Happy reading.
Rencananya, selesai berenang bersama Zahra, Dhea akan segera pulang. Tetapi karena Zahra terus membujuk agar Dhea menginap di rumahnya, akhirnya Dhea masih di rumah Zahra hingga malam ini. Bahkan sampai besok."Mall yuk," celetuk Zahra merasa bosan dengan film frozen yang terpampang di layar laptop.
"Sebenernya gue sayang banget sih sama film frozen, tapi karena gue bosen, yaudah deh ayok."
Keduanya bersiap-siap, setelah selesai mereka berdua langsung saja tancap gas. Zahra mengendarai mobil miliknya. Tidak membawa motor beat kesayangan nya, karena ini malam hari, Zahra hanya khawatir motor nya masuk angin bila dibawa jalan malam-malam.
Saat sampai di perempatan jalan, Dhea melihat Oca dan Izar berboncengan. "Ra! Ra! Liat, pelakor sama Izar boncengan." Heboh Dhea.
Zahra langsung menghentikan laju mobil nya, dan benar. Di depan mereka, ada bokong Oca yang menungging di atas motor besar yang dikendarai oleh Izar.
Dhea mengerutkan keningnya saat melihat Izar membelokkan kendaraannya ke kiri yang artinya itu arah ke apartemen milik Izar.
"Kok mereka arahnya mau ke apartemen Izar ya?" Gumam Dhea yang masih bisa didengar oleh Zahra.
"Ikutin gak?"
"Demi kewajiban tugas negara yang sangat penting, kita harus ngikutin mereka Ra."
Dan akhirnya, Zahra dan Dhea mengikuti Izar dan Oca. Lumayan jauh dari perempatan jalan, mereka berhenti di depan sebuah gedung yang menjulang tinggi, yaitu gedung apartemen.
Izar dan Oca sudah masuk lebih dulu, Zahra dan Dhea mengikuti mereka dengan mengendap. Mereka melihat Izar dan Oca sudah memasuki apartemen milik Izar, setelah Izar menekan beberapa digit angka sebagai password nya.
Saat pintu sudah tertutup, Dhea dan Zahra berjalan ke depan pintu tersebut. Dan ajaibnya, pintu itu ternyata tidak sepenuhnya tertutup.
Dhea mendorong pelan pintu itu, melihat ke dalam ruangan yang kosong, ia melanjutkan langkahnya perlahan. Namun tarikan dari Zahra membuatnya menoleh.
"Gue nggak mau, takut ketawan," bisik Zahra disertai dengan gelengan.
Dhea memberikan tatapan permusuhan kepada Zahra, dan melanjutkan langkahnya. Dengan terpaksa Zahra mengikuti Dhea. Saat mereka sudah sepenuhnya berada di dalam, pandangan mereka menyapu sekitar, dan pandangan terakhir mereka terpaku pada pakaian dalam yang teronggok di depan pintu kamar.
Oh Dhea dan Zahra sungguh tidak percaya. Benarkah yang di ucapkan Izar bahwa Oca sudah menyerahkan tubuhnya? Mereka melangkah mendekati pintu, lalu suara desahan terdengar samar namun jelas dari mana suara itu berasal.
Dengan kecewa kedua gadis remaja tersebut meninggalkan gedung apartemen. Rencana ingin pergi ke mall mereka batalkan, mereka sudah kehilangan moodnya.
*****
Malam berganti pagi, pagi ini rumah Sahna tidak sunyi. Ada suara dari luar kamarnya, sepertinya mereka sedang heboh mempersiapkan pernikahan Andri dan Rima yang tinggal menghitung hari.
Jangan harap Sahna akan berpartisipasi dalam kehebohan tersebut, walaupun ayahnya tetap jadi menikah, namun hati Sahna tidak akan rela. Toh ada atau tidak nya persetujuan dari Sahna, tidak akan mengubah keputusan mereka.
Ayah nya dan Rima memang benar-benar licik, entah bagai mana nasib ibu nya sekarang, dan dengan sumringah nya mereka akan mengadakan hari bahagia. Cih!
Sahna keluar kamar dengan seragam lengkapnya, ia mengendap keluar dari rumah agar tidak ada yang mengetahui bahwa ia sudah berangkat sekolah.
Helaan nafas lega keluar dari mulutnya saat ia sudah sampai di trotoar jalan. Sahna akan jalan kaki hari ini, sembari menenangkan fikiran nya yang rumit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sahna ✓
Teen Fiction[SELESAI] [SEDANG DALAM TAHAP REVISI] Kamu tau bagaina rasanya memiliki pacar yang di rebut oleh sahabat sendiri? Alih-alih dendam, Sahna lebih memilih untuk mengikhlaskan. Tidak semudah itu untuk rela, hanya saja Sahna tidak ingin tenggelam dalam...