Cewek berpiama bergambar beruang menyambut Surya yang baru saja masuk ke rumah Jingga sembari membawa dua kantong plastik. Saat Jingga ingin mengambil alih bawaan Surya cowok itu tidak memperbolehkannya.
Surya mengiring Jingga ke ruang makan lalu meminta Jingga untuk di kursi. Ia meletakkan belanjaannya dan juga bawaan milik Langit yang sengaja ditinggalkan oleh pemiliknya.
"Mama sama Papa kamu mana?" tanya Surya karena tidak mendapati Mama dan Papa Jingga tidak berada di ruang keluarga.
"Papa ada di ruang kerja, ada kerjaan yang harus dikerjakan. Kalau Mama tadi dapat telepon dari temannya lalu pergi ke kamar," jawab Jingga.
Surya mengangguk. "Langit memberi ini," tutur Surya sambil memberikan kantong plastik yang berisikan buah-buahan.
"Langit?"
"Iya, tadi dia ke sini tapi rupanya tidak jadi masuk, dia duduk di depan pagar rumah. Sepertinya dia mencemaskan kamu tapi dia ragu untuk menemui kamu, Jingga."
Helaan napas panjang keluar dari mulut Jingga. Ia mengambil buah apel dari kantong plastik dan langsung ingin melahapnya sayangnya Surya terlebih dulu menahannya.
"Aku jadi ngerasa bersalah lagi," ungkap Jingga.
Surya mencuci buah apel yang akan dimakan oleh Jingga setelahnya ia kembalikan lagi pada Jingga. "Kenapa kamu gemar sekali menyalahkan diri sendiri? Kapan kebiasaan kamu itu bisa berhenti, Jingga? Kalau kamu seperti itu terus kamu bisa melukai diri kamu sendiri secara tidak langsung."
Surya duduk di depan Jingga dan memperhatikan Jingga yang memakan buah apel dengan wajah masam. "Yang aku lihat ya, Jingga, semua ini rumit karena kalian yang buat sendiri. Kamu yang sibuk menyalahkan diri kamu sendiri padahal kamu tahu kamu tidaklah salah, sebuah rasa memang sulit dikendalikan. Lalu Langit tidak ingin kamu menyalahkan diri sendiri tapi dia ragu-ragu nyuruh kamu berhenti, berhenti menyalahkan diri kamu sendiri."
"Dan lagi." Surya meraih tangan kiri Jingga yang bebas dari buah apel lalu ia gengam. "Aku tidak marah sama sekali sama kamu, Jingga. Aku percaya sama kamu dan kamu bebas berteman dengan siapapun."
"Sifat aku sudah berlebihan sama Langit, Surya. Aku melewati batasan yang tidak seharusnya aku terjang. Dan aku merasa melukai kalian, kamu dan Langit." Jingga menaruh apelnya karena sudah tidak lagi berminat untuk memakannya.
Surya tersenyum lalu mengelus Surai hitam milik Jingga. "Belajar dari ini dan jangan diulangi lagi. Besok perbaiki semuanya, pertemanan kamu dan Langit terlalu berharga untuk hancur hanya karena salah faham. Kalian harus saling memaafkan."
Jingga memberengut. "Besok aku akan perbaiki semuanya tapi kamu malah harus pergi."
"Sabar, Jingga. Jarak ini tidak akan lama kan?"
Jingga mengangguk yakin. "Oh iya, maaf ya, Surya, aku enggak bisa memberikan hadiah terbaik untuk ulang tahunmu. Dan maaf juga selama kamu di sini kamu malah hanya mendekam di rumah menjagaku, harusnya aku mengajak kamu jalan-jalan."
Surya beranjak kemudian memeluk Jingga erat. "Bisa bertemu dengan kamu saja sudah lebih dari cukup, Jingga."
°°°
"Hari ini kamu bisa membicarakan apa yang ingin kamu bicarakan, Langit," ujar Jingga.
Langit menarik napas kemudian menghembuskannya pelan. "Maaf," ucapnya.
"Hanya itu?"
Kepala Langit yang dari tadi tertunduk kini mendongak. Menatap wajah Jingga yang masih sedikit pucat. "Jangan salahkan diri kamu sendiri, Jingga, kamu tidak salah. Di sini akulah yang salah, harusnya aku mendengarkan peringatan dari kamu bukan malah melanggarnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit dan Jingganya (Selesai) ✓
Novela JuvenilIni tentang Langit yang ingin memiliki Jingga sebelum malam merenggutnya. Dan ini tentang Jingga yang merindukan sang Surya. High rank: #2 in perundungan (25/10/21) Start: 26 September 2021 Finish: 23 Desember 2021 *** Credit cover by Canva.