Bagian Dua Puluh Tujuh

126 28 0
                                    

Setelah berhari-hari terkurung di dalam rumah kini Langit bisa kembali menghirup udah segar di luar rumah. Kondisinya sudah pulih dan ia sudah bisa kembali bersekolah.

Tapi ada satu hal yang membuat Langit sedih, Angkasa sudah kembali ke Jepang. Angkasa di sini cuman tiga hari karena Angkasa sendiri juga harus kuliah. Langit memang sedih ketika Angkasa harus pergi tapi dia tidak merasa keberatan sama sekali, Jepang rumah Angkasa sekarang. Lagi pula ia juga sudah berjanji akan membalas semua pesan-pesan yang dikirim oleh Angkasa nanti. Ia tidak akan menghindari Angkasa lagi.

Selama Angkasa di rumah cowok itu hanya sedikit berinteraksi dengan Luna. Angkasa sendiri masih belum tahu alasan kenapa ia tidak diperbolehkan mendekati Luna oleh Langit. Langit senang saat Angkasa menuruti permintaannya agar tidak mendekati Luna. Luna sekarang sudah kembali ceria dan cerewet.

Dan Ayah agak sedikit aneh menurut Langit, bukan cuman Langit tapi Luna dan Bunda juga. Bagaimana tidak aneh tiba-tiba Ayah menjadi banyak bicara dan senang sekali mencium puncak kepala Langit dan Luna.

Tapi Langit sudah menegur Ayah agar tidak usah memaksakan. Ayah boleh saja bersifat seperti biasa, sedikit bicara, asal jangan bermain tangan dan meluapkan emosinya seenaknya saja. Untunglah Ayah menurutinya. Meski begitu Ayah menjadi sosok yang hangat, Ayah tidak segan-segan meminta Langit atau Luna bercerita tentang hari-hari mereka. Berhubung Langit masih keluar dari rumah hari ini jadi ia belum mempunyai cerita apapun yang bisa ia sampaikan kepada Ayah, tapi nanti kalau ia sudah memiliki bahan cerita untuk diceritakan kepada Ayah maka ia akan bercerita. Kalau Luna dia sudah beberapa kali cerita sama Ayah, bahkan hal remeh sekalipun.

Semuanya mulai membaik itulah yang Langit yakini. Kini hanya satu yang ingin Langit lakukan yaitu mengutarakan perasaannya pada Jingga. Ia sudah memutuskan nanti sepulang sekolah ia akan mengakui semuanya pada Jingga.

Mobil yang ditumpangi Langit sudah sampai di depan gerbang sekolah. Hari ini Langit berangkat di antar Ayah dan Luna. Ayah tidak memperbolehkan Langit untuk berangkat sendiri menggunakan sepedanya karena kondisi Langit yang baru pulih.

"Bekal dari Bunda jangan lupa dimakan. Kalau ada apa-apa langsung telpon Bunda atau ayah. Jangan melakukan hal yang berat-berat, ingat kondisi kamu belum sepenuhnya membaik." Ayah memberi wejangan kepada Langit sebelum anak sulungnya itu turun dari mobil.

"Kalau ada yang nakal sama Abang jangan sungkan-sungkan aduin ke guru," ujar Luna.

"Iya-iya," jawab Langit.

Ayah mengusap kepala Langit lembut. Senyum Ayah terbit di wajah Ayah. "Jaga diri baik-baik, Langit," ucapnya.

Langit mengangguk. "Langit masuk dulu." Langit menyalimi tangan Ayah dan juga memberikan kecupan singkat di dahi Luna.

"Belajar yang rajin, Bang, semangat!" ucap Luna sebelum Langit keluar dari mobil.

Setelah Langit keluar dari mobil barulah Ayah melanjutkan perjalanannya untuk mengantar anak bungsunya pergi ke sekolahnya. Baru memasuki gerbang Langit sudah di sambut oleh kedatangan Jingga. Entah mengapa hari ini Jingga terlihat lebih cantik dari biasanya, dan senyum Jingga yang ditunjukkan Jingga membuat jantung Langit berdebar lebih cepat.

Langit memegang dadanya. Apa ini efek karena ia ingin menyatakan perasaannya?

"Aku senang lihat kamu yang benar-benar sudah baikan sama Ayah kamu. Asal kamu tahu Langit waktu Ayah kamu dipanggil ke sekolah beliau terlihat sangat menyesal. Ayah kamu juga bilang kalau dia juga membutuhkan maaf dari kamu. Sungguh aku yakin Ayah kamu tidak akan kembali melukai kamu lagi," ujar Jingga ceria.

"Sebenarnya pun Ayah selalu menyesal setelah melukai aku. Tapi kali ini aku percaya ayah tidak akan melukaiku lagi," balas Langit.

"Semoga selalu bahagia, Langit." Jingga menarik lengan Langit. Ia menggenggam tangan Langit lalu mengayunkannya. "Kalau kamu bahagia maka aku akan bahagia."

Langit dan Jingganya (Selesai) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang