Maaf banyak typo
Ela yang baru selesai mandi, baru selesai memakai pakaian juga berjengit kaget di saat pintu kamarnya di buka dengan agak kasar oleh seseorang dari luar, ah bukan dari luar. Setelah Ela melihat keasal suara, Ela baru menyadari kalau kamar yang ia tempati ada dua pintunya, dan yang membuka pintu kamar yang ada di tengah-tengah kamar ini adalah Tuan Malik.
"Tuan Malik..."Bisik Ela susah payah, melihat Tuan Malik dengan kondisi telanjang dada berdiri di ambang pintu dengan tatapan bak laser pada Ela saat ini.
Ela yang reflek memegang handuk kecil yang membungkus kepalanya yang basah saat ini agar segera kering.
"Bodoh, dan tuli! Sudahku bilang, bilas saja tubuhmu, jangan keramas, Ela. Kamu bodoh dan tuli!"Ucap Tuan Malik terlihat marah di depan sana, membuat Ela sangat takut saat ini, tapi perasaan bingung lebih mendominasi Ela saat ini.
Sudah 3 kali dengan ini, Tuan Malik mengatakan agar ia jangan keramas. Entah apa alasannya. Tapi, karena Ela merasa pusing dan kepalanya terasa sangat berat, membuat Ela nekat membasahi rambutnya juga 5 menit yang lalu.
"Saya mendengar tadi, tapi... tapi kepala saya terasa sangat pusing dan berat. Membuat saya keramas tadi..."
"Terserah. Terserah kamu. Kamu sakit, tolong jangan merepotkanku nanti, ingat... tujuan kamu datang kesini, dan atau tujuan aku membawamu kesini untuk jadi pelayan atau pembantuku. Kamu pembantuku, Ela. Tidak kah kamu merasa, kalau di kota ini, suhunya lumayan dingin malam ini, goblok! Makanya jangan putus sekolah, biar kamu tidak goblok!"Ucap Malik benar-benar terlihat marah.
Membuat rasa takut, rasa bingung akan alasan Tuan Malik melarangnya keramas dan sudah Ela tahu alasannya. Ela... Ela merasa sangat sakit hati dan sedih saat ini, dan Ela dengan kedua mata yang berkaca-kaca, tidak berani menatap kearah Tuan Malik.
"Keringkan cepat rambutmu, setelah itu, pijat lagi kepalaku, rasanya kepalaku ingin meledak saat ini..."Ucap Malik dengan nada rendahnya kali ini dengan kedua tangan yang terlihat memijat dan meremas keningnya agak kuat dan kasar. Dan Malik tanpa menatap kearah Ela yang masih terpaku, segera melangkah menuju ranjang tempat tidur Ela. Kamar yang Malik pesan adalah conecting room, dan sepertinya Malik akan menginap semalam di hotel, dan besok baru Malik bertemu kepala desa di desa pertama yang akan Malik bangun alf*ma*t, pusat perbelanjaan yang lengkap dan jelas dengan harga yang agak murah dari kios-kios yang ada di desa itu.
Malik membaringkan dirinya pelan-pelan di atas ranjang, demi Tuhan ya. Di atas jet pribadinya tadi saja, Malik bahkan muntah 2 kali, mengotori baju dan perut Ela yang Malik gunakan kedua pahanya untuk bantalan kepalanya, dan menikmati usapan dan pijatan lembut tangan mungil dan agak kasar Ela pada kepalanya.
5 menit waktu yang Malik berikan untuk Ela gunakan untuk mengeringkan rambutnya, dan tidak terasa, dengan kedua mata terpejam erat, Malik menghitung dalam hati, 5 menit sudah terlewat, artinya waktu yang Malik berikan sudah selesai, membuat Malik dengan pelan, membuka kedua matanya yang juga terasa sangat berat malam ini.
Dan Malik tersenyum tipis, melihat tepat di samping kanan ranjang, Ela dengan rambut sebahunya yang di gerai, dan sudah kering, berdiri di depannya dan siap untuk memijat dan memanjakan kepala sialannya yang tidak bisa kompromi kalau besok adalah hari yang sibuk sekaligus melelahkan.
"Bagus, Ela. Segera naik keatas ranjang, aku sudah tidak tahan lagi..."Ucap Malik pelan dan Ela dengan patuh, naik dengan pelan-pelan di atas ranjang.
Tapi Ela bingung...
"Apakah saya duduk bersila atau selonjoran Tuan..."
"Selonjoran. Biar kakimu tidak kram."Ucap Malik cepat, memotong ucapan Ela.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ela (Menikah Dengan Anak Majikan Ibuku)
Romance"Jangan besar kepala, aku mengajakmu tidur bersama di ranjangku, agar para warga sialan itu tidak salah paham, dan anggap aku laki-laki bejat, dan batal menjual lahannya padaku." "Sadar diri, Ela... Kita menikah bukan mauku, kita menikah karena war...