Ending.

149 26 412
                                    

Happy reading.


Di tengah kepadatan pasar 'minggu murah meriah' hari ini, Sahna dengan tenaga super yang sudah ia siapkan, kini tengah berjuang memasukkan segala macam lauk pauk kedalam plastik belanjaannya.

Tubuhnya terhimpit oleh beberapa ibu-ibu bertubuh besar.

"Cepet dong, Mbak! Ini belanjaan saya dari tadi nggak disentuh-sentuh!"

Semua orang terus mendesak sang penjual agar barang belanjaan mereka yang didahului. Manusia memang egois, kan? Maunya selalu diutamakan. Hingga akhirnya Sahna mendapat giliran untuk membayar.

Selesai dengan urusannya, Sahna menunggu angkutan umum di trotoar, terdapat empat pelastik besar di tangannya, membuatnya kesusahan menahan beban di tangannya.

Tin!

Sahna tersentak kaget saat seseorang meraih barang belanjaannya dan memasukannya ke bagasi mobil.

Sahna memasang raut datar saat mengetahui siapa yang mengambil alih barang-barangnya. Kalau memang mau dibawa kabur barang belanjaannya, yasudah, bawa saja tidak apa-apa.

"Ayo naik."

"Sahna, ayo naik. Ini panas."

Lama Sahna berdiri ditempatnya, namun Andri, ayahnya Sahna, tidak juga melajukan mobilnya.

Sahna berdecak kesal. Dengan terpaksa akhirnya ia naik bersama ayahnya.

Keheningan melanda keduanya. Suara klakson kendaraan lain menghiasi jalan raya yang macet. Lagi-lagi Sahna berdecak sebal, tau akan begini, lebih baik tadi ia jalan kaki saja sebelum Andri datang menghampirinya.

Andri melirik Sahna dari ekor matanya. Ada yang ingin ia tanyakan kepada Sahna, namun melihat raut kesal anaknya itu, membuat Andri agak ketar-ketir.

Andri menghembuskan nafas panjang tanpa suara.

"Gimana kabar kamu sama ibu, nak?"

Sahna tersenyum sinis. Terlambat. Berapa bulan ia dan ibunya tinggal di kontrakan yang sempit dan panas? Baru sekarang Andri bertanya bagaimana kabarnya.

"Baik."

"Ayah sama ibu mau rujuk. Kamu setuju, ya?" pinta Andri dengan harapan besar.

Andri mengusap tengkuknya, sejujurnya ia tidak tahu caranya berbasa-basi.

Sahna mentap Andri tajam. "Setelah Ayah memperlakukan ibu dengan cara yang nggak manusiawi, misahin aku dari ibu, sengaja ngebiarin ibu tinggal di jalanan bertahun-tahun kayak orang gila, sekarang Ayah mau rujuk? Ayah nggak punya malu, ya."

Sakit.

Sahna menitikkan air matanya, dadanya bagai dihimpit bongkahan batu besar setelah mengucapkan serangkaian kalimat tidak sopan itu kepada ayahnya.

Ia menyayangi ayah dan ibunya, sejak dulu ia sangat mendambakan memiliki keluarga yang utuh, namun untuk memaafkan segala yang telah ayahnya lakukan kepada ibunya, rasanya itu mustahil bagi Sahna.

Andri terdiam kaku menatap anaknya. Kemacetan yang begitu panjang seolah memberikan akses kepada keduanya untuk dapat berkomunikasi lebih lama.

Sahna ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang