Makanan yang menjadi makanan kesukaan Tuan Malik sudah terhidang di atas meja makan, dan Ela dengan kepala yang menunduk dalam, berdiri tepat di samping kanan Tuan Malik yang terlihat sudah sangat segar saat ini karena habis mandi.
Bahkan bulir air masih jatuh dari rambutnya, membuat baju kaos tipis lengan pendek Tuan Malik juga basah, dan bawahan Tuan Malik mengenakan celana kain selutut, untuk pertama kalinya, Ela melihat Tuan Malik berpenampilan santai, bahkan sangat-sangat santai malam ini.
"Kenapa hanya berdiri?"Ucap suara itu dengan nada sedangnya, membuat Ela reflek menatap kearah Tuan Malik. Tuan Malik yang natap Ela dengan tatapan yang tidak bisa Ela baca dan artikan.
"Ambilkan makananku, aku sudah sangat lapar..."Ucap Tuan Malik lagi, kali ini dengan nada yang terdengar merengek.
Membuat Ela mengernyitkan keningnya bingung, pasalnya, selama hampir seminggu mereka menikah. Bisa kah di sebut menikah? Repih hati Ela di dalam sana, lupakan soal itu. Intinya selama hampir seminggu, beberapa kali Ela ingin mengambilkan makanan Tuan Malik, Tuan Malik menolak. Bahkan menolak dengan kasar.
"Cepat, Ela. Aku lapar, dan tanganku sangat pegal. Bahkan aku butuh di suapi nanti,"Ucap Tuan Malik lagi, nada suaranya terdengar sangat-sangat merengek bagai anak kecil.
Ela dengan linglung, karena bingung dengan situasi dan sikap Tuan Malik saat ini, dengan cepat mengambil sarapan Tuan Malik.
Tumis bunga kol yang di tumis agak pedas, prekedel jagung, udang besar di goreng dengan tepung, dan sambal tempe pedas manis, di tambah sayap ayam goreng sudah mengisi piring kosong Tuan Malik.
"Piringnya sudah selesai di isi dengan..."
"Ya, duduk, Ela. Kenapa kamu sangat bodoh. "Ucap Malik terlihat kesal kali ini, tapi walau kesal, maksudnya wajah Tuan Malik terlihat kesal. Tuan Malik menarik kursi untuk tempat duduk Ela, tepat di samping kirinya.
"Duduk lah, dan segera suapi aku. Sejak siang aku belum makan,"Ucap Tuan Malik dengan tatapan dalamnya pada Ela.
Untuk seperkian detik, tatapan keduanya saling bertemu pandang, tapi di saat ingatan Ela berputar tentang tadi siang, dengan hati yang terasa sakit dan sesak dalam sekejap, Ela segera membuang tatapannya kearah makanan yang sedang tangannya pegang saat ini.
Ela entah kenapa, sangat benci dan marah pada Tuan Malik. Tuan Malik yang terlihat agak baik saat ini pada dirinya, dan dalam sekejap, Tuan Malik lupa, kalau magrib tadi sudah menampar pipi Ela. Bahkan Ela yakin darah sudah kering di sudut bibirnya yang belum sempat Ela bersihkan apalagi obati, karena Ela langsung masuk dapur untuk masak. Masak dengan hati dan pipi yang sangat-sangat sakit.
"Aaaah,"
Mendengar orang yang membuka mulut, Ela menatap cepat kearah Tuan Malik, dan dengan tangan gemetar, Ela mengambil sendok dan mulai menyuap Tuan Malik. Ela menatap wajah Tuan Malik, tapi Ela tidak berani menatap kedua mata Tuan Malik, yang menatap Ela dengan tatapan yang sangat-sangat dalam saat ini.
Dan di saat, Ela ingin menyuap lagi, Tuan Malik dengan cepat membekap mulutnya dengan tangannya.
"Aku masih ngunyah, suapi diri kamu sendiri,"Ucap Tuan Malik sambil mengunyah makanannya.
"Saya makan nanti saja..."
"Tidak, kita makan sama... aku tidak suka di tolak."Ucap Tuan Malik tegas.
Ela mengangguk, dan Ela bingung, hanya ada satu piring yang ia sediakan tadi.
"Aku nggak mungkin sanggup menghabiskan makanan itu, aku agak mual hari ini, makan lah... "Ucap Malik cuek, karena tatapannya saat ini sudah fokus pada ponsel yang sudah ada dalam tangannya saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ela (Menikah Dengan Anak Majikan Ibuku)
Romansa"Jangan besar kepala, aku mengajakmu tidur bersama di ranjangku, agar para warga sialan itu tidak salah paham, dan anggap aku laki-laki bejat, dan batal menjual lahannya padaku." "Sadar diri, Ela... Kita menikah bukan mauku, kita menikah karena war...