25√

1.1K 34 0
                                    

Happy reading√

•••

Bagas mendatangi ruang persalinan Lauren. Pria itu nampak datar wajahnya.

"Mau ngapain kamu?" tanya Lauren tak senang saat melihat kehadirannya.

"Berikan putramu, saya akan mengetes DNA!"

Tegar langsung menahannya. "Tak usah tes segala. Anak ini, anak saya. Saya yang sudah menghamilkan Lauren, bukan Vino. Saya sekarang sadar dengan perbuatan saya! Jadi, saya mohon jangan apa-apakan anak saya!"

"Baik kalau begitu. Saya permisi!" Bagas meninggalkan ruangan itu lagi.

Tegar mengecup putra kecilnya dengan sayang. "Papa akan menikahi mamamu segera."

_

"Gimana hasilnya?" tanya Vino setelah Bagas sampai di rumahnya.

"Ternyata anak itu bukan anak bos, tapi anaknya pak Tegar. Dia lah yang sudah menghamili Lauren. Awalnya mereka akan menjebak bos, namun setelah anak itu lahir mereka tak jadi dan si Tegar akan bertanggung jawab. Jadi dia mohon, jangan libatkan mereka ke jalur hukum."

"Baiklah, saya tidak akan mempenjarakan Lauren lagi. Saya akan bebaskan dia dari hukum jika mereka tak mencari masalah lagi."

"Kalau begitu, saya pamit pulang, pak."

_

Perkembangan usia Adibah semakin bertambah. Kini anak itu sudah berusia 3 tahun. Semakin hari, wajahnya sedikit menyerupai ke asian blasteran Belanda. Hampir mirip dengan Umay.

"Dedy!" teriak Adibah dari kamar miliknya.

Vino memang sengaja memberikan satu kamar untuk putrinya. Ia ingin putrinya itu belajar mandiri sejak kecil.

"Dedy!" teriaknya lagi. Vino yang tengah mengetik sesuatu di laptop, terpaksa harus berhenti dan mengecek ke kamarnya.

"Iya, sayang. Ada apa?"

"Dibah mau sekolah!" raut wajah Dibah berubah masam, namun tak membuat Vino sedih namun malah membuatnya terkekeh akibat lucu.

"Umurmu belum cukup, sayang. Nanti saja yaa?" bujuk Vino mendekati Dibah yang ada di atas kasur, kemudian pria itu duduk.

"Dedy, Bunda kemana sih? Dibah pengen meluk Bunda kaya teman-teman Dibah."

"Pengen cium Bunda."

"Pengen di bacain dongeng sama Bunda kalau mau tidur."

"Kata teman Dibah, punya Bunda itu enak loh. Dibah pengen kaya mereka Dedy." Adibah berucap terus-terusan, tanpa melihat raut wajah Vino yang seketika berubah jadi sendu

Mati-matian, Vino menahan tangisnya di depan Adibah agar tidak di ketahui.

Vino  memang belum memberitahukan yang sebenarnya pada Adibah kalau Bundanya itu sudah meninggal saat melahirkan dia.

Vino hanya menjawab, kalau bundanya tengah membuatkan boneka besar di sana dan akan pulang nanti setelah boneka itu selesai.

"Sini, sayang!" Vino meraih tubuh anaknya, kemudian memeluk tubuhnya dengan sayang.

"Kalau Dibah mau di bacain dongeng sebelum tidur, Dedy juga bisa loh." Vino melepas pelukannya, menatap wajah cantik putrinya.

Bibir Dibah cemberut, kemudian mau di bacakan dongeng. "Yaudah, bacain dongeng sekarang."

Vino tersenyum. "Siap tuan putri!"

_

Vino masuk ke kamarnya dengan air mata yang sudah mengalir akibat menangis saat mengingat almarhum istrinya.

Tak terasa, kepergian Umay sudah 3 tahun. Duda itu sampai sekarang belum nikah lagi, ia masih mau fokus pada kebahagiaan Adibah.

Nampak tak ada rasa suka dengan wanita lain lagi. Rasa cinta dan kasih sayangnya hanya untuk Umay seorang, sekarang kini dia bawa pergi semua itu.

Vino merenung di kamar sendirian, sambil menatap album foto dia dengan Umay saat Nikah.

"May, aku rindu ...," lirihnya sembari mengusap kaca tersebut.

"Putri kita sekarang sudah besar, cantik sepertimu."

"Kamu baik-baik di sana ya." Vino mencium albumnya, meneteskan air mata kerinduan.

•••

Vino [TAMAT]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang