Happy reading.
"Pergi yang jauh dari sini." Kalimat yang Rima dengar sebelum tubuhnya didorong.
Rima mengerjapkan matanya, pandangannya mengitari ruangan berwarna putih. Seluruh tubuhnya sangat sakit, denyutan pada kepalanya membuat rasa sakitnya semakin bertambah, sehingga membuatnya tak bisa untuk tidak meringis.
"Sayang, jangan banyak gerak." Andri menahan tangan Rima yang bergerak naik ingin memegang kepalanya yang diperban.
Pandangannya menyapa objek di belakang Andri, Dhea dengan kondisin mata yang sembab.
"Badan aku sakit, Mas."
"Kamu kecelakaan. Jelas sakit. Mau makan?" tawar Andri melihat Rima yang beringsut duduk. Andri menutup matanya sebentar, menutupi rasa cemasnya saat melihat selimut rumah sakit di tubuh Rima terbuka.
Rima mengangguk. Terakhir ia melihat matahari masih bersinar cerah memancarkan cahayanya, namun kini cahaya itu tergantikan oleh terangnya sinar rembulan. Entah sudah berapa lama ia terbaring di brankar rumah sakit sehingga membuat perutnya terasa sakit.
Andri menyuapi Rima.
Rima menggeleng saat suapan kedua. "Udah, Mas. Nggak enak."
"Kamu udah bisa cerita?" tanya Andri hati-hati.
Rima mengangguk. Ingatannya sudah kembali sepenuhnya.
"Coba sekarang cerita, kenapa semuanya bisa kayak gini?"
"Aku beli bubur, pas pulang aku ditebengin sama wanita hamil juga, kayak aku. Aku ya mau aja, aku kira dia baik, ternyata dia dorong aku, tamat."
Andri menghembuskan nafasnya lelah. Semudah itu Rima bercerita?
Rima mengusap perutnya, lalu menyadari sesuatu. "Perut aku kok kempes, Mas?" tanyanya.
"Kamu keguguran," jawab Andri.
Melihat mata Rima mulai berembun, dengan cepat Andri membawa Rima kepelukannya. "Jangan sedih. Besok kita produksi seratus anak.
*****
Bermacam-macam aktivitas dilakukan oleh para murid saat jam kosong. Murid lelaki sibuk pada ponsel miring di tangan mereka, sedangkan murid perempuan ada yang sedang berjoget di depat layar, makan cemilan, membaca buku, bahkan tidur.
"Sepi banget sih nggak ada Dhea." Zahra mencebikkan bibirnya sembari menatap sekeliling.
Di sampingnya, tempat duduk Dhea, hari ini diduduki oleh Usi.
"Kasian Dhea, pasti dia sedih banget," timpal Usi.
Sahna yang tidak tahu apa-apa seketika menoleh. "Emanya Dhea kenapa?"
"Mamanya Dhea kecelakaan, Na. Kan dia lagi hamidun, nah sekarang keguguran," jelas Zahra.
Sahna membulatkan bibirnya, dalam benaknya bertanya, mengapa Dhea tidak memberi tahu?
Seolah mengerti apa yang ada difikiran Sahna, Usi berujar, "Dhea nggak ngabarin lo, mungkin dia nggak enak. Biar gimanapun, tante Rima kan... " ucapannya terhenti.
Sahna mengangguk mengerti.
"Btw, lo udah tau, Ca?" tanya Sahna pada Oca yang terlihat tenang di tempatnya tanpa menoleh sedikitpun.
Oca tidak menjawab. Tidak dengar mungkin, fikir Sahna. Atau mungkin pura-pura tidak mendengar?
"Lo nanti pas ulang tahun mau dihadiahin apa?" celetuk Oca tiba-tiba.
Sahna terlihat seperti berfikir. Sebenarnya ia tidak ingin apa-apa. "Gue mau lo sama ponakan gue tetep sehat dan bahagia," jawabnya sembari mengulas senyum tulus.
Sedangkan di kelas yang berbeda, Izar sedang misuh-misuh pada ponselnya yang panggilannya terhubung dengan Dino.
"Lagian lo kenapa nggak sekolah, sih?" tanyanya kesal.
Beberapa hari yang lalu, Dino meminjam buku catatan biologi milik Izar. Dengan kepercayaan penuh, Izar memberikan bukunya pada Dino. Namun tak disangka, saat hari pelajaran biologi tiba, Dino malah tidak sekolah.
Dino terkekeh ringan.
"Ya kan gue udah bilang, gue lagi hiling," jawab Dino di seberang sana santai.
Memang benar, saat ini Dino sedang healing ke sebuah pulau. Ingin menyendiri, dan menyembuhkan lukanya karena ditolak oleh Usi, kata Dino beberapa hari yang lalu. Namun Izar tak menyangka Dino benar-benar melalukannya. Ia saja yang ditolak oleh Sahna tidak pakai acara healing-healing segala. Dasar alay!
"Ya mau lo hiling, keliling, atau makan tainya kucing, terserah. Tapi masalahnya buku gue, anjir!" geram Izar mendengar kekehan bahagia di seberang sana.
"Ya maaf, bestie. Emuach!"
Izar bergidik mendengar suara kecupan Dino. Bisa-bisanya! Dengan cepat Izar memutuskan panggilan tersebut.
"Dino sialan!" umpatnya.
Dengan kesal Izar mengeluarkan buku kosong dalam tasnya. Biar bagai manapun, namanya di hadapan para guru tidak boleh buruk. Jalan satu-satunya adalah meresume kembali inti-inti penting materi biologi.
*****
Aneh. Ini yang dirasakan Izar saat ini. Ia fikir pulang sekolah naik angkot akan berdesak-desakan, panas, dan sumpek. Tetapi nyatanya angkot yang ia naiki sangat lenggang, hanya ada dirinya dan dua orang siswa.
Izar memilih duduk di pojok angkot bagian belakang. Orang bilang, naik angkot paling enak duduknya didekat pintu, tetapi untuk duduk disitu, Izar masih sayang nyawa.
Bukannya takut, hanya saja Izar membayangkan bila ia duduk didekat pintu angkot, lalu seseorang mendorongnya, lalu ia akan mengalami patah hidung, lalu--
Izar menggelengkan kepalanya. Yang penting sekarang ia duduk di tempat yang paling aman.
Tak lama kemudian, pengemudi angkot menepikan kendaraan yang mereka tumpangi. Seorang wanita masuk kedalam angkot tersebut, lalu duduk tepat di samping Izar.
"Hai cewek," panggil Izar pada wanita tersebut dengan suara yang bernada.
Yang dipanggil menoleh.
"Jangan terlalu deket," kata Izar sembari menyilangkan tangannya di depan dada. Wanita tersebut mengerutkan keningnya mendengar penuturan Izar.
"Nanti kamu berharap lebih. Sedangkan aku belum selesai dengan masalaluku," lanjut Izar. Raut serius tercetak di wajahnya.
Wanita tersebut kini menautkan alisnya dalam. Maksudnya apa, sih?
"Kiri, Pak," ujarnya pada supir angkot, lalu angkot angkot yang mereka tumpangi menepi ke kiri.
"Ganteng-ganteng kok aneh," desis wanita itu sebelum ia keluar dari angkot.
Izar meringis, ia hanya mempraktekan kalimat yang ia lihat semalam di fyp.
Tbc.
Dino yang lagi healing wkwk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sahna ✓
Teen Fiction[SELESAI] [SEDANG DALAM TAHAP REVISI] Kamu tau bagaina rasanya memiliki pacar yang di rebut oleh sahabat sendiri? Alih-alih dendam, Sahna lebih memilih untuk mengikhlaskan. Tidak semudah itu untuk rela, hanya saja Sahna tidak ingin tenggelam dalam...