Bagian Tiga Belas

143 35 0
                                    

"Mau mulai sekarang?" Jingga menaik turunkan alisnya sembari menatap Langit.

"Mulai apa?"

"Menciptakan kenangan indah di SMA."

Langit mengernyit kala Jingga mengambil tasnya dan juga tas milik perempuan itu. Senyum merekah menghiasi wajah Jingga. "Jangan sia-siakan waktu, Langit. Ini kesempatan kita untuk mewujudkan niat kamu."

Niat? Tiba-tiba perasaan Langit menjadi tidak enak.

"Guru tidak hadir Langit dan hanya memberikan tugas, kita bisa mengerjakannya nanti." Jingga menyeret Langit agar keluar dari kelas.

Jingga dan Langit menarik perhatian dari anak-anak kelas yang dari tadi sibuk sendiri. Wajah mereka menggambarkan tanda tanya melihat Langit dan Jingga yang keluar dari kelas bersama dengan tasnya. Pasti mereka bertanya-tanya mengapa Langit dan Jingga melakukan itu. Terlebih Langit murid yang terkenal pendiam kini tiba-tiba bolos sekolah bersama cewek pula.

"Mau kemana?" tanya ketua kelas.

"Izin bolos satu hari saja," balas Jingga sebelum benar-benar keluar dari pintu kelas.

Langit masih linglung ia hanya mengikuti apa yang dilakukan Jingga. Saat cewek itu berlari di koridor kelas sembari menggenggam tangannya Langit hanya mengikutinya.

Ada rasa senang dan gelisah yang bersemayam di hati Langit. Ia merasa senang karena ada Jingga bersamanya, menemaninya. Ia gelisah karena ia tidak tahu apa yang terjadi setelah melakukan ini.

Dari dulu ia selalu mengurungkan niatnya untuk membolos. Ia takut dan tidak ingin disebut sebagai pengecut. Dan ia juga tidak ingin kena pukul. Sudah cukup ia babak belur hanya karena membolos latihan karate, dan ia sudah cukup menerima kata-kata yang menghujam hatinya setelah ia memutuskan keluar dari latihan karate.

Sepertinya Langit akan kembali membuat keputusan untuk membiarkan yang terjadi nantinya akan ia pikirkan nanti. Yang perlu ia lakukan adalah bersenang-senang bersama Jingga.

Langit akan memanfaatkan momen bersama Jingga dengan sebaik-baiknya, hingga bisa ia kenang sepanjang masa.

°°°

Jingga terus berjalan tidak tentu arah sembari menggenggam tangan Langit. Setelah berhasil keluar dari sekolah dan meninggalkan sepeda mereka di sana mereka hanya berjalan menyusuri jalan, jalan yang padat oleh kendaraan bermotor. Asap-asap kendaraan bermotor yang bercampur dengan polusi. Mereka juga menghambur pada keramaian yang ada di mana-mana. Cahaya matahari yang menyengat hingga menyebabkan mereka berkeringat.

Di antara mereka tidak ada satupun yang bersuara, mereka sama-sama menikmati keramaian di sekitar mereka. Mata mereka terus menjelajah menikmati pemandangan yang ada di hadapan mereka, meskipun pemandangan itu bisa mereka saksikan setiap hari. Mereka membiarkan kaki mereka menuntun perjalanan mereka yang tanpa tujuan. Ada sesal di hati Jingga karena tidak menyiapkan tujuan untuk aksi membolos mereka. Harusnya ia membuat hari ini menjadi hari yang indah dan bisa dikenang oleh Langit, tapi kalau sudah begini ia harus bagaimana? Apa semua ini akan sia-sia?

Dari tadi Langit hanya diam saja membuat Jingga berpikir kalau cowok di sampingnya itu sedang menyesali perbuatannya. Ini pertama kali Langit membolos sekolah, dan membolos sebuah tindakan yang tidak terpuji, dan Jingga malah menyeret Langit untuk melakukan tindakan tidak terpuji itu. Memikirkan itu Jingga menjadi lebih menyesal. Ia sudah menjadi teman yang buruk bagi Langit.

Jingga menoleh menghadap Langit. "Langit ...."

"Jingga, kalau kamu berpikir aku menyesal melakukan ini kamu salah. Aku tidak menyesali ini." Langit membalas tatapan Jingga.

Langit dan Jingganya (Selesai) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang