Ruang kelas sudah sepi hanya menyisakan beberapa orang yang sibuk mengemasi barang-barangnya. Langit menyandarkan punggungnya di sandaran kursi. Seperti biasa ia akan menjadi murid terakhir yang akan pulang, tapi sekarang dia tidak sendirian, Jingga selalu menemaninya.
Jingga dari tadi sibuk merogoh isi tasnya, ia sedang mencari sesuatu. Sesuatu yang berharga. Senyum Jingga mengembang kala sesuatu yang ia cari ia temukan.
Jingga menaruh lima buah permen Milkita dan satu buah lollipop di depan Langit. "Ini sebagai tanda pertemanan kita," ucap Jingga.
Langit menegakkan tubuhnya kemudian memperhatikan permen Milkita tiga rasa dan satu lollipop yang berada di atas mejanya.
"Sengaja aku kasih kamu lima permen dan satu lollipop hehe." Jingga terkekeh. "Teman-teman yang lain juga udah aku kasih, tapi cuman satu permen aja. Berhubung kamu spesial aku kasih banyak."
"Kapan kamu ngasih mereka?"
"Hari kedua aku di sini, waktu aku nungguin kamu datang ke sekolah tapi gak datang-datang itu loh."
Langit menganggukkan kepalanya. "Terima kasih."
"Asal kamu tahu ya, Langit! Permen Milkita itu kesukaan aku banget. Dulu waktu kecil aku sampai kena marah sama Mama gara-gara jajannya permen mulu. Tapi aku juga senang, karena dari permen ini kakak keduaku berhenti merokok," cerita Jingga mengalir tanpa Langit bertanya. Langit sudah biasa sekarang, sifat Jingga memang begitu. Terbuka ke semua orang.
Langit sedikit merasa takut akan sifat Jingga itu. Cewek itu sangat terbuka dan polos. Pasti Jingga akan mudah ditipu oleh penjahat di luar sana.
"Kakak keduaku waktu SMA tuh udah kayak tokoh cowok di novel yang bendel-bandel itu loh. Hobinya balapan sama teman-temannya, sering bolos dan melanggar peraturan sekolah. Papa sampai capek gara-gara sering dipanggil ke sekolah. Paling parah sih dia kecanduan rokok."
"Kamu tahu gimana aku bisa membuat Kakak kedua berhenti merokok hanya dengan sebuah permen?" tanya Jingga yang dibalas Langit dengan gelengan.
"Aku buang semua rokoknya dan aku ganti sama permen. Awalnya Kakak keduaku marah-marah, tapi dia nurut-nurut aja. Kadang aku juga palak uang saku dia buat beli permen lalu aku kasih dia lagi. Lama kelamaan dia berhenti. Tapi sekarang aku takut dia bakal ngerokok lagi, dia jauh dari pengawasanku soalnya." Bibir Jingga mengerucut. Raut wajahnya terlihat muram.
"Kenapa?"
"Kakak-kakakku ada di Jogjakarta. Kakakku yang pertama kerja di sana, dan Kakakku yang kedua kuliah di sana. Aku di Jakarta karena Papa dapat tugas di sini. Mama khawatir kalau aku ditinggal di rumah sama dua kakakku aja. Jadinya aku diboyong juga deh ke sini."
"Sekarang jaman udah canggih kamu bisa telpon kedua kakak kamu setiap saat," balas Langit.
Wajah muram Jingga perlahan berganti cerah. Langit sudah mulai memberinya respon ketika ia bercerita, itu suatu perkembangan.
"Terus begini ya, Langit," ujar Jingga.
Langit mengernyit tidak mengerti.
"Masih banyak cerita yang akan aku bagi sama kamu. Kamu harus siapin telinga buat dengerin aku, dan bibir untuk merespon ceritaku."
"Kalau kamu punya cerita juga, kamu bisa membaginya denganku." Jingga menepuk bahu Langit dua kali. "Kamu bisa percayakan cerita kamu sama aku."
Langit tertegun. Tepukan di bahunya memberikannya rasa hangat yang menelusup di hatinya. Ia merasa dipedulikan.
Sudah lama sekali tidak ada seseorang yang memintanya bercerita atau sekedar menepuk bahunya. Semenjak sosok yang ia anggap spesial pergi tidak ada seorang pun yang memintanya bercerita mengenai hari-harinya ataupun keluhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit dan Jingganya (Selesai) ✓
Genç KurguIni tentang Langit yang ingin memiliki Jingga sebelum malam merenggutnya. Dan ini tentang Jingga yang merindukan sang Surya. High rank: #2 in perundungan (25/10/21) Start: 26 September 2021 Finish: 23 Desember 2021 *** Credit cover by Canva.