10√

713 36 0
                                    

Happy reading√

•••



"Mas Vino udah pulang belum, mbok?" tanya Umay mengayuh kursi rodanya menghampiri Inem yang tengah mencuci piring.

Inem menggeleng. "Belum, nyonya."

Perasaan khawatir menjalar di hatinya. Umay takut kalau terjadi apa-apa pada Vino.

Merasa masih belum tenang, Umay menelpon kembali suaminya. Namun panggilan tak terjawab.

"Nyonya sebaiknya istirahat saja, tuan pasti lagi di jalan arah pulang," saran Inem.

Umay tersenyum, lalu berpamit kembali ke kamarnya dan beristirahat. Yang di katakan Inem ada betulnya, ia juga butuh istirahat untuk bayinya.

_

Embun menyeruak seisi bumi, matahari pun telah bersinar. Umay mengucek matanya dan menatap ke samping.

Kosong.

Tidak ada keberadaan sang suami. "Vino gak pulang?" monolognya. Umay menyeka selimutnya, kemudian menduduki kursinya.

"Mbok! Mas Vino belum pulang juga ya?" tanya Umay padanya. Inem menggeleng sembari membersihkan sayuran yang akan di masak.

"Belum nyonya."

Raut wajah Umay mendadak cemas lagi. "Dia kemana ya? Gak balik semalaman."

Mata hazel Umay berkaca-kaca menehan tangis. Suaminya seharian tak ada kabar. Umay tetap Umay, walau sudah di sakitin namun hatinya bisa memaafkan.

_

Vino membenarkan dasinya dan memakai jas untuk bersiap pergi kerja.

Hatinya merasa bersalah pada wanitanya, seharian ia tak mengabarinya bahkan tak mengangkat telpon darinya.

Namun, ia gengsi untuk pulang ke rumahnya. Di tambah, Vino harus memastikan wanita licik itu tidak hamil. Ia tak sudih menikahinya, karena Vino merasa tidak melakukan apapun padanya.

Pria berjas hitam keluar dari apartemennya dan masuk ke dalam mobil.

Sepanjang perjalanan, Vino melamun. Entah apa yang ada di pikirannya. Ia benar-benar muak dengan semuanya. Kenapa jadi rumit seperti ini?

Jika sudah seperti ini, Vino harus meminta bantuan pada Bagas agar semuanya selesai.

Vino segera melajukan mobilnya kencang ke arah kantornya.

_

"Pak Asep, tau gak tempat kerjanya mas Vino?" tanya Umay padanya sembari menarik napasnya sakit.

Pak Asep mengangguk. "Tau, nyonya. Tuan Vino tempat kerjanya di jalan manggis nomor 5."

"Bisa antarkan saya ke sana?"

"Bisa."

"Saya siap-siap dulu," tuturnya masuk ke dalam kamar dan bersiap-siap menemui suaminya.

"Ayo pak," ajak Umay setelah siap. Mereka berdua bergegas masuk ke mobil dengan Asep yang membantu Umay.

Asep menyalahkan mesinnya, lalu menjalankannya ke tempat tujuan.

_

Mobil Vino baru saja sampai memasuki parkiran depan, kemudian pria berjas tersebut keluar dengan gaya angkuh dan masuk ke dalam gedung.

Semua bawahan Vino menyapanya dengan sopan, kecuali Lauren. Mata mereka beradu pandang, dan Vino menanamkan kebencian pada wanita licik itu.

"Bagas, kamu ikut saya ke ruangan," titah Vino dingin dan pergi.

Bagas pun mengikuti langkah Vino hingga ke ruangan pribadinya. "Ada apa bos?" tanya Bagas sembari menduduki kursinya.

"Tolong bantu saya. Lauren ngejebak saya waktu itu, saya gak tau ngelakuin hal yang menjijikan atau tidak dengan dia. Yang pasti, saya waktu itu dalam keadaan pingsan," jelas Vino dengan wajah bingung.

"Dia bilang, saya telah memperk*sa dia," sambung Vino dengan tangan terkepal.

Bagas menyimak semua yang di ucapkan Vino, pria itu harus segera mencari tau.

"Baik bos."

"Saya----"

Tok! Tok!

Ucapan Vino terpotong, kalah pintu depan ada yang mengetok. Dua pria itu menoleh ke arah pintu.

"Masukk!" titah Vino berteriak.

Seseorang segera masuk dengan raut wajah khawatir. "Maaf pak, di luar ada kegaduhan!"

Alis Vino bertautan. "Kegaduhan masalah apa?"

"Ada wanita berkursi roda tengah di amuk oleh Lauren, dan pak Asep kewelahan memisahkan mereka!"

Mata Vino melotot, yang di maksud wanita lumpuh itu adalah istrinya. Karena takut terjadi apa-apa, Vino segera beranjak dan keluar dengan cepat.

Bagas dan Saras mengikutinya dengan tergesah-gesah.

"Wanita gak tau diri! Luh gak pantas buat Vino!" Luaren menjambak rambut Umay dengan keras.

Kondisi wanita itu kini melemah, kursi rodanya sudah berantakan dan tubuh Umay tergeletak di lantai.

Pak Asep membelah, namun Lauren menampar pipi Asep yang membuat pria itu terdiam karena merasakan sakit serta bentakan.

Plak!

"Kau tak pantas hidup! Kau sudah merebut Vino dariku!" teriak Lauren menggemah, seluruh pekerja hanya dia memnontonnya.

Terlihat Vino dari tangga berlari dengan tergesah-gesah, wajahnya sudah berkeringat dan kepalan tangannya mengerat.

"Hentikan Lauren!" teriak Vino lantang, membuat semua orang menoleh ke arahnya.

Lauren memberhentikan aksinya, rasa takut tiba-tiba menjalar padanya. Melihat Vino marah seperti ini, ia tak berani berbuat apa-apa.

Vino mendekati mereka, tanpa di pikir-pikir lagi. Vino melayangkan tamparan pada Lauren.

Plak!

Plak!

Umay menatap suaminya dengan lirih, pandangan wanita itu mulai merabun. Tubuhnya lemas tak berdaya.

"Berani sekali kau mempermalukan istriku!" Vino menatap Lauren dengan aurah gelap, rahangnya mengetat.

Para pegawai seketika melotot ketika Vino mengatakan kalau wanita lumpuh itu istrinya. Ternyata bosnya itu sudah menikah.

"Ma - mas vino," lirih Umay dengan suara lemah, dan akhirnya wanita itu jatuh pingsan.

Lauren benar-benar membuat kesalahan besar, istrinya Vino sudah di permalukan serta melukai fisiknya.

"Kau!" tunjuk Vino pada wajah wanita licik itu.

Vino segera berjongkok, dan menggendong tubuh Umay ke rumah sakit untuk memeriksa keadaannya.

Sebelum ia melangkah, Vino memperingati Lauren. "Jika terjadi apa-apa dengan istriku, kau akan kupenjarakan!"

"Silakan saja!" tantang Lauren dengan wajah mengejek.


•••

TBC

Follow Pena0716

Vino [TAMAT]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang