Happy reading.
Rima duduk di ruang tamu, televisi menyala di depannya, makanan tersaji di meja yang ada di hadapannya, namun fokusnya bukan ke itu semua.
Sejak tadi, Rima menanti Andri yang tak kunjung pulang. Biasanya Andri selalu pulang sebelum maghrib, namun sekarang jam sudah menunjukkan pukul 18.47 namun Andri tak pulang-pulang.
Pukul 19.05 Andri memasuki rumahnya. "Sayang?" refleknya melihat Rima yang duduk manis di sofa dan menatapnya datar.
"Kok pulangnya telat?" tanya Rima to the point.
"Tadi meeting dulu Rim, sekalian survei lokasi."
"Bukan selingkuh kan?" tanya Rima penuh curiga.
"Aku capek, pingin mandi pake air anget." Setelah menikah, Andri baru sadar bahwa Rima sangat curigaan. Dan Andri harus banyak-banyak mengalah agar tidak bertengkar, sebab pernikahan nya rawan sekali dengan pertengkaran.
"Kok ngehindar? Kamu beneran selingkuh ya?" tuduh Rima.
"Kamu apaan sih? Dikit-dikit selingkuh, dikit-dikit selingkuh. Selingkuh mulu yang ada di otak kamu. Aku nggak akan selingkuh Rima," jelas Andri, setiap hari ia harus menekan dalam-dalam emosinya.
"Terus kenapa pulangnya telat?!" Andri terkejut mendengar intonasi bicara Rima. Ia dibentak? Meski dalam keadaan lelah begini, ia dibentak?
"Kenapa kamu takut banget aku selingkuhin? karena kamu dulu bekas selingkuhanku ya? makanya takut dapet karma? Aku capek. KAMU NGGAK NGERTI AKU CAPEK?!"
"Iya Mas. Aku takut dapet karma. Dan kamu bilang capek? Apa kamu juga ngelakuin apa yang dulu selalu kita lakuin di kantor?" Rima salah menafsirkan maksud Andri.
PLAK!
Andri menampar pipi mulus Rima. Dengan cara apa lagi ia menjelaskan kepada Rima bahwa ia tidak selingkuh? Setelah itu, Andri meninggalkan Rima.
"Aku hamil." Ungkap Rima membuat langkah Andri terhenti.
Andri bahagia mendengar kabar baik ini, seharusnya saat ia mendengar kabar sebaik ini, Andri akan langsung memeluk dan mencium perut Rima.
Namun, mengingat tuduhan Rima tadi membuat emosinya kembali naik. Andri kembali melanjutkan langkahnya, memasuki kamar dan mengunci pintu. Karena ia butuh waktu untuk menenangkan dirinya.
"Siapa selingkuhan kamu, Mas? Sampe kamu nggak bahagia mendengar kabar sebaik ini?" lirih Rima. Lagi-lagi Rima salah faham. Setelah menikah dengan Andri, ia selalu saja diliputi rasa gelisah dan salah faham akan semua tingkah dan perilaku Andri.
*****
Sudah pukul 00.17 dini hari, Oca membolak-balik kan badannya di atas tempat tidur. Keempat sahabatnya sudah terlelap tidur, namun Oca tidak bisa terlelap tidur meski sudah ia paksakan. Rasa cemas dan gelisah menyelimuti dirinya, ia bingung bagai mana cara memberi tahu para sahabatnya bahwa ia hamil. Raut kecewa dari orang-orang yang ia sayangi selalu menghantui fikirannya.
Dhea terusik dari tidur nya, suara orang bergerak membuatnya terbangun. "Kenapa?" Dhea bergumam sembari mengucek matanya.
Oca terperanjat. "Kok bangun?"
"Lo grasak-grusuk, gimana gue nggak bangun?" Dhea berdengus sebal.
Oca tampak menimang-nimang. "Gue hamil." Singkat, jelas, padat.
"HAH?!" Pekik keempat sahabatnya bersamaan.
"Kalian kok bangun?" tanya Oca bingung.
