"Menjadi dewasa itu pasti, tapi bersikap dewasa itu pilihan."
Tepat didepan sebuah rumah yang lumayan besar dengan desain modern classic.
Vanilla sedikit terkejut saat Pak Amir menghentikan mobil di depan rumah yang sesuai dengan alamat ibu itu. Vanilla melihat rumah yang sama dengan rumah milik Rey saat ia mengantarnya pulang malam itu.Setelah membunyikan bel, sosok perempuan lainnya datang berlari kecil untuk membuka pintu.
"Aduh buu, dari mana aja? Saya gemeteran nyari ibu, saya nanya ke tetangga tapi gaada yang liat ibu." Panik orang tersebut yang hanya dibalas senyuman.
"Ibu tinggal disini?" Tanya Vanilla.
"Iya nak, kenapa? Ayo masuk dulu."
"Aku punya kenalan, namanya Rey, dan setau aku dia juga tinggal disini.
Atau apa aku yang salah liat yaa?" Bingung Vanilla."Oh, itu anak kedua ibu. Ternyata kamu temennya yaa."
"Jadi ibu itu ibunya Rey? Kok bisa kebetulan banget yaa?
Oiya maaf, nama saya Vanilla, temen sekolahnya Rey, bukan temen sih, lebih ke kenalannya. Soalnya aku juga baru kenal sama Rey hehe.""Iya juga, saking serunya bertukar cerita, jadi lupa nanya nama kamu.
Nama ibu itu Diana. Biasa dipanggil Tante Diana. Tapi kalau temen Rey manggilnya Bunda, jadi panggilnya bunda aja ya. Gapapa kan?""Emang boleh bu? Eh Bun. Aku sama Rey juga ga begitu deket. Nanti jadinya canggung."
"Ya boleh dong."
Vanilla duduk diatas sofa besar berwarna hitam.
"Oh iya Bi, saya tadi beli sate kesukaannya Rey." Ujar Diana sambil memberikan dua kantong plastik berisi sate yang dibelinya tadi.
"Aduh ibu, saya bisa dimarahin dek Rey kalau ibu keluar sendiri lagi. Lain kali tanya saya aja ya bu, biar saya yang beliin." Ucap Bibi.
"Gapapa kok Bii. Maaf yaa jadi panik karena saya."
Tiba-tiba sosok laki laki dengan posisi tangan digips datang setengah berlari masuk ke ruang tamu. Disusul oleh kedua temannya.
"Bundaaaaa." Teriaknya.
"Rey, ada apasih ribut-ribut? Ada tamu nih. Gasopan loh." Jawab Diana.
Edgar dan Daffa yang tadinya panik jadi terkejut ketika ia melihat Vanilla duduk disofa rumah Rey. Mereka berdua lalu menyapa Vanilla yang belum diketahui keberadaannya oleh Rey yang masih Panik.
"Vanilla? Lo ngapain? Kok bisa ada disini?" Bisik Daffa.
"Kepo lo." Balas Vanilla
"Cantik banget senyumnya." Bisik Edgar ke Daffa.
Rey berlutut untuk menyamakan tingginya dengan Diana yang duduk diatas kursi roda.
"Bunda dari mana? Bunda gak kenapa-napakan? Ada yang luka? Bibi nelfon Rey tadi. Katanya Bunda gaada dirumah. Jadi Rey, Edgar dan Daffa keliling nyariin Bunda.
"Nanya nya satu-satu dong Rey, Bunda gapapa kok. Bunda cuma dari beliin kamu sate." Balas Diana.
"Bunnn, Rey gasuka yaa kalau Bunda pergi sendiri."
"Bunda sedih liat badan kamu luka-luka karena kecelekaan semalam, sedangkan Bunda gabisa nemenin kamu periksa kedokter, Gabisa ngobatin kamu.
Kamu juga nggak bilang ke Bunda. Bunda taunya dari Bibi. Bunda ngerasa gabisa jadi orang tua yang baik buat kamu, Jadinya Bunda cuma bisa beliin sate kesukaan kamu." Jelas Diana."Bundaaa, Rey gapapa kok, Serius.
Lain kali jangan gitu yaa Bun.""Iya iyaa, oh iya lupa, ini teman kamu kan? Tadi bunda ketemu Vanilla di penjual sate. Dan
Vanilla yang anterin Bunda pulang." Ujar Bunda Rey menunjuk Vanilla yang duduk dengan mata berkaca-kaca saat melihat keakraban Rey dan Diana.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Vanilla Blue
Teen FictionAda banyak trauma dan rasa sakit yang dialami oleh berbagai tokoh didalamnya. Sebelum cewek ini datang dihidup gue, rasanya hidup gue flat-flat aja tanpa ada kemajuan. Sampai gue ketemu Vanilla, yang bisa support gue secara fisik maupun mental. Be...