Bab 15

14.6K 985 9
                                    

Ira menyiapkan keperluan suaminya pagi ini lalu dia keluar untuk membuatkan sarapan.

Dia masih saja begitu malu dengan kejadian malam, bisa-bisa kebiasaan tidurnya itu masih melekat. Tapi ya mau bagaimana lagi, tidur orangkan beda-beda.

"Ra, saya mau berangkat kerja." Suara Sean mengalihkan Ira yang sedang masak.

"Oh iya, ini juga Atm buat keperluan kamu."

"Mas, gak sarapan dulu?" Cegah Ira buru-buru menghampiri Suaminya.

"Gak sempet, saya ada metiing pagi ini." Sean pun meneguk susu yang sudah disediakan.

"Tunggu dulu Mas." Ira langsung berlari kembali kedapur. Sean pun menunggu diambang pintu sambil melirik jam tangannya.

"Ini Mas." Ira pun menyodorkan paperbag pada Sean.

"Apa Ini?"

"Buat sarapan,"

Sean hanya diam, lalu dia mengambil bekalnya dari tangan Ira.

"Makasih."

Sean pun melangkahkan untuk pergi namun kembali Ira memanggilnya.

"Mas." Ira sedikit tak enak membuka suara.

"Ada apa lagi, ada yang ketinggalan?"

"Ada Mas?"

"Apa?" Sean dibuat bingung pagi ini oleh Ira, namun tanpa diduga Ira memegang tanganya lalu menciumnya.

"Hati-hati Mas." Terlihat kalau Ira sangat gugup mengatakan itu.

Sean hanya mengangguk dan melanjutkan langkahnya.
Ira pun berdiri dibelakang mobil Sean sampai mobil itu hilang dari pandangnya.

"Huhhhh." Ira menghempaskan rasa gugupnya setelah melihat Sean pergi, sedangkan didalam mobil Sean dibuat terkekeh dengan tingkah Ira.

***

"Mbak, Mbak, Mbak Mira."

Mira mengeliat dari tidurnya kala seseorang membangunkan.

"Mbak ngak pulang?" Tanya Sarah.

Mira pun melihat sekeliling, ternyata semalam dia tertidur dimeja kerjanya.

"Sudah pagi ya."

"Iya Mbak,"

"Tolong beliin sarapan ya Rah." Titahnya pada Sarah.

"Iya Mbak."

Amira sengaja tidur dibutiknya dan berbohong pada suaminya kalau dirinya banyak kerjaan padahal dia sengaja agar Ira dan Suaminya semakin dekat. Mungkin dengan begitu Suaminya akan terbiasa tanpanya, sakit!! memang tapi inilah yang harus Amira jalani.

Semalaman diharus bergadang, pikiran begitu kalut, dan terus menerka-nerka apa yang dilakukan suaminya dengan Ira malam itu.
Bohong jika Amira tidak cemburu, bagaimana dia hidup begitu lama dengan Sean. Laki-laki yang begitu meRatukannya, memberikan apa yang dia malu namun ternyata dia yang malah tidak bisa memberikan apa-apa untuk Sean, bahkan bahagia kecil pun.

"Mbak ini sarapannya." Suara Sarah menyadarkan Amira dari lamunannya.

"Makasih yah."

Sarah pun kembali ketempat kerjanya, begitu Amira dia langsung menyantap sarapannya.
Perutnya tiba-tiba begitu nyeri, bahkan keringat membasahi wajahnya.

Amira pun mengeledah laci meja kerja, dia pun langsung meminum obatnya. Betapa mirisnya hidupnya ini yang terus bergantung dengan obat-obatan.

**

Istri Kedua  (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang