27.

77 42 108
                                    

Happy reading.

Sudah satu minggu berlalu sejak Oca mengetahui tentang kehamilannya. Kini Oca diambang kebingungan, ingin menggugurkan nyawa dalam kadungannya atau mempertahankan, ia benar-benar bingung.

Apakah saat ia memberi tahu Izar, Izar akan bertanggung jawab? Kalau memang iya, Oca tetap bingung. Karena sebenarnya Oca tidak mencintai Izar sama sekali.

Dengan malas, Oca menyeduh susu kehamilan, baru mencium baunya saja Oca sudah mual. Entah bagaimana caranya ia dapat menghabiskan dua gelas susu setiap hari.

Beberapa hari ini, Oca dilanda rasa panik saat membayangkan apa yang akan terjadi jika para sahabatnya mengetahui tentang kehamilan nya, apakah ia akan mendapat dukungan, Atau tatapan sinis yang menyakitkan.

Tapi kalau difikir-fikir, apakah Oca masih sahabat bagi mereka?

*****

Sahna baru saja keluar dari minimarket yang letaknya tidak jauh dari rumah, Sahna melangkahkan kakinya di atas trotoar sembari menghitung total belanjaan yang ia bawa.

"Hai!" Sahna terlonjak kaget saat seseorang menyapanya dengan semangat. Saat mengetahui siapa sosok itu, Sahna melenggang pergi.

"Cantik! Mau kemana?" Izar sedikit menjalankan motornya, menyamai langkah Sahna.

"Sahna, bentar lagi kamu ulang tahun, kan?" tanya Izar.

"Iya," jawab Sahna disela-sela langkahnya yang tergesa. Pokoknya ia harus menjauh dari Izar.

"Kalo gitu, kamu mau hadiah apa dari aku?"

"Enggak." Pungkas Sahna tidak tahan. Izar ini, menganggu sekali. Sedangkan Izar gemas sekali melihat Sahna berjalan dengan tergesa.

"Cantik, berhenti bentar dong. Capek nih," keluh Izar dari atas motor yang mesinnya masih menyala.

"Gue yang capek, bukan lo."

"Gue?" ulang Izar. Ini kali pertama ia mendengar Sahna menggunakan 'lo gue' kepada dirinya.

"Iya. Kan kita udah putus, jugaan gue udah punya pacar baru. Yakali mau 'aku kamu an' yang ada pacar gue cemburu," jawab Sahna pamer dengan nada sombong.

"Sahna, kalo gitu, aku punya permintaan untuk yang terakhir kalinya sebelum kita bener-bener menjauh." Ucapan Izar menghentikan langkah Sahna.

"Aku beli motor ini, supaya bisa balikan sama kamu. Aku berharap setiap hari bisa liat kamu di sepion motor ini. Tolong, kamu mau ya. Sekali ini aja, aku bonceng." Pinta Izar dengan nada sedih.

Lama Sahna berfikir, kalau memang ini yang terakhir, tidak apa-apa kan? Akhirnya Sahna menghampiri Izar yang berada lima langkah di depan nya.

Saat Sahna sudah siap untuk naik, suara klakson motor dari arah belakang mengagetkan mereka. Sahna membulatkan matanya saat mengetahui bahwa itu adalah Raffa.

Dengan sigap Sahna memundurkan langkahnya kembali. Raffa tersenyum tipis melihat tingkah Sahna. "Kamu mau pulang sama Izar?" tanya Raffa.

Sahna sedang berfikir jawaban apa yang akan ia lontarkan. "Iya!" serobot Izar cepat.

"Hah? Eh, enggak!" jawab Sahna bingung. Sahna berlari ke Raffa.

"Loh, Cantik! Kita nggak jadi pulang bareng?" tanya Izar dengan alis yang bertaut.

"Enggak! Nanti pacar aku marah. Ayo sayang." Sahna langsung menaiki motor Raffa.

"Ih, sialan!" umpat Izar.

Saat menuju kontrakan, Raffa diam saja membuat Sahna yakin bahwa Raffa marah.

"Affa, kamu marah, ya?" Sahna menepuk punggung Raffa.

Sahna ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang