22.

88 46 111
                                    

Happy reading.

Hari sudah malam, Oca dan Izar baru saja selesai menepati kesepakatan yang mereka buat. Mulai malam ini, Oca dan Izar sudah resmi putus.

Izar mengendarai motor dengan kecepatan sedang, ingin segera pulang. Namun sebelum sampai di rumah, ia mampir sebentar kesebuah minimarket yang masih buka.

Izar mendorong pintu, saat pertama kali kakinya melangkah kebagian dalam ruang minimarket, suara ramah khas penjaga meja kasir menyapanya. Izar hanya mengangguk, tak melirik atau tersenyum meskipun tahu wanita kasir itu cantik.

Kaki jenjangnya menyusuri rak-rak yang ada di sana, entah ingin membeli apa, Izar pun bingung. Hanya melihat-lihat saja dulu.

Izar berhenti melangkah, tepat di depan nya, ia melihat punggung tegap Raffa, seperti sedang membaca detail sebuah produk makanan yang ia pegang. Izar terlihat seperti berfikir sebentar, lalu dengan langkah tergesa, lagi-lagi Izar menabrak punggung Raffa. Sama seperti yang ia lakukan tadi siang.

Raffa menatap tajam Izar. "Kayaknya lo demen bener ya, nabrak punggung gue."

"Loh? Lo ngikutin gue ya?" Izar pura-pura memicingkan mata.

"Terserah." Raffa membalikkan badan. Malas berdebat dengan laki-laki suka pamer di hadapan nya itu.

"Dih, kayak cewe." Cibir Izar. "Beli apa lo?" lanjutnya meremehkan.

Tak ada jawaban, Izar mengambil asal makanan ringan yang ada di rak, lalu melanjutkan kalimatnya, "liat nih, gue lagi beliin Sahna makanan, selesai dari sini, gue mau kerumah Sahna."

Raffa terkekeh ringan. "Yakin mau kerumah Sahna? Emang udah mandi?" tanya Raffa, lalu memandang Izar dari atas hingga ke bawah.

"Udah lah!" jawab Izar tak terima.

"Tapi kok bau sih? Bau nya kayak bau-bau orang dari selesai ngadon." Raffa berlagak mengendus. Lalu melanjutkan langkahnya ke kasir.

Izar baru sadar. "Kurang ajar!" Batin nya berteriak kesal saat melihat Raffa sudah keluar dari minimarket.

Dengan asal ia mengambil apa saja yang ada di rak, lalu membawanya ke kasir. Setelah selesai membayar, Izar keluar dari minimarket dengan kantung pelastik besar di tangan nya.

"Heh, tunggu!" teriak Izar saat Raffa sudah menghidupkan mesin motor nya. Izar menghampiri Raffa, kali ini ia harus menghujat Raffa, supaya Raffa kena mental.

"Motor kok jupiter. Sahna mana mau sama lo." Izar mulai mengeluarkan kalimat hujatan nya, semoga saja ucapan nya dapat membuat Raffa insecure, lalu mundur alon-alon.

Bukan nya malu, Raffa justru terbahak enak sekali. "Emang lo motor apa? Motor gede?" Raffa bertanya sembari memandang motor Izar yang terparkir tak jauh darinya.

"Iyalah!" Nada sombong tentu tidak pernah absen dari mulut Izar.

"Denger ya. Ini motor udah ada dari jaman mak bapak gue pacaran dulu. Cowo yang suka sama mak gue juga banyak kok, motor nya gede-gede semua. Tapi cuman sama bapak gue yang sampe ke pelaminan, padahal motornya cuman motor jupiter. Kenapa? Karena dari jaman dulu, kalo nggak pake jupiter, ya nggak forever." Raffa bercerita panjang lebar, setelah itu ia melaju kan motor nya.

Izar tercengang, begitu kah? Apakah dari awal Izar sudah salah trik?

Izar kembali ke motor nya dengan lemas. "Apa gue ganti motor ya?" monolognya sembari mulai mengendarai motornya dengan kecepatan sedang.

Selama di perjalanan, Izar berfikir keras. Ia harus gerak cepat, tidak boleh kalah dari si Raffa motor butut itu.

Sesampainya di rumah, Izar melihat kedua orang tua nya sedang bersantai sembari menyaksikan tayangan di tv.

Sahna ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang