"Umji, Ibu minta maaf ... "
Sowon melepaskan Umji, dia segera saja menghampiri Eunha yang tengah menangisi Sinb. Yuju sekarang diam di tempatnya karena enggan membuat masalah. Yerin maju, ia menyeret lengan Umji dengan sekuat tenaga untuk keluar dari kamar tersebut.
"Lepaskan!" kata Umji sambil menghempas tangan Yerin kasar.
"Ikut denganku!"
"Tidak mau!"
"Ikut denganku, jangan keras kepala!"
"Aku tidak mau!"
Umji mendorong Yerin, kemudian dia berbalik masuk lagi ke dalam kamar Sinb. Tubuhnya membeku di tempat, melihat tangan yang melemas ketika dengan bersamaan Sowon dan Eunha membopong tubuh itu untuk ke ranjang.
"Kau tahu, Umji? Sinb tidak sebaik-baik dahulu lagi," ungkap Yuju yang berdiri di sebelah Umji saat ini.
Umji menoleh. "Aku tahu, dan aku ingin menemuinya secara baik-baik."
"Sebaiknya menjauh saja dari Sinb untuk beberapa waktu, kalian tidak punya ikatan apapun."
"Apa?"
Yuju tersenyum miring. "Tidak, lupakan saja."
Eunha segera menepi dan memanggil dokter, sementara Sowon berusaha sekuat mungkin bertahan di samping Sinb. Ia terduduk di tepian ranjang itu, ia menatap putri sulungnya yang sudah lemah tidak berdaya lagi.
"Hei, Ibu ada di sini."
"Sinb, Ibu ada di sampingmu sekarang."
"Ibu minta maaf, Sinb ah."
"Buka matamu. Jangan membuat Ibu kehilanganmu."
Tangan Sowon yang gemetar meraih pucuk kepala Sinb, mengusap-usapnya dengan penuh ketakutan. Air matanya sontak jatuh hingga mendarat sempurna pada lengan milik Sinb.
"Sayangku, Putriku, buka matamu, Nak~"
"Dokter akan segera datang," kata Eunha dengan napas yang memburu.
Sowon mengangguk mantap, segera ia menaruh kening itu di atas kening putrinya. Sowon bisa merasakan suhu tubuh dingin putrinya, ia terus menggenggam tangan Sinb, seolah itu akan membantu untuk menghangatkan.
"Buka matamu, Ibu akan memberikan pelukan lebih lama lagi setelah ini," ungkap Sowon dengan suara yang gemetar.
Tidak beberapa lama dr. Yoon datang, ia langsung saja memasuki ruangan bersama satu orang asisten yang mungkin sengaja ia ajak ke sini. Segera saja ia memasang peralatan penting yang memungkinkan untuk membantu Sinb.
"Bisa kalian keluar sebentar?" tanya dr. Yoon dengan berat hati.
"Biarkan aku menunggu, jangan membuatku kehilangan dia," kaya Sowon menolak.
"Kau mau melihat bagaimana alat-alat ini dipakai olehnya?" tanya dr. Yoon memastikan.
Eunha segera menghampiri Sowon, memegang tangan itu dan merangkulnya.
"Sinb, bagaimana?" tanya Sowon.
Eunha menatap Sowon lembut. "Tidak apa-apa, Sinb itukan kuat."
"Biarkan aku di sini."
"Tidak, untuk saat ini tidak bisa."
Sowon menoleh ke arah Sinb, dia ingin bertahan tetapi Eunha sudah membawanya untuk pergi dari kamar tersebut. Langkah Sowon dan Eunha diberhentikan oleh hadir Umji yang berdiri bak patung.
"Ibu," panggil Umji pada akhirnya.
"Dia akan baik-baik saja, untuk saat ini biarkan aku menjadi Ibu Sinb seutuhnya," pinta Sowon, yang kemudian pergi berlalu mengabaikan Umji.
Eunha menghembuskan napas pendek. "Tidak apa-apa, ayo tinggalkan ruangan ini sebentar."
Eunha berada di kedua belah pihak, dia adalah yang paling adil sejauh ini. Dia tidak berat sebelah. Dia selalu membela semua kebenaran di keluarga ini.
"Yuju ah," panggil Eunha.
"Aku bisa sendiri!" ketus Yuju, kembali lagi pada mode dinginnya.
"Kenapa?" tanya Eunha kepada Yuju.
"Jangan menemaniku atau berusaha menghiburku lagi." pinta Yuju tegas, kemudian ia berjalan dengan bantuan tongkatnya.
.
.
.Sowon benar-benar menetap di samping Sinb, ia tertidur di ranjang empuk milik putrinya. Dia tidak bisa berbuat apapun, selain diam dan menatap langit-langit kamar Sinb.
