Di koridor yang masih ramai Jingga menyeret Langit dengan tidak manusiawi. Jingga menarik dasi Langit seenak jidatnya hingga membuat Langit terpaksa mengikuti langkah mungil Jingga.
Sekarang Langit sudah bisa disamakan dengan sapi milik Raju. Itu loh Raju yang ada di kartun Upin Ipin. Jingga membawa Langit ke UKS. Mbak Nita yang menjaga UKS terheran-heran melihat kedatangan mereka berdua di pagi hari. Untuk Mbak Nita sendiri sudah biasa akan kedatangan seorang Langit ke UKS tapi untuk saat ini kedatangan Langit malah karena di seret orang.
Setiap Langit ke UKS yang selalu Mbak Nita dapati adalah lebam-lebam dan lecet di muka atau demam dan muntah. Cowok itu tidak pernah datang ke UKS dengan wajah tampannya. Mbak Nita kalau saja tidak ingat umur ia tidak segan-segan akan memacari Langit. Meskipun Langit cowok yang tampan Mbak Nita tidak pernah mendapati ada siswi-siswi yang mengantri untuk mendapatkan Langit. Mungkin mata mereka siwer. Dan baru kali ini Langit dekat dengan cewek.
Langit duduk di ranjang UKS di depannya ada Jingga yang melipat tangannya di depan dada. Jingga mengarahkan jari telunjuknya memutari wajah Langit.
"Sudah dibersihkan?" tanya Jingga.
Langit mengangguk. "Sudah."
"Pakai apa?"
"Air ... waktu mandi."
"Kamu sangat pintar, Langitnya Pratama. Bersihin luka kok cuman pakai air." Jingga menggelengkan kepalanya. "Kamu gak bersihin luka di wajah kamu itu pakai antiseptik atau alkohol gitu?"
"Ribet."
Jingga berdecak sebal. Ia memperagakan tangannya di depan wajah Langit seolah-olah sedang mencakar wajah menawan Langit. "Mbak, kalau lukanya kemarin diobatinya sekarang telat tidak?" tanya Jingga pada Mbak Nita.
"Harusnya telat. Tapi lebih baik telat dari pada tidak diobati sama sekali." Mbak Nita datang sambil membawa kotak obat. Jingga menerima kotak obat yang diserahkan oleh Mba Nita.
"Makasih, Mba." Jingga tersenyum sambil sedikit menunduk.
"Sama-sama." Mbak Nita kembali ke tempat duduknya.
Langit mencegah Jingga kala gadis itu akan memoleskan obat pada luka di wajahnya. "Aku bisa sendiri."
"Kamu bisa sendiri kalau waktu kamu sendirian. Sekarang kan ada aku, kamu gak sendiri lagi. Jadi sebagai teman yang baik hati dan tidak sombong aku akan membantumu."
Langit diam tidak mengelak apa yang dikatakan Jingga. Ia hanya diam patuh dan membiarkan Jingga mengobati luka dan lebam di wajahnya. Terakhir gadis itu menempelkan plester di pipi sebelah kanannya yang sedikit lecet. Ia tertegun waktu Jingga meniup-niup lukanya sebelum menjauh dari wajahnya. Tiba-tiba ia merasa canggung dan grogi.
Getaran di saku seragamnya memecah kecanggungan Langit. Ia mengambil ponselnya dan melihat ada telepon dari adiknya.
"Bang Langit! Kenapa tadi gak sarapan? Terus kenapa Bang Langit jadi kabur-kaburan gak jelas kayak gini? Jangan-jangan Bang Langit hamilin anak gadis orang ya!"
Langit mendengus mendengar omongan tidak jelas Adiknya. "Luna, kamu ngomong apa sih?"
"Jujur sama Luna kalau Bang Langit hamilin anak orang kan?!"
"Boro-boro hamilin anak orang! Punya pacar aja tidak," batin Langit.
"Enggak, Luna. Astaga ...."
"Kalau gitu Bang Langit kenapa?"
"Nggak pa-pa."
Dari seberang sana Langit mendengar adiknya itu berdecih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit dan Jingganya (Selesai) ✓
Teen FictionIni tentang Langit yang ingin memiliki Jingga sebelum malam merenggutnya. Dan ini tentang Jingga yang merindukan sang Surya. High rank: #2 in perundungan (25/10/21) Start: 26 September 2021 Finish: 23 Desember 2021 *** Credit cover by Canva.