"Anaknya... Izar?" tanya Sahna tak percaya, tangan nya bergerak mengelus perut rata Oca.
"Iya. Gue harus gimana?" Bagai bunga simalakama. Bingung. Itulah yang sedang dialami Oca. Cairan bening menumpuk di matanya, bibirnya bergetar menahan isak tangis.
Usi mengusap pundak tangan Oca halus. "Jujur sama Izar, Ca. Dia ayahnya, dia berhak tau."
*****
"Jadi gimana nih? Lo nggak balikan lagi sama Usi?" tanya Izar sembari mencatat materi yang ada di papan tulis.
"Enggak." Dengan malas Dino meletakkan pena yang ia pegang, ia mendadak lesu saat Izar membahas Usi.
"Lemah," cibir Izar, tangan kirinya meninju pelan perut Dino.
"Ya dia nya gue ajak balikan nggak mau. Lo aja lemah Zar, sok-sok ngatain gue," cibir Dino balik.
"KHM!" Sepertinya suara Dino dan Izar mengusik kenyamanan Guru cantik di depan.
"Tapi gue tetep berusaha ngajak Sahna balikan. Nggak kayak lo, langsung nyerah aja." Balas Izar memelankan suaranya.
"Terus kalian balikan?"
"Belum, bentar lagi," jawab Izar menerawang jauh saat ia dan Sahna berboncengan seperti dulu lagi, di atas motor jupiter yang ia yakini akan membuat hubungannya forever. Izar tersenyum lebar membayangkan itu semua.
"Bacot! Kantin ah, laper." Dino beranjak dari duduknya saat mendengar bel istirahat berbunyi.
Sebelum kekantin, Dino membelokkan langkahnya ke kamar mandi. Memasuki kamar mandi, Dino berdiri di depan cermin. Dino memperhatikan wajahnya.
"Ngapa ya Usi nggak mau balikan? Padahal gue ganteng, tajir, cowo baik-baik." Monolog Dino.
"Karena kamu nggak maco," Sahut Guru penjas yang baru saja keluar dari salah satu kamar mandi.
Dino memperhatikan Guru tersebut. Ototnya besar, sepertinya perutnya berbentuk kotak-kotak. Kalau ia bisa seperti itu, pasti ia akan menjadi keren kan di hadapan Usi?
"Maco ototnya gede kayak Bapak gitu ya, Pak?"
"Iya lah." Dino memegang lengan Guru tersebut, dan berdecak kagum, tangannya keras sekali. Lanjut, Dino meraba perut Guru di hadapan nya.
"Heh!" Guru tersebut memukul lengan Dino.
"Ck! Sebentar aja, Pak."
Guru penjas tersebut mulai bergidik ngeri, hanya ada mereka berdua di dalam kamar mandi tersebut. Murid di hadapan nya sedang meraba-raba perutnya, bagaimana jika nanti raba-an nya turun ke ...
"Berhenti!" cegah Guru tersebut menjadi parno sendiri.
"Kamu belok, ya?!" tuduhnya.
Dino menatap nyalang Guru tersebut. "Yuk, kita buktiin saya belok apa nggak."
Guru penjas itu memundurkan langkahnya. "Murid setres!" umpatnya lalu terbirit kabur.
Tbc.
Part ini sengaja pendek. Aku semalem dari maraton sampe jam 2 karena baca cerita di wattpad. Setiap partnya nggak panjang, tapi selalu seru. Terus aku bandingin sama cerita ini yang selalu panjang lebar tapi nggak jelas isinya. Seketika aku jd insecure:")
KAMU SEDANG MEMBACA
Sahna ✓
Teen Fiction[SELESAI] [SEDANG DALAM TAHAP REVISI] Kamu tau bagaina rasanya memiliki pacar yang di rebut oleh sahabat sendiri? Alih-alih dendam, Sahna lebih memilih untuk mengikhlaskan. Tidak semudah itu untuk rela, hanya saja Sahna tidak ingin tenggelam dalam...