"Sinb, kau adalah putri Ibu. Cepat bangun, jangan membuat Ibu ketakutan."
Kemudian Sowon mengubah posisi menjadi menyamping, sebelah tangannya ia jadikan sebagai penopang agar bisa melihat bagaimana kondisi putrinya.
"Sinb ah, Ibu ada di sampingmu sekarang."
Sebenarnya Sowon terkejut akan keputusan dr. Yoon yang membawa banyak peralatan ke sini. Dia tidak tahu harus bagaimana membayarnya nanti. Tetapi dr. Yoon dengan segera menjawab, bahwa semua yang dilakukannya atas keputusan diretkur Hong.
"Ibu di sini. Sinb, kau mau dipeluk lebih lama lagi, bukan?"
"Ibu minta maaf, Ibu tidak tahu dan Ibu merasa sangat bersalah."
"Mungkin jika Ibu terus membencimu, maka kau bisa balas membenci Ibu. Selama ini Ibu telah salah mengartikan hadirmu, Ibu minta maaf."
Jemari itu tergerak setelah mendengarkan ungkapan ketulusan yang hadir dari Sang ibu. Matanya mengerjap lemah, dia melihat keadaan sekitar dengan begitu tenang.
"Si-sinb?"
Mulutnya tidak bisa berbicara, ada sebuah alat yang menetap di dalam sana. Bahkan untuk sekedar bergerak pun Sinb tidak bisa melakukannya.
"Hei, Ibu ada di sini," ungkap Sowon, ia mengusap pucuk kepala Sinb dengan lemah lembut.
Air mata Sinb jatuh begitu saja, karena menerima usapan hangat yang selama ini ia harapkan. Tubuhnya sedikit bergerak karena tangis yang tertahankan.
"Ibu, minta maaf~" sesal Sowon yang diakhiri dengan kecupan pada kening Sinb.
Mungkin sudah cukup tentang luka-luka yang ia terima selama ini. Ada dua pilihan baginya sekarang. Menetap dan mendengar kenyataan hidup barunya, atau tiada dan tenang untuk selama-lamanya.
Tangan Sinb bergerak mencari sesuatu untuk ia genggam, Sowon yang paham pun segera balas menggenggam.
"Sayangku, Ibu ada di sini," ungkap Sowon, mengecup punggung tangan Sinb lamat.
Tidak beberapa lama pintu terbuka, Eunha datang dengan membawa nampan berisi makanan. Sowon tidak makan malam, Eunha tidak mau jika sampai kakaknya kenapa-napa.
"Eonie, sebaiknya isi terlebih dahulu perutmu," ucap Eunha.
Genggaman tangan Sinb melemah, seolah memberi ruang kepada Sowon untuk segera pergi mengisi perut kosongnya itu.
"Tidak," tolak Sowon sembari menggenggam tangan Sinb lagi. "Ibu tidak akan makan sementara dirimu harus kesusahan seperti ini."
Air mata Sinb jatuh lagi, menandakan bahwa Sinb tidak mau jika ibunya harus ikut tersiksa juga. Sowon malah tersenyum, mengecup lamat punggung tangan Sinb.
"Sayangku, Ibu akan tetap bersamamu mulai saat ini. Jadi, bisakah kau bertahan untuk Ibu?"
Eunha memalingkan pandangan ke sembarang arah, kemudian ia menaruh nampan berisi makanan di atas meja belajar Sinb. Melihat Sinb yang kesulitan melakukan apapun, Eunha berinisiatif untuk menghubungi dr. Yoon. Mungkin bisa membantu, mengingat Sinb yang telah kembali menemukan kesadarannya.
Sowon mengusap-usap punggung tangan Sinb pada pipinya, dia menikmati setiap usapan itu dengan penuh perasaan. Air matanya tak mau berhenti jatuh, penyesalan karena lebih mengedepankan rasa takutnya membuat ia harus berakhir seperti ini.
"Ibu minta maaf, Ibu salah selama ini," ungkap Sowon dengan diakhiri sebuah kecupan lamat pada punggung tangan itu.
Setelah semua ini berlalu, mungkin titik terang akhir yang bahagia akan hadir. Mungkin saja Sinb akan berbahagia selamanya. Ya, selamanya ...
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Your Daughter Too || Gfriend
Fanfiction[COMPLETED] "Ibu, aku tidak pernah merasa iri jika dia menjadi adikku. Tapi, bisakah Ibu melihat ke arahku? Aku juga putrimu." [06-09-21] #3 in Yerin [18-09-21] #1 in Sowon [03-11-21] #1 in Sinb [06-11-21] #3 in Sadending [31-12-21] #2 in Gfriend No...