senin,  dihormati, dipuji, ditarik ulur, lalu ditinggalkan sendirian."

"Eh, barusan Sahna ngabarin kalo dia nggak jadi nimbrung guys." Usi memberitahu teman-temannya.

"Kenapa?" tanya Oca.

"Nggak enak badan katanya."

Oca beranjak dari duduknya. "Kalo gitu gue mau jenguk Sahna aja."

"Ngapa lo jadi panik, Ca? Cuma nggak enak badan elah, ngedrakor sampe subuh pasti, jadi masuk angin."

"Oke, jadi cuss?" tanya Zahra dengan semangat empat lima.

"CUSS!"

Minggu ini rencananya kelima gadis itu akan berbelanja bersama. Tetapi Sahna tidak jadi bergabung, tentu tidak enak badan hanya sekedar alasan. Jawaban yang paling tepat adalah Sahna sedang menghindar dari Oca, tak dapat lagi ia menyanggah bahwa rasa benci perlahan mulai tumbuh di hatinya. Dan untuk saat ini, Sahna butuh ketenangan.

Dalam kesendiriannya, Sahna mulai mencerna situasi yang terjadi. Tak salah lagi, Oca adalah orang dibalik nomor tak dikenal yang sempat mengganggunya.

*****

Bel rumah ditekan berkali-kali, tapi pemilik rumah tak kunjung membukakan pintu. Sekali lagi ia tekan bel yang ada di hadapannya, tak lama kemudian muncul seorang wanita paruh baya dengan apron pink bermotif hello kitty.

"Eh Izar, sini masuk. Maaf ya lama, belnya lagi rusak jadi suaranya macet." Yuki, Mama Dino mempersilahkan Izar untuk masuk.

"Mau main sama Dino, ya?" tanya Yuki langsung diangguki oleh Izar. "Dino lagi molor tuh di atas, kamu naik aja sana. Tante mau lanjut masak buat makan siang si Om, bentar lagi pulang dari kantor."

"Oke tante." Izar bergegas menaiki anak tangga.

"Woi! Molor terus lo!" Izar menarik selimut yang digunakan Dino untuk membungkus tubuhnya.

"Elah ganggu aja," ketus Dino. "Ngapain lo kesini? Mau curhat nih pasti." Tebak Dino dengan suara tak jelas, rasa kantuk masih menguasai dirinya sehingga untuk berbicara pun ia belum memiliki tenaga.

Izar menghirup oksigen sebanyak mungkin, lalu menghembuskannya dengan kasar. "Gue.. bingung No."

"Hmm, napa?" tanya Dino malas.

Akhir-akhir ini Izar seperti orang yang sangat banyak beban hidup, tetapi beban hidupnya bukan soal hutang melainkan soal wanita. Dino jadi kurang fokus dalam peningkatan perbucinannya terhadap Usi. Padahal kan Dino ingin menjadi sangat bucin terhadap Usi agar Usi makin sayang.

"Gue harus milih Oca apa Sahna, ya?" pertanyaan Izar sukses membuat Dino naik darah, seketika rasa kantuknya hilang.

"Dasar goblok!" maki Dino tanpa menjawab pertanyaan tak bermutu itu.

"Kasih saran, dong."

"Lo tu bodoh apa gimana sih, Zar? Lo tau Oca itu sepupu lo tapi kenapa masih aja lo deketin, dan parahnya lagi, lo itu udah punya cewe! Gila ya lo." Dino tak habis fikir dengan cara berfikir Izar. Dengan malas ia menyelimuti seluruh tubuhnya lagi.

Dengan sigap pula Izar membuang selimut yang baru saja menutupi seluruh tubuh sahabatnya itu.

"Jangan molor lagi dong, gue butuh saran lo nih."

"Buat apa gue ngasih saran ke orang yang nggak nerima saran dari siapapun. Lo tau mana yang terbaik."

"Jangan gangga gue, gue mau tidur! Sekali lagi lo buka selimut gue, gue perkosa lo di sini!" ancam Dino diakhiri dengan tatapan membunuhnya.

Izar bergidik mendengar ancaman Dino.

Tak lama kemudian suara dengkuran halus keluar dari mulut Dino, menandakan sang empu sudah kembali menjelajahi alam mimpi. Akhirnya, Izar pulang dengan membawa rasa bimbang yang mengganjal di hatinya.

*****

Sahna sedang serius membaca artikel di google yang tertera di layar ponselnya, mencari tahu panti jompo mana saja yang akan ia datangi.

Tangan kanannya sibuk mencatat nama-nama panti jompo yang tertera beserta alamat lengkapnya, jam menunjukkan pukul 19.51 tetapi mata Sahna sudah mulai manja. Ingin beristirahat dengan lelap, sedangkan ia harus terjaga untuk beberapa jam kedepan.

Sahna memutuskan untuk pergi ke dapur, membuat secangkir kopi adalah ide yang cemerlang. .

Tangan Sahna bergerak dengan lincah mengambil cangkir dan mulai meracik segala yang diperlukan.
Selesai dengan urusannya, Sahna kembali kekamar dengan secangkir kopi panas di tangannya. Saat melewati gudang yang bersebalahan dengan kamar ayahnya, Sahna mendengar suara isakan orang menangis.

Sahna berjalan perlahan, mempertajamkan indra pendengarannya, benar kah suara itu berasal dari gudang? Setelah beberapa saat suara itu tak kunjung menghilang, kini Sahna yakin bahwa gudangnya dihuni oleh mbak kunti.

Sahna memaksakan dirinya untuk tersenyum. "Jadi guys, kalo kita denger suara kayak gini jangan lupa kabur ya, guys, ya."

*****

Hari senin tiba, hari dimana para murid melaksanakan upacara, mengheningkan cipta, mengenang arwah para pahlawan yang telah gugur mendahului kita. Hari ini matahari nampak malu-malu mengelusrkan sinarnya. Sehingga cuaca menjadi sejuk, sangat kontras dengan hati Sahna yang panas. Bagai mana tidak? Izar yang tidak sekelas dengannya, kini berada di barisan kelas XI IPA 4, untuk apa lagi kalau bukan untuk berdekatan dengan Oca.

Bucin kok sama pelakor!

Sahna dapat melihat dengan jelas bahwa Oca dan Izar saling bergandengan tangan. Najis! umpat Sahna dalam hati. Sahna menyesal karena telah mengambil posisi barisan di belakang Oca. Kini Sahna sadar, foto Izar selingkuh yang Oca tunjukkan waktu itu adalah foto Oca dan Izar. Benar-benar gila, Sahna ditipu oleh sahabatnya sendiri.

"Bapak dulu nggak bisa berenang, tapi karena Bapak berusaha, ya jadinha bisa," ungkap kepala sekolah dengan bangga, tidak menyadari para muridnya kepanasan dan tidak ada minat untuk mendengarkan cerita yang disampaikannya.

Setelah beberapa saat berlalu, kini Izar dan Oca berada di luar sekolah, bagian belakang.

"Ini serius kita mau bolos, Zar?" tanya Oca ragu.

"Ya serius, buktinya kita udah di luar pager, kan?" jawaban Izar membuat Oca mengangguk.

"Terus kita mau kemana?"

"Ke apartemen gue."

TBC♡

Sahna ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang