"Semangat buat kamu yang tengah berjuang melupakan seseorang yang bahkan belum sempat kamu miliki."
Cuaca hari ini begitu cerah, kicauan burung pipit terdengar dimana-mana. Angin yang begitu sejuk menerbangkan sejumput rambut siswi yang tengah duduk di kursi taman sekolah seorang diri sambil membaca sebuah novel.
Beberapa menit kemudian, Sosok siswa datang menghamipiri dan memberinya sekotak susu rasa Vanilla.
"Nih..." Ucap Rey menyodorkan kotak susu itu lalu duduk disamping Vanilla.
Vanilla pun melirik Rey lalu mengambilnya."Apanih?" Tanya Vanilla.
"Susu." Jawab Rey singkat.
"Iya tau, tapi kenapa? Tumben banget."
"Ya gapapa."
"Gue suka nya yang rasa coklat. Bukan vanilla."
"Tapi kan nama lo Vanilla." Jawab Rey.
"Nama gue Vanilla belum tentu gue suka rasa vanilla. Itu rasa kesukaan nyokap gue, dia suka vanilla karena rasanya manis. Makanya nama gue Vanilla." Jelas Vanilla lalu meminum susu tersebut.
"Oh gitu, pantes lo manis." Goda Rey.
"Gue cantik, bukan manis." Balas Vanilla.
"Iya lo cantik dan senyum lo manis." Gombal Rey lagi.
"Iya tau kok." Bangga Vanilla dengan senyuman yang sedikit ditahan.
"Dih songong nih anak. Tapi kok lo minum? Katanya gasuka?".
"Gasuka bukan berarti gamau kan?"
"Ampun suhu." Ledek Rey.
Seketika hening. Tak ada yang bergeming, hingga Rey memecah keheningan tersebut.
"Makasih yaa, udah nolongin Bunda gue kemarin." Ucap Rey sembari menatap awan untuk menghindari kontak mata dengan Vanilla.
"Santai aja kalii. Be the way, seriusan gue gatau kalau itu nyokap lo. Masih muda, cantik lagi." Puji Vanilla.
"Bunda gue emang cantik pokoknya. Jago masak lagi, mungkin yaa bagi setiap anak, masakan yang paling enak didunia itu ya masakan nyokap." Ucap Rey sambil tersenyum.
"Sepertinya." Ucap Vanilla dalam hati memaksakan senyum diwajahnya.
Rey merogoh ponsel yang berada disaku celananya dengan sedikit susah payah karena gips yang masih melekat ditangannya.
"Lo ga pergi check-up lagi?" Tanya Vanilla.
"Besok. Kata dokternya sih udah gapapa, lagian juga nggak parah-parah amat, dan gipsnya udah boleh dibuka kok." Jawab Rey sembari mengambil potret awan melalui kamera handphonenya.
"Oh gitu." Angguk Vanilla.
"Laa, lo tau gak.
Patah hati itu seperti awan.""Kenapa?"
"Jika Lo meratapinya terlalu lama, sampai bosen, eneg, dia akan memudar dengan sendirinya.
Weitss jago juga gue ngerangkai kata-kata." Bangga Rey memuji dirinya sendiri.Saat mereka tengah asik berbincang, Rey melihat sosok siswi lewat dikoridor sekolah yang agak jauh dari tempat mereka tapi tertangkap oleh mata Rey.
"Eh Laa, gue cabut duluan yaa." Pamit Rey lalu berlari kearah koridor dan menghiraukan jawaban Vanilla.
Rey mendekati siswi tersebut dan langsung merangkul bahu gadis itu yang tak lain adalah Nindy.
"Haii Ninn, sendiri aja. Oiya Lo kan emang selalu sendiri." Canda Rey lalu mendapat pukulan ditangannya yang sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Vanilla Blue
Teen FictionAda banyak trauma dan rasa sakit yang dialami oleh berbagai tokoh didalamnya. Sebelum cewek ini datang dihidup gue, rasanya hidup gue flat-flat aja tanpa ada kemajuan. Sampai gue ketemu Vanilla, yang bisa support gue secara fisik maupun mental. Be...