16√

610 34 0
                                    

Happy reading√

•••


Sekian lamanya, para polisi datang dan menangkap Lauren. "Saya bisa jelaskan! Jangan tangkap saya!" wajah Lauren berubah panik, tubuhnya memberontak.

"Lepaskan saya!" teriaknya meraung-raung. Kedua tangannya sudah di borgol, jadi wanita itu tak bisa melawan.

"Dasar jalang!" Lauren berteriak ke Umay dengan tatapan marah.

Polisi itu langsung membawa Lauren keluar dari ruangan. Wanita tersebut kini tengah berteriak tak jelas.

Setelah kepergian Lauren, Viona membantu Umay untuk duduk. Viona dapat merasakan ketakutan pada Umay, tubuhnya masih saja begetar dan mata hazelnya menandakan syok.

"Pak A - Asep." Umay tak bisa menahan tangisnya lagi. Jasad pria baya itu tergeletak dengan darah yang sudah berserakan di lantai.

Umay menutup mulutnya karena merasakan mual yang amat dasyat. "M - mbok Inem." Umay melirik Inem yang dalam keadaan pingsan di lantai.

Viona mengusap punggung kakak iparnya. "Tenangkan dirimu, kak. Wanita licik itu tidak akan bisa kabur. Ku pastikan dia akan mati di penjara, karna kasus pembunuhan pak Asep."

"Hiks! A - aku takut," lirihnya.

Viona meraih ponselnya dan menelpon Vino, agar pria itu cepat pulang dan menjaga istrinya.

Drettt ... Drett ....

["Hallo, Vi?"]

"Kak Vino, cepat balik. Kak Umay ketakutan."

["Ketakutan? Emangnya ada masalah apa di rumah?"] suara Vino terdengar mendadak panik.

"Pak Asep meninggal!"

["Apa---"]

"Cepat balik, jangan banyak tanya!" gertak Viona tak sabaran.

Sambungan di putuskan begitu saja. Wanita tangguh itu menaruh ponselnya kembali.

"Kak Vino segera pulang, kakak jangan takut."

_

"Vin! Mau kemana?" tanya Bagas yang tengah membolak-balikan berkas laporan rapat tadi.

"Saya harus cepat pulang, keadaan di rumah sedang kacau!" Vino tergesah-gesah keluar dari ruangan meeting meninggalkan Bagas sendirian.

Pria tinggi itu berlari melewati lorong dan masuk ke lift. Perasaan cemas dan juga takut tercampur kala mengingat keadaan istrinya tengah hamil.

"Ayoo cepat!" geram Vino menonjok lift.

Pintu lift tiba-tiba terbuka, karena tak bisa menunggu lagi. Vino langsung keluar dan berlari ke pintu depan.

Vino masuk ke mobil dan di jalankan ke arah rumahnya. Sepanjang perjalanan, rasa kecemasan Vino belum juga hilang.

"Hey! Pelan-pelan dong bawa mobilnya!" gerutu pengendara lain.

Vino tak menghiraukan ocehannya, ia masih fokus ke jalanan agar cepat sampai.

Akhirnya Vino telah sampai di perkarangan rumahnya, ia buru-buru memarkirkan mobilnya, dan berlari ke dalam.

Vino terdiam saat di bang pintu, terpakau melihat jasad Asep yang sudah di lumuri darah dan juga Inem masih keadaan pingsan.

Mata Vino mengarah pada dua sosok wanita yang Tenga duduk di sopa, salah satunya Umay.

Vino menghampirinya, lalu memeluk istrinya dengan sayang. Vino dapat merasakan ketakutan yang ada di dalam tubuh istrinya.

"Lepasin akuuu!" Umay tiba-tiba teringat perkataan Lauren yang tentang suaminya tersebut.

Vino menatap dalam-dalam dalam kondisi memeluknya.

"Lepasin aku, hiks!" wanita itu memberontak agar Vino melepasnya.

Benar saja, Vino langsung melepas pelukannya, kemudian menatap lagi istrinya.

"Kenapa?" tanyanya panik sembari menyisiri rambut Umay yang berantakan.

"Jangan sentuh aku!" tolaknya menyingkirkan tangan pria itu dari rambut dia.

"Ke---"

"Vino! Umay!" teriak Liorna menggema dari arah luar.

Liorna nampak khawatir dengan keadaan mereka berdua setelah mendapat telpon dari Viona tentang keadaan di rumah.

Nampak lah Raka dan Liorna berjalan dengan tergesah-gesah mendekati mereka. Kemudian berjongkok dan mengusap wajah mantunya.

"Bunda!" tangisnya langsung memeluk tubuh mertuanya.

Liorna membalas pelukannya, kemudian mengusap punggungnya agar menantunya tenang.

"Jangan nangis lagi, keadaan udah aman kok. Masalah pak Asep, nanti dibawa sama ambulance," ujar Liorna.

Vino diam di tempat, memandang sendu ke istrinya. "Sayang ...."

Tubuh Umay bergetar, perlahan-lahan melepas pelukannya dan menghadap ke suaminya. Mata Umay bengul dan juga merah.

Dada Vino sesak tiba-tiba melihat keadaan kacau istrinya. "Ini sebenarnya ulah siapa?" tanyanya dengan napas tak beraturan.

"Lauren," lirih Umay dengan wajah yang ia tundukan.

Alis Vino berkerut. "Lauren?"

Jantung Vino berdegup lebih cepat, pikirannya seakan-akan melayang. Wanita licik itu pasti sudah bilang tentang kejadian mereka.

Raka memanggil sebagian warga untuk membawa Inem ke rumah sakit, bersama  jasad Asep untuk di adopsi.

"Vin!" gertak mamanya. Menyuruh Vino untuk membawa istrinya ke kamar.

Vino menangguk, kemudian menggendong tubuh Umay masuk ke kamar yang di ikuti oleh Liorna.

Pria itu menidurkan tubuh istrinya, kemudian menyelimuti. Vino tersenyum, mengusap kepalanya dengan sayang.

Liorna duduk di pinggiran kasur, masih menatap Umay. "Tubuhmu sepertinya lemas, apa ada masalah?"

Umay menggeleng. "Tidak, bunda. Aku hanya lelah saja."

"Lelah karena ada bauh hati kita, bun," balas Vino mengusap perut buncit Umay dengan lembut.

Mata Liorna melebar, mulutnya menganga. "What?!"

Ja - jadi, bunda bakal punya cucu?!"

Vino dan Umay mengangguk.

Ohh ya ampun, betapa senangnya Liorna akan segera menjadi Oma.

"Abey! Kita bakal punya cucu!" girangnya langsung pergi dari kamar, mencari sang suami untuk memberitahukan kabar baik ini.

•••

Follow Pena0716

Vino [TAMAT]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang