22√

969 33 1
                                    

Happy reading√

•••


Umay menggenggam tangan Vino kuat-kuat. Keringat membasahi wajahnya. Suster dan dokter sudah siap menangani proses kelahiran tersebut.

"Ayoo buk! Tarik napas, buang perlahan " dokter menyaranin agar pasien yang satu ini bisa melahirkan dengan selamat.

Tentu saja, Umay mengikuti saran dokter. Wanita itu menarik napasnya dan membuang perlahan.

"Aaaaaehmmmm!" Umay mengejen, berusaha mengeluarkan sang buah hati.

Wanita itu kini tengah berjuang antara hidup dan mati ia pertarukan nyawanya.

Keluarga Vino dan Ibu angkat Umay pun menunggu di ruang tunggu. Mereka semua nampak khawatir.

"Ayoo sayang, kamu pasti bisa!" Vino memberi semangat sembari mengusap kening istrinya yang berkeringat.

Umay meringis, lalu mengejen kembali. "Arghhhhmmmm!"

Dokter terus mengelihat di kemaluan Umay, memastikan bayinya keluar.

"Ayoo buk!"

Umay kembali mengatur napasnya, dan mengejen dengan sekuat tenanganya. "Emmmmm!" Seluruh tenanganya ia keluarkan.

Kepala bayi sudah terlihat. "Ayoo, buk. Dikit lagi," ujar dokter meraih kepalanya dan mencoba menarik keluar.

Umay merasakan sakit yang amat dasyat di bagian bawa, namun sakitnya tak seberapa dengan keselamatan sang buah hati yang ia tarukan nyawanya.

Napas Umay tak beraturan, keringat benar-benar membasahi wajah wanita itu.

"Bertahan, kamu pasti bisa melahirkan anak kita," ujar Vino tiba-tiba menangis. Melihat semua kejadian ini, ia bisa merasakan kesakitan yang Umay saat melahirkan anaknya.

Umay mrncoba sekali lagi, tenanganya sudah bangkit. "Arghhhhhemmmmm!" ngejenan kali ini benar-benar kuat sehingga berhasil mengeluarkan bayinya.

"Oekkkk! Oekkk!" tangisnya menggelegar di dalam ruangan. Vino terharu dan juga bahagia, pria itu menangis di hadapan sang istri.

"Kamu hebat, sayang! Kamu hebat! Makasih sudah berjuang untuk anak kita!" Kemudian Vino mengecup kening istrinya dengan lembut.

"Bayinya perempuan, pak, buk." ujar dokter itu tersenyum. "Saya akan bersihkan dulu bayinya."

Vino masih saja menangis di hadapan istrinya, bahkan sampai mengeluarkan ingus.

Umay tersenyum di sisa-sisa tenanganya. "Sama-sama mas, aku senang bangat. Tolong jaga putri kita, aku pamit!"

Mata Vino membola. "Kamu ngomong apa, May?" kaget Vino.

Namun tak di jawab oleh Umay, wanita itu sudah menutup matanya.

"May? Sayang?" Vino menepuk pipinya agar Umay membuka matanya.

"May?" panggilnya dengan bibir bergetar.

"Dokter! Istri saya kenapa dok?" paniknya kalang kabut.

Dokter langsung memeriksanya kembali, mengecek pernapasnya. "Innalillahi," ujarnya setelah itu.

Jantung Vino berdetak. "Ma - maksudnya?"

"Ibu Umay telah meninggal. Ini akibat otot rahimnya tak berkontraksi. Sisa jaringan plasenta yang tertinggal di dalam lahir (retensi plasenta), kelainan pada proses pembekuan darah menyebabkan kematian."

Dokter menjelaskan semuanya secara rinci. Vino menggeleng kuat mendengarnya sembari menatap wajah isyrinya.

"Enggak! Ini enggak mungkin! Sayang ... buka matamu! Lihat, anak kita cantik sepertimu!" tangis Vino kita tak bisa tertahan.

Seumur hidup, baru kali ini Vino menangis karena wanita yang ia cintai setelah bundanya, bahkan nangisnya di depan orang.

"Jangan tinggalin aku! Akuu mohon, jangan tinggalin aku sama anak kita. Putri kita butuh kamu! Buka matamu sayang!" Vino meraung-raung sembari mengguncangkan tubuh Umay yang terbujur kaku.

"May, bangun sayang ... Kenapa kamu tega ninggalin aku. Maafin aku, aku gak bisa menyelamatkanmu."

"Tepati omonganmu, May! Kamu bilang, kamu gak akan ninggalin aku! Mana buktinya?" Vino berucap bagaikan orang gila.

"Jangan tinggalin aku. Aku butuh kamu, May." isak pilu Vino memeluk tubuh Umay dengan penuh air mata.

"Buka matamu, May! Jangan tinggalin aku ...."

Dokter yang melihatnya sedikit tak tega, namun mau gimana lagi? Sudah takdir.

Dokter sembari menggendong bayi mereka, pergi keluar menemui keluarganya.

"Ohhh, ya ampun! Cucu oma cantik bangat!" girang Liorna setelah melihat wajah anaknya Vino dan Umay.

"Dok, kenapa anak saya nangis?" bingung Raka yang mendengar tangisan Vino di dalam.

"Jadi begini, pak. Ibu Umay meninggal setelah melihatkan bayinya."

Semua orang terdiam, termasuk Liorna yang tadinya fokus ke bayi tersebut.

"Ap - apa?!" kaget Liorna, tubuhnya melemas secara tiba-tiba.

"Ini gak mungkin kan dok? Pasti dokter ngadi-ngadi!" tuding Raka menggeleng kuat.

Liorna segera masuk bersama Surti, Raka di luar sembari menggendong cucunya.

Liorna membekap mulutnya, meredap suara tangisnya. Betapa kacaunya Vino menangisi Umay sedari tadi.

"Vin ...," lirih Liorna perlahan mendekat. Vino yang merasa di panggil, langsung membalikan tubuhnya ke belakang dan langsung memeluk Liorna dengan kuat.

"Bun, Umay gak meninggalkan? Umay pasti bercanda?"

Hati Liorna sesak secara tiba-tiba. Tangannya mengusap punggung putranya.

"Aku gak mau kehilangan Umay, bun! Tolong buat dia sadar lagi! Ini semua gara-gara dokter yang gak becus nanganinya!" tuduh Vino lantang.

Liorna menangkup kedua pipi Vino agar bisa menatap wajah putranya. "Ini bukan salah dokter, ini sudah takdir. Kau harus ikhlas dengan kepergian istrinya."

"Umay gak boleh pergi, bun. Gak boleh pergi!" Arghhhh!" tangisnya kembali terdengar dengan di iringi suara teriakan.

Surti memeluk tubuh anak angkatnya yang sudah tidak bernyawa. "Kenapa kamu ninggalin, ibu nak? Kenapa kamu tega?"

Semua yang ada di situ bersuka cita atas kepergian Umay.

•••

Tbc

Vino [TAMAT]